Kebaktian sudah genap
bapak menggali kuburan riuh
saudaraku menjala pertempuran
badai gurun
jasad beradat penuh
terbaring angkuh
di atas papan catur.
Berkembangbiaklah bumi yang labil
turut berenang di dalam lautan tak bertepi
ataukah menelan bunga-bunga karang
tanyaku waktu itu
mengapa dewan-dewa rajin mabuk
menjaga pintu kematian
sekian waktu dikhianati
jadi suatu dongeng
huruf-huruf lumpuh di lembaran koran
aku kecurian tanah-tanah pijak
sepuluh tahun kubangun jadi tugu hijau dihatimu
mencair.untuk penyair atau penginjil.
PERTEMUAN II
Siapa mau bersajak.tiang-tiang beton salah dihapalkan
penyanyi beriman, itu pikiran pertama
menyergap percakapan di pintu rumah
satu abad kemudian
sepotong ginjal tak bernilai jual
potret semua perkawinan retak
setia bersetubuh dengan birahi angin.
.
PERTEMUAN IV
Mari kita membangun kapal besar di atas gunung batu
suatu pertemuan ribuan jam terbang
sibuk mencuri buah jarum
dari dalam perut laut
kemarin disodorkan
daging adat
sekarang kesetiaan darah anggur
harus dipikul rata.
Hujan, Hatiku Gelisah Ingin Turun ke Sawah
Sejak kemarin sudah kulakoni
rumah tangga yang hancur
menyebar firman-Mu melalui media digital
menjadi teladan bersolek di kaca di gereja.
Lalu berbicara dengan suara lantang;
anak-anak di Damaskus Suriah yang kelaparan
anggaran negara defisit Rp 290 triliun
hingga PHK massal bertabrakan dengan kendaraan di jalan.
Pagihari ini
semua jadi berubah total
kulihat air rawa
di tubuhnya ada sawah.
Perahu berlayar
dengan pose seperti seekor macan
menyesal dan harus berdiam
seperti keterasingan diri.
Pamulang, Februari 2016