Pak Gunarto adalah orang yang pertama kali masuk ke ruang kelas itu. Ia berlari dengan tergesa dengan nafas memburu.
 Atap ruang kelas roboh menimpa beberapa kursi dan juga bangku. Beberapa kursi bahkan ikut patah karena ada dua titik roboh di tengah kelas.
"Anak saya Pak, tadi masuk di ruangan ini." Sesal Pak Gunarto. Ia terburu-buru mendatangi rapat dan tidak membujuk Dina untuk kembali ke ruang guru. Wajah Pak Gunarto pias seketika. Tubuhnya mendadak lunglai.
Tak lama kemudian, petugas SAR datang membantu mengevakuasi ruang kelas itu dengan alat berat. Ruang kelas itu tak beratap lagi. Pak Hamzah bersama tim SAR menyisir ruang kelas. Tim SAR Â mendekat ke arah almari besar yang keadaannya masih utuh. Hanya almari itu yang belum mereka periksa. Almari itu tampak kokoh, bahannya terbuat dari kayu jati, warnanya coklat, serat dan juga pliturnya masih terlihat mengkilap. Plitur dari almari itu masih bagus, sepertinya almari itu belum terlalu lama di datangkan ke sekolah.
Kriet......
Salah seorang Tim SAR membuka almari perlahan. Almari itu tertutup rapat, meskipun begitu ada celah kecil untuk lubang udara sehingga Tim SAR tidak kesulitan untuk membuka almari itu.
"Ini anak yang di cari Pak? Ketemu!" Teriak salah seorang anggota tim SAR yang masih muda bernama Wandi.
Pak Gunarto bersama Pak Hamzah lantas mendatangi Wandi. Wandi membuka lebih lebar daun pintu almari dengan linggis. Pak Gunarto melihat Dina meringkuk di dalam almari itu.
"Bapak, Dina takut!" Kata Dina sambil mennagis tergugu.
Pak Gunarto lantas mengulurkan tangannya. "Ayo keluar! Ini sudah aman!" Kata Pak Gunarto perlahan membujuk Dina.
Dina pun dengan tangan gemetar meraih tangan Pak Gunarto. Dina menatap langit-langit ruang kelas madrasah yang sudah tak beratap lagi. Kini pemandangan yang ada adalah langit biru dan gumpalan awan, mendung sudah menyingkir dan hujan pun sudah reda.