Menjengkelkan!
***
"Apakah kau pikir langit dan bumi, siang dan malam tak saling mencintai? Barangkali jawabannya tidak, tapi biarlah. Toh, banyak orang yang menganggap cinta itu harus seperti laut dan pantai, seperti bara dan api, cinta haruslah bersama, rindu mestilah bertemu, tetapi bagiku tidak!" Masithoh bertanya sekaligus menjawabnya seolah ia tak perlu jawabanku.
Wajahnya basah karena percikan air laut yang menghempas akar pohon tempat biasa ia duduk menikmati senja.
"Menikmati rindu. Senja itu biasa saja. Ada ngilu yang lebam membiru karena rindu. Debur ombak memberi getar pada hati yang kesemutan, menguji apakah ia masih ada rasa ataukah telah mati rasa." Masithoh mengoreksi setiap pernyataan yang menyebutnya menikmati senja.
"Jodoh, rezeki dan ajal adalah takdir Tuhan, setiap ciptaan memiliki pasangan, rezeki dan ajal. Itu pasti!" Kali ini Mashitoh mempersilahkanku duduk di sampingnya.
"Apakah itu berarti setiap orang akan bertemu jodoh atau pasangannya?" Tanyaku
Aku menghirup aroma tubuhnya yang terseret angin, aroma bedak yang terbuat dari beras yang ditumbuk bersama kunyit dan daun asam, kemudian dikeringkan. Bedak yang sama persis digunakan oleh para gadis dan ibu-ibu di pulau ku untuk melindungi wajah mereka dari sengatan matahari.
"Tidak mesti," jawabnya setelah beberapa menit membiarkan pertanyaanku menggantung.
"Kok? Bukankah Tuhan telah menciptakan pasangan masing-masing?" Tanyaku, sembari berharap ia memberiku ruang.
Gadis misterius ini benar-benar menarik perhatianku, dan menyita setiap ingatanku. Sehingga kadang aku seperti gila, mengharapkan sepanjang waktu adalah senja.