“ YaAllah, Ryn. Adikmu kenapa?” tangis Ibu pecah melihat keadaan Elyna yang mengenaskan.
“Sabar, Bu. Elyna pasti baik-baik saja. Sekarang Ibu istirahat, biar Ryna aja yg jagain Lyna, Bu” tenang Eryna sembari memeluk lembut sang Ibu dan memapahnya menuju kamar.
Setelah kembali dari kamar sang Ibu.
“Apa benar? makhluk tadi yang membuat adikku seperti ini?” bingung Eryna sembari mengelus surai hitam sang adik. Tanpa disadari, Ayahnya mendengar ucapan Eryna dari balik pintu kamar Elyna
“Ouh…Tuhan…ternyata benar, Eryna bisa melihat makhluk-makhluk itu” terkejut Ayah, lalu ia berpaling, tidak jadi masuk ke kamar Elyna. “Kenapa harus dengan keturunanku si Kembar, aku belum siap Ya Tuhan” rintih sang Ayah menempelkan punggungnya ketembok dan semakin lama terduduk dengan melipatkan tangan diatas lutut, Ayah menangis tanpa suara sejadi-jadinya.
“baik, Aku akan menjaga si Kembar walau harus nyawa jadi taruhannya” tegas Ayah sembari berdiri dan menyeka air matanya.
Keesokan harinya, “akh!” rintih Elyna yang membangunkan kakaknya.
“Ada apa, Lyn? Mana yang sakit? Cepet bilang” khawatir Ryna dengan meraba-raba tubuh adiknya, agar menemukan bagian mana yang sakit.
“Apa sih Ryn! Ga usah ya pegang-pegang. Aku udah sembuh, mending kamu balik ke kamar mu sendiri. Aku mau siap-siap sekolah” ketus Elyna dengan menghempas tangan kakaknya itu. Eryna masih mematung tanpa berkilat sedikit pun, mengamati secara saksama apa yang sebenarnya terjadi
“Aku bilang keluar, ya keluar, Ryn” tegas Elyna dengan mata yang sedikit mengancam.
“Eryna! Ke-lu-ar!” Sentak Elyna dengan menekan setiap suku kata, tapi, ia tidak begeming sedikit pun dari tempatnya berdiri. Malah Eryna gantian menatap tajam Elyna, yang dihadiahi acuhan dari sang adik.