"Kenapa? Bukannya aku dah biasa ke tempat bencana."
"Iya sih, tapi perasaanku beda aja. Lebih cemas daripada waktu kamu ke sinabung dulu."
"hahaha...kamu ini aneh, udah tau pacarmu ini pecinta alam. Masih aja khawatir. Waktu diksar aku terbaik lho."
"Itu kan diksar, lha ini bencana beneran lho!"
"Tenang, kalaupun terjadi apa-apa sama aku, berarti aku mati syahid. Kan jaminan surga." Kata Rani sambil tersenyum manis. Dibawah redup cahaya purnama malam itu, Rani memang terlihat sedang cantik-cantiknya.
"Hush, jangan ngomong gitu. Masih kan masih banyak jalan lain buat masuk surga."
"Dah lah gak usah dibahas lagi, pulang aja yuk."
"Hmmm...ya udah ayo pulang."
Mereka berdua pulang dengan perasaan berbeda. Wana dengan kegelisahannya dan Rani dengan rasa siaganya. Ya, Rani sudah menyiapkan diri kalau tiba-tiba ada panggilan untuk berangkat ke kota P.
Kegelisahan Wana bukan tanpa alasan. Ia banyak membaca tentang potensi bencana di kota P. Dari berbagai artikel yang ia baca, di laut sebelah selatan kota P terdapat patahan besar di dasar lautnya. Patahan tersebut sering bergerak. Karena itu gempa dalam skala kecil sering terjadi di kota P. Sedangkan gempa besar yang baru saja terjadi sebenarnya sudah diprediksi sejak lama. Hanya saja beberapa alat deteksi tsunami yang terpasang di pantai kota itu diketahui sudah rusak sejak beberapa tahun lalu. Sewaktu-waktu gempa dan tsunami susulan bisa saja terjadi.
Kegelisahan Wana akhirnya terjawab. Minggu pagi datang pesan singkat dari Rani untuk berpamitan.