Mohon tunggu...
Puwan Muda Muawanah 121211059
Puwan Muda Muawanah 121211059 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Dian Nusantara

Mahasiswa Universitas Dian Nusantara Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Sarjana Akuntansi Mata Kuliah Akuntansi Forensik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 13: Aplikasi Proses Pembuktian dan Argumentasi Logika pada Bukti Dokumen Kecurangan

7 Juli 2024   10:19 Diperbarui: 7 Juli 2024   10:25 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang Anda lihat, penalaran induktif dan deduktif sangat mirip, perbedaan terbesarnya terletak pada cara kita mengungkapkan argumen. Ketika Anda berargumentasi dari hal yang umum ke hal yang khusus, maka penalaran deduktiflah yang berperan. Ketika Anda bernalar dari observasi spesifik ke generalisasi yang lebih luas, logika induktif berperan. Penting untuk dicatat bahwa kita dapat menyusun kembali semua argumen induktif menjadi silogisme deduktif, dan sebaliknya.

Sebagai seorang penyelidik, Anda akan menemukan kedua bentuk penalaran logis tersebut. Namun, pemberian bukti dalam sistem hukum sering kali akan membuat Anda terpapar pada logika induktif. 

Dalam proses pembuktian, adalah umum untuk menyatakan dan membuktikan fakta-fakta spesifik yang terisolasi dan membangun kesimpulan umum. Oleh karena itu, proses induktif yang berpindah dari pengamatan khusus ke kesimpulan umum sepertinya terasa tepat.

Kita harus mencatat bahwa beberapa pembaca mungkin berpendapat bahwa penalaran deduktif lebih efektif karena lebih pasti secara matematis, harus menjadi bentuk logis yang lebih disukai dalam proses hukum. Ingatlah bahwa hukum, dan sistem penyelesaian sengketa secara hukum, berkaitan dengan kemungkinan, bukan kepastian. Ini bukanlah bukti mutlak yang kita cari; itu adalah bukti yang tidak diragukan lagi. 

Karena penalaran induktif idealnya cocok untuk menalar dari fakta (bukti) tertentu menuju generalisasi yang luas (rasa bersalah atau bersalah), induksi adalah bentuk argumen hukum yang lebih alami. Sebenarnya, tidak menjadi masalah apa bentuk argumen yang digunakan. Hal ini tidak berarti bahwa penalaran deduktif tidak berguna dalam konteks hukum. Justru yang terjadi justru sebaliknya.

Misalnya, kita dapat merumuskan argumen kita mengenai aktivitas Perusahaan XYZ. Argumennya secara induktif: 

"Perusahaan XYZ terlibat dalam pencucian uang karena merupakan perusahaan ekspor-impor yang beroperasi di Miami, Florida."

Dinyatakan dalam silogisme: 

(1) Semua perusahaan ekspor-impor yang beroperasi di Miami, Florida, terlibat dalam pencucian uang. 

(2) Perusahaan XYZ adalah perusahaan ekspor-impor yang berlokasi di Miami, Florida. 

(3) Oleh karena itu, Perusahaan XYZ terlibat dalam pencucian uang (deduktif).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun