Nama: Rafli Fadhlurrahman Naufaldino
Nim:222111030
Matkul: Sosiologi Hukum 5A
Dosen: Dr. Muhammad Julijanto, S. Ag., M. Ag.Â
1. Sosiologi hukum
Kalimat sosiologi hukum merupakan gabungan dari 2 kata, yaitu sosiologi dan hukum.Â
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat, baik struktur, perilaku sosial maupun proses kehidupan sosial.Â
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang di dalamnya memuat sanksi untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban serta menegakkan keadilan. Â
Jadi, sosiologi hukum bisa diambil pengertian bahwa ia adalah cabang ilmu sosial yang mempelajari hubungan timbal balik, antara manusia dengan hukum itu sendiri. Jadi sosiologi hukum ini meneliti bagaimana hukum itu mempengaruhi masyarakat atau masyarakat mempengaruhi hukum.Â
2. Hukum dan Kenyataan Masyarakat
Hubungannya antara 2 hal tersebut sangatlah kompleks. Di satu sisi, hukum di buat untuk mengatur masyarakat agar lebih tertib serta keadilan terjamin. Pada kenyataannya, bagi masyarakat hukum itu tidak berjalan selaras dengan yang telah ditetapkan. Seperti contoh, adanya korupsi yang sampai sekarang masih ada walaupun sudah ada badan hukum yang berwenang memberantas tindakan tersebut. kemudian tindakan main hakim sendiri, yang mana masih sering terjadi di realita kehidupan, hal tersebut juga disebabkan karena masyarakat sudah tidak mempercayai hukum yang ditetapkan karena pihak aparat hukum sendiri tidak maksimal dalam menjalankan hukum.
Hal ini sebenarnya sudah memiliki solusi, diantaranya perbaikan penegakan hukum, perlunya edukasi mengenai melek/sadar hukum, dan juga bisa melakukan reformasi sosial
3. Yuridis Empiris dan Yuridis Normatif
Yuridis Empiris merupakan pendekatan yang dilakukan dengan penelitian langsung di lapangan untuk mengkaji suatu hukum yang berlaku di masyarakat. Misal: penelitian mengenai perlindungan hukum terhadap PSK di kabupaten klaten.Â
Sedangkan Yuridis normatif merupakan pendekatan secara kepustakaan. Pendekatan ini juga sama kajiannya, yaitu untuk mengkaji hukum yang ditetapkan  dan berlaku di masyarakat, bedanya untuk pendekatan ini secara kepustakaan bukan secara langsung di lapangan. Contoh: Analisis Yuridis terhadap Implementasi Pasal 27 Ayat (3) UU ITE tentang Pencemaran Nama Baik di Media Sosial.Â
4. Madzhab Pemikiran Hukum (Positivism, Social Jurisprudence, Living Law dan Utilitarianisme)Â
A. Positivism
Hukum adalah aturan-aturan yang dibuat dan diberlakukan oleh otoritas yang sah, tanpa perlu mempertimbangkan nilai moral atau keadilan di luar hukum itu sendiri. Aliran ini memisahkan secara tegas antara "hukum yang ada" (law as it is) dan "hukum yang seharusnya" (law as it ought to be).
B. Social Jurisprudence
Aliran pemikiran dalam filsafat hukum yang menekankan pada hubungan antara hukum dan masyarakat. Pendekatan ini tidak hanya memandang hukum sebagai seperangkat aturan formal, tetapi juga sebagai alat untuk mencapai keadilan sosial dan memperbaiki kondisi masyarakat.
C. Living Law
Konsep yang menyatakan bahwa hukum yang sesungguhnya hidup dan berfungsi dalam masyarakat bukan hanya hukum yang tertulis dalam undang-undang, tetapi juga norma-norma sosial, adat, kebiasaan, dan praktik yang diakui serta dipatuhi oleh masyarakat sehari-hari.Â
D. Utilitarianisme
Teori etika yang menyatakan bahwa tindakan atau kebijakan yang benar adalah yang menghasilkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Dengan kata lain, prinsip dasar utilitarianisme adalah "the greatest happiness for the greatest number" (kebahagiaan terbesar untuk jumlah orang terbanyak).
5. Pemikiran Emile Durkheim dan Ibnu Khaldun
A. mile Durkheim (1858--1917)Â Seorang sosiolog Prancis yang dikenal sebagai salah satu pendiri utama ilmu sosiologi modern. Salah satu pemikirannya yang ia kemukakan adalah tentang solidaritas sosial. Durkheim menjelaskan bagaimana masyarakat tetap kohesif melalui dua jenis solidaritas:
Solidaritas Mekanik: Terjadi dalam masyarakat tradisional di mana individu memiliki peran yang serupa, seperti dalam masyarakat agraris.
Solidaritas Organik: Terjadi dalam masyarakat modern yang kompleks di mana individu memiliki peran berbeda tetapi saling bergantung.
b. Ibnu Khaldun (1332--1406)Â Â Seorang sejarawan, filsuf, dan sosiolog Muslim yang dianggap sebagai salah satu pemikir terbesar dalam sejarah Islam. Ia dikenal melalui karyanya Muqaddimah. Konsep solidaritas sosial Ibnu Khaldun ialah konsep Ashabiyyah. Asabiyyah adalah ikatan sosial yang menghubungkan anggota kelompok, seperti keluarga, suku, atau bangsa.
Menurutnya, asabiyyah menjadi kekuatan pendorong di balik pembentukan dan kejayaan suatu peradaban. Namun, seiring waktu, asabiyyah melemah ketika masyarakat menjadi lebih makmur dan terpecah, yang pada akhirnya menyebabkan kehancuran peradaban.
6. Pemikiran Max Weber dan H. L. A Hart
A. Max Weber (1864-1920)    Seorang sosiolog, filsuf,dan ekonom politik asal Jerman yang dikenal sebagai salah satu pemikir paling berpengaruh dalam ilmu sosial modern. Karya-karyanya mencakup berbagai bidang seperti birokrasi, agama,hukum, serta hubungan antara kekuasaan dan ekonomi.
Pemikiran Weber yang paling terkenal adalah Etika protestan dan kapitalisme ( The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism). Weber berargumen bahwa etika Protestan, khususnya yang berkembang dalam tradisi Calvinisme, berperan penting dalam memfasilitasi munculnya kapitalisme modern di Eropa Barat.
Menurut Weber, nilai-nilai seperti kerja keras, disiplin, dan rasionalitas dalam kehidupan ekonomi yang diajarkan oleh Protestan berkontribusi pada pengembangan kapitalisme modern.  Â
b. H. L. A HartÂ
                                      Herbert Lionel Adolphus Hart atau yang dikenal dengan Hart lahir di Harrogate, Yorshire, Inggris pada tanggal 18 Juli 1907 dan wafat pada tanggal 19 Desember 1992. Hart merupakan seorang filsuf, professor yurisprudensi di Universitas Oxsford tahun 1952-1969 dan merupakan salahs atu filsuf politik terkemuka abad ke-20. Hart mengembangkan teori hukum yang lebih canggih dalam bukunya The Concept of Law (1961). Hart berpendapat bahwa hukum terdiri dari dua elemen utama:
Aturan Primer: Aturan yang mengatur perilaku masyarakat, misalnya larangan pencurian.
Aturan Sekunder: Aturan yang memberikan prosedur bagi pengakuan, perubahan, dan penegakan aturan primer. Contohnya adalah aturan tentang bagaimana peraturan baru dapat dibuat atau bagaimana cara memutuskan apakah suatu perilaku melanggar hukum.
7. Effectiveness of LawÂ
                                        Merujuk pada sejauh mana hukum dan sistem perundang-undangan dapat dijalankan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan, seperti menciptakan keadilan, keteraturan sosial, perlindungan hak-hak individu, dan meminimalkan pelanggaran hukum.
Konsep ini melibatkan berbagai faktor, termasuk sejauh mana hukum diterima dan dipatuhi oleh masyarakat, kemampuan lembaga-lembaga penegak hukum dalam mengimplementasikan hukum, serta bagaimana hukum mempengaruhi perilaku sosial secara umum. faktor yang mempengaruhi diantaranya: Penegakan Hukum Efektivitas hukum tidak hanya ditentukan oleh keberadaan aturan yang jelas, tetapi juga oleh kemampuan lembaga penegak hukum---seperti polisi, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga terkait lainnya---untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan konsisten dan tanpa diskriminasi.
 Keteraturan Sosial dan Kepatuhan Masyarakat Salah satu kunci utama untuk memastikan efektivitas hukum adalah kepatuhan masyarakat terhadap hukum tersebut.Â
8. Law and Social Control
Merujuk pada sistem, proses, dan institusi melalui mana masyarakat mengatur perilaku individu untuk menjaga ketertiban, memastikan keadilan, dan melindungi hak-hak anggota masyarakat.Â
Kedua konsep ini erat kaitannya dengan bagaimana masyarakat menyeimbangkan kebebasan individu dengan kebutuhan untuk menjaga keamanan.Â
Dalam hal ini, fungsi hukum diperluas sehingga tidak hanya bersifat memaksa.Â
Fungsi hukum dapat dilaksanakan melalui dua bentuk: pertama, oleh pemerintah sebagai penguasa negara. Fungsi ini dilakukan oleh kekuasaan yang terpusat, dikelola oleh kelas penguasa tertentu, dengan bentuk hukum tertulis seperti undang-undang. Kedua, oleh masyarakat itu sendiri. Fungsi ini dijalankan oleh masyarakat secara langsung melalui hukum yang tidak tertulis, atau yang dikenal sebagai hukum kebiasaan.
9. Socio-Legal Studies
Bidang studi yang menggabungkan ilmu sosial dan ilmu hukum untuk memahami hubungan antara hukum dan masyarakat. Disiplin ini mempelajari bagaimana hukum berfungsi dalam praktik, bagaimana hukum mempengaruhi kehidupan sosial, dan bagaimana masyarakat berinteraksi dengan hukum.Â
Socio-Legal Studies mulai berkembang pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Beberapa tokoh penting yang berkontribusi pada perkembangan awal Socio- Legal Studies antara lain Eugen Ehrlich, Roscoe Pound, Max Weber.
10. Progressive Law
Pendekatan dalam hukum yang berfokus pada perubahan sosial dan keadilan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang lebih adil dan setara. Pendekatan ini mengedepankan reformasi hukum untuk mengatasi ketidakadilan, ketimpangan, dan masalah sosial yang ada dalam sistem hukum yang ada.Â
Biasanya, progressive law berupaya untuk memperluas hak-hak individu, memberikan perhatian lebih pada kelompok yang terpinggirkan, dan beradaptasi dengan perubahan sosial dan teknologi. progressive law berusaha untuk mendorong sistem hukum yang lebih fleksibel, responsif, dan adil yang mampu menghadapi tantangan sosial, ekonomi, dan politik zaman modern.
11. Legal Pluralism
Secara umum Pluralisme Hukum dapat dijelaskan sebagai kondisi di mana terdapat dua atau lebih sistem hukum yang berlaku dalam sebuah negara. Dan pluralisme hukum juga hidup berdampingan pada dimensi sosial Masyarakat. Hal ini berimplikasi pada pemahaman dan penerapan hukum yang berbeda-beda di Masyarakat. Hukum tersebut antara lain hukum adat, agama dan hukum barat.Â
12. Pendekatan Sosiologis dalam Studi Hukum Islam
Hadirnya agama dapat dikatakan juga sebagai awal dari munculnya batasan-batasan atau peraturan dalam ranah sosial yang berkenaan tentang bagaimana manusia menjalani kehidupan sehari-harinya.
 Konsep keagamaan dan sosial menjadi sangat penting guna menjawab problematika atau masalah-masalah yang ada diantara keduanya. Apapun yang terjadi dan diperlukan dalam kehidupan sosial, sejatinya itu semua sudah ada pedomannya dalam agama.Â
Menurut Khoiruddin ada alasan penting mengapa pendekatan sosiologis ini sangat penting untuk memahami agama dan seberapa besar perhatian agama Islam terhadap masalah sosial, yaitu:
1. Dalam al-Qur'an dan hadits, sebagian besar berkaitan dengan mu'amalah atau masalah sosial. Kajian lebih dalam ayat-ayat ibadah dengan ayat-ayat kehidupan sosial memilki perbandingan 1:100 dimana dalam satu ayat ibadah terdapat seratus ayat yang berkaitan dengan mua'malah atau hubungan sosial.
2. Penekanan masalah mu'amalah dalam masalah agama adalah bahwa ketika urusan ibadah bersinggungan dengan urusan mua'amalah yang penting, tidak menutup kemungkinan ibadah dipersingkat atau ditunda. Dalam hal ini, bukan dalam arti meninggalkan ibadah tetapi dengan tetap melakukannya sebagaimna mestinya.
3. Ibadah yang berdimensi sosial memiliki pahala yang sangat besar dibandingkan dengan ibadah individu karna shalat yang dilakukan secara berjamaah lebih berharga daripada shalat yang dilakukan sendiri.
4. Dalam Islam terdapat aturan bahwasanya ketika urusan ibadah tidak mampu terlaksana secara sempurna atau batal, maka dapat diganti dengan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.Â
5. Dalam Islam adanya ajaran bahwa amalan yang baik dalam ranah sosial atau kemasyrakatan lebih besar amalannya dibandingkan ibadah sunnah.Â
    Â
          Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI