Mohon tunggu...
Puji Khristiana
Puji Khristiana Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga 2 anak yang hobi menulis

Bekerja sebagai penulis konten dan blogger

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

The Last Revenge

3 Februari 2022   12:48 Diperbarui: 3 Februari 2022   13:37 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara TV sudah tinggi. Tapi nyatanya kalah tinggi dengan suara Neil dan Karyl yang masih berlomba saling memaki. Baiklah. Sepertinya sesekali boleh saja mengabaikan nasehat ibu. Suara mereka sudah masuk katagori polusi untuk kenyamanan dan ketenangan rumah kami. 

Aku bangkit dari duduk. Mengabaikan suara ibu dan Mas Davin yang berteriak mencegahku. Pintu penghubung antara rumah ibu dan tempat tinggal Neil kubuka kasar. Hanya dalam sekali langkah. Aku bisa menyaksikan sendiri mereka yang sedang bertengkar.

"Neil, Karyl, bisa diam, nggak? Kasian ibu. Udah tua. Masih saja harus denger kalian bertengkar terus tiap hari. Terutama buat Lu, Karyl. Nggak malu apa? Sama follower medsos lu? Yang mengira Lu adalah sosok wanita panutan untuk nominasi wanita sekaligus istri yang ideal karena rumah tangga yang harmonis?"

Karyl hanya menatapku sinis. Tak membalas dengan kalimat apapun.

"Dan Lu juga, Neil. Ini? Perempuan yang Lu bela selama ini? Yang Lu perjuangin. Rela menuruti keinginan mamanya untuk segera menikahi hanya karena takut kehilangan? Apa dia membuat Lu bahagia sekarang, hah?"

Sama seperti Karyl. Neil juga tidak menjawab satu kata pun. Dia memilih diam. Sambil membuang muka dari pandanganku. Belum puas aku mengeluarkan apa yang selama ini menjadi ganjalan, Ibu dan Mas Davin sudah menyusul dari belakang.

"Grace, Sudahlah. Pulang. Sudah malam. Malu sama tetangga." Sambil memegang lenganku, ibu berkata pelan. Aku menggeleng. Tujuanku ke sini bukan untuk bertengkar. Tapi menyelesaikan apa yang seharusnya diselesaikan. 

"Baiklah. Mumpung semua kumpul di sini. Tidak ada salahnya kita bicara sebentar. Gue harap setelah ini nggak ada lagi apa yang namanya pertengkaran. Kalian tetap hidup rukun sebagai suami istri yang baik."

Aku menuntun ibu duduk di kursi panjang ruang tamu tempat tinggal Neil. Diikuti Mas Davin yang menggendong Eliz. Meski agak malas-malasan, Neil dan Karyl terlihat ikut saja. Duduk di kursi masing-masing dengan raut muka yang masih mendung. 

"Karyl. Gue mau tanya sama Lu. Mau Lu tu sebenernya apa? Sebelum Lu nikah sama Neil, pastilah Lu tau gimana keadaan Neil yang sebenarnya. Gimana keadaan ekonominya. Lu sendiri yang minta cepet-cepet dinikahin. Seharusnya Lu tau konsekuensi apa kalau nikah sama dia. Jangan nuntut hidup mewah. Bahkan untuk bisa makan aja udah syukur."

Karyl membuang pandangan. Melengos. Tidak menjawab. Seperti malas mendengar omonganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun