Mohon tunggu...
Aulia Zahro
Aulia Zahro Mohon Tunggu... lainnya -

Seorang biasa yang ingin menjadi luar biasa dalam berkarya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Antara Dua Pilihan

11 Agustus 2012   15:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:56 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melly hanya seorang gadis yang kecantikannya tergolong biasa. Namun, aura di dalam dirinya membuat banyak laki-laki bersimpatik. Kesempatan itu digunakan Melly untuk memilih mana laki-laki yang benar-benar mampu merebut hatinya. Sayang sekali, usia Melly sudah masuk 24th namun belum juga menemukan tambatan hati. Hingga suatu sore di super market.

"Hai! kamu Melly, kan?''

Melly tersentak, seorang pemuda sudah ada di hadapannya sambil mengulurkan tangan. Ia mencoba mengingatnya. "Dan kamu Rico?" akhirnya Melly menyambut uluran tangannya. Salaman. Rico kakak kelas Melly sewaktu SMA

"Kira-kira sudah berapa tahun yah kita nggak ketemu, kamu semakin cantik saja'' Rico berdiri di depan Melly yang asik memilih barang belanjaan.

"Ah, kamu dari dulu nggak berubah, perayu ulung hehe'' Melly nggak perduli tatapan tajam Rico.

"Aku serius, Mel!"

"Kamu, Ric. Serius dengan enggak serius sama saja.''

Rico garuk-garuk kepala yang tidak gatal ''Mel, selama ini kamu kemana aja?''

"Nggak kemana-mana kok, setamat SMA kerjaku serabutan. Pengen kuliah ortuku nggak mampu. Kamu sendiri kemana saja?''

"Aku kuliah di luar kota, Mel. Alhamdulillah sudah kelar, sekarang ngajar di sekolah dekat rumah''

"Asyik, sudah jadi Bapak Guru, dong,''

"Lumayan, Mel. Gajinya bisa buat modal nikah. Oh yah, ngomong-ngomong kamu sudah nikah, Mel?''

"Kalau sudah kenapa, kalau belum kenapa?''

"Yah, pengen tahu saja.''

Obrolan mereka semakin akrab, sayangnya Melly harus segera pulang. Selain semua keperluannya sudah dibeli, ia tidak mau kemalaman di jalan. "Aku pulang dulu yah, Ric'' Melly melambaikan tangan siap melaju dengan motor kesayangannya.

***

Sore yang cerah saat semburat jingga belum beredar dari atap perbukitan. Saat anak-anak kecil bermain dengan gembira, Melly menghabiskan waktu senja dengan duduk-duduk di beranda rumah. Saking asyiknya ngobrol dengan teman-teman ia tak menyadari seorang pemuda berada tepat di depan rumahnya.

"Mel!" Pemuda yang tak lain adalah Rico memanggil Melly sambil senyum.

Melly menatap heran, dari mana Rico tahu tempat tinggalnya. "Ric, Kok kamu tahu rumahku?''

"Siapa dulu dong?, Rico!" Rico tersenyum bangga.

Melly menyuruhnya masuk kerumah. Obrolan di super marketpun berlanjut.

"Silahkan diminum, Nak.'' Ibu Melly mengantarkan minuman, disusul dengan ayahnya Melly. Rico orangnya ramah mudah akrab.

Begitu orang tua Melly ke belakang.

"Masa cewek cantik kayak kamu nggak laku, Mel?''

"Yah, bukannya nggak laku si' belum ketemu jodoh aja.''

''Bener belum punya pacar?''

"Tau ah, ngomongin itu melulu. Emang nggak ada obrolan yang lain apa!" tanya Melly ketus

"Iya, yah? Dari tadi ngomongin ini mulu, mungkin sudah waktunya kali he he he''

Mereka diam, tenggelam dalam pikiran masing2.

Tak terasa dua bulan sudah mereka ketemuan. Seringnya Rico main kerumah Melly membuat mereka semakin akrab. Bahkan Rico tak segan-segan minta ijin ngajak Melly jalan-jalan. Keakraban mereka semakin bertambah, bukan lagi teman, tetapi sepasang kekasih. Bahkan, sudah berkali-kali Rico minta ijin mau melamar. Ia ingin sesegera mungkin dapat menikahi Melly. Sedang Melly selalu beralasan belum siap.

***

"Mel. Kenalin ini Eyang.'' Ibu Melly mengenalkan seseorang yang baru di lihatnya.

"Wah.... Wah... Ini toh, gadismu, Yu?" laki-laki setengah baya duduk di ruang tamu sambil manggut-manggut menatap Melly.

"Anakku nomer dua, Kang. Melly, ayuk salaman sama Eyang.''

Melly mengulurkan tangan, salaman. Terus duduk di kursi sebelah Eyang.

"Siapa namamu, Nduk?''

''Melly, Eyang''

"Berapa usiamu sekarang?''

"24, Yang''

''Loh, 24 tahun seorang gadis masih sendiri?'' Eyang mengeraskan suaranya.

"he he nggak laku, Eyang. Nggak ada yang mau'' Melly menjawab cuek.

"Nggak ada yang mau atau pilih-pilih?''

"he he nggak tahu'' Melly mengangkat bahu tidak perduli.

Eyang diam sejenak. "Begini, Eyang punya kenalan seorang pemuda, dia lagi mencari jodoh. Anaknya gagah, alim, suka ngisi khotbah Jum'at, ngisi pengajian, tapi ada sayangnya'' Eyang menatap Melly ''Dia tidak punya kerjaan tetap, Kerjanya serabutan, Melly mau Eyang kenalin?''

Spontan Melly berdiri. Matanya berbinar, tajam menatap penuh kesungguhan. "Mau, Eyang.''

"Yah, memang pemuda alim begitu yang ditunggu, nggak mungkin Melly menolak'' Ayahnya Melly yang sejak tadi diam, ikut menimpali.

"Ya sudah, besok Eyang ke sini lagi dengan Izul. Itu nama dia.''

Melly tersenyum sangat bahagia, ia begitu mudah melupakan Rico, walau belum bertemu pemuda bernama Izul telah bertahta di hatinya, bahkan belum jelas siapa dan bagaimana orangnya. Melly hanya berfikir tentang ilmu agama yang di miliki Izul. Jarang sekali ada pemuda seperti itu.

***

Seperti hari minggu biasanya. Rico akan datang kerumah Melly. Kali ini Melly mengajak Rico ke suatu tempat karena ada sesuatu yang ingin dibicarakan. Ahirnya mereka pergi ke taman dengan pemandangan sebuah air terjun. Tak butuh waktu lama, mereka telah sampai di taman yang penuh dengan bebatuan. Melly duduk di sebuah batu besar diikuti Rico duduk sebelahnya.

"Tumben ngajak ke sini, ada apa, Mel? Hm... apa mau bilang sudah siap menikah.''

Melly diam sejenak kemudian mendesah, sebuah kata yang tidak mudah diucapkan. "Begini Rico, kemaren Eyang datang ke rumah, beliau bilang mau menikahkan aku dengan pemuda pilihannya'' Melly terpaksa berbohong, dengan begitu ia berharap akan memudahkan segalanya.

"Terus kamu mau?'' Suara Rico menjadi dingin.

Melly hanya diam sampai akhirnya waktu mengharuskan mereka pulang.

***

"Dari mana aja si, Mel, Itu Eyang sudah menunggu'' Melly dikagetkan oleh suara ibunya, dia baru pulang melihat Pameran.

Melly segera menuju ke ruang tamu, dilihatnya eyang dan seorang pemuda tampan di sebelahnya. "Melly, ini dia Izul, dan Izul, itu Melly!" Melly dan Izul saling bertatapan sebentar.

Karena Eyang sudah lama, merekapun pamit pulang. Dengan janji seminggu kemudian akan datang lagi.

Seminggu telahpun berlalu, Eyang tak kunjung datang. Seminggu itu juga Rico tidak datang. Minggu bergan ti bulan baik eyang dan Rico tak kunjung datang. Melly semakin bimbang, akhirnya ia mengambil keputusan datang kerumah Rico. Mungkin Ricolah yang akan menjadi jodohnya. Lagian apa kurangnya Rico?

''Tumben datang kerumah, Mel. Ada yang penting?'' sambut Rico dingin

"Gimana kalau kita keluar sebentar, Ric!"

''Di rumahku nggak ada orang, santai saja, bebas juga mau ngomong apa.''

Melly memandang ruangan rumah Rico. Menyelidik.

Sepertinya Rico dapat membaca pikiran Melly. "Hubungan kita sudah berakhir, Mel!'' Rico menunduk, menatap lantai rumahnya.

"Maksudmu?!" Melly terkejut menatap Rico dengan sejuta keraguan "Dengan semudah itu?" sambungnya

"Iya, apa perlu diulang, hubungan kita sudah berakhir''

Air mata tak bisa dibendung lagi, Melly tak dapat berkata apa-apa selain sesunggukan, lehernya terasa sakit menahan tangis yang enggan dikeluarkan.

Tanpa dipinta Rico mulai bercerita.'' Hari itu, sewaktu kamu bilang mau dijodohkan malamnya aku mabuk, karena takut dimarahin orangtua, aku pulang ke rumah teman. Mereka sudah berkeluarga tapi belum punya anak. Saat aku datang mereka pergi kondangan. Setelah itu aku tidak sadar. Aku sadar ketika aku sudah di sidang di balai desa, rupanya di rumah temanku ada seorang perempuan.'' Rico menelan ludah ''Aku tidak tahu apa yang di buatnya yang pasti hasil sidang menuntutku untuk bertanggung jawab."

"CUKUP!" belum selesai Rico bicara, Melly sudah memotongnya. "Dasar laki-laki!" Melly pergi meninggalkan Rico dengan luka yang menganga dan berjuta penyesalan kenapa duluia meski berbohong tentang perjodohan. Rico tak mampu menyegah hingga akhirnya mereka tenggelam dalam penyesalan.

TAMAT

Sifat manusia terkadang meninggalkan kepastian demi mengejar sebuah kebimbangan yang akhirnya berujung penyesalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun