"Ohh ya udah hati-hati. Jangan kemaleman pulangnya. Salam buat mas Tomo dan mbak Lastri yaa." Tomo dan Lastri adalah orang tua Rani.
"Siap ibunda." Setelah mencium tangan ibundanya, Wana pun bergegas ke rumah Rani.
Berbeda dengan Wana, malam itu Rani hanya berdandan seperti biasanya. Tak ada yang berbeda. Rani hanya mengenakan jaket, berhijab, mengenakan celana black-hawk kesukaannya dan tak lupa pula sandal gunung eiger kebanggaannya. Bisa dibilang tampilannya jauh dari kata feminim untuk kencan malam mingguan. Tapi itu semua tak mengurangi sedikitpun kecantikan yang terpancar dari wajahnya.
Setelah menyampaikan salam dari bundanya kepada orang tua Rani, mereka berdua bergegas pergi menuju bukit bintang. Tempat yang mereka tuju adalah sebuah bukit yang terletak di timur kota C. Dari situ akan terihat jelas kerlap kerlip lampu di kota C pada malam hari. Kalau beruntung langit tak mendung, hamparan gemintang juga akan melengkapi keindahan pemandangan malam.
Begitu tiba disitu, ternyata tempatnya cukup ramai. Berbeda dengan saat pertama kali Rani ke tempat itu saat pelantikan pecinta alam dulu. Warung-warung sudah berjajar rapi. Tapi bukan Rani namanya kalau tak bisa mencari tempat yang pas untuk menikmati keindahan malam. Usai membeli camilan dan air mineral, Rani mengajak Wana ke ujung bukit. Ternyata benar, tempat itu sepi. Dan pemandangan kota lebih terlihat hidup disana. Hanya saja mereka harus berjalan 15 menit dari tempat parkir.
"Bagus kan?"
"Iya bagus banget, aku sering ke bukit bintang, tapi baru tau kalau ada spot sebagus ini. Biasanya paling banter cuma ngopi di warung-warung itu."
"hih..mainstream."
"Kamu tahu kenapa aku suka ke sini?" Tiba-tiba Wana berlagak agak romantis. Sepertinya ia akan menggombal.
"Hhh..karena pemandangannya indah, dan harga makanannya murah. Iya kan?"
"ahahahaha..tepat sekali...kok kamu tahu sih? Padahal aku tadinya berharap kamu tanya balik, kenapa, terus aku bisa gombalin kamu."