Lale.  Aku jadi sedikit memahami perasaan Romeo kepada Juliet. Juga sedikit  memahami bagaimana jika ada perasaan laki-laki Cataluna mencintai  perempuan dari Castilla. Mereka beranggapan yang berpaham kiri pastilah  mendukung Barcelona dan akan mati-matian menentang kaum borjuis.  Proletar seperti aku, seperti Romeo, dan seperti laki-laki Cataluna  tetap akan berusaha mempertahankan cinta meski memiliki status yang  berbeda. Lale. Gelar kebangsawanan itu tetap tidak dapat kau jadikan  alas an untuk sebuah perpisahan. Toh, nyatanya, kau pergi meninggalkanku  untuk lelaki lain. Teman sekamarku sendiri yang katamu punya hapalan  sembilan juz Alquran. Dan di pesantren, ketampanan seorang lelaki  dinilai dari jumlah hapalan Qurannya.
"Berapa juz yang kau hapal?" Itu pertanyaanmu ketika kali pertama kita berkenalan.
"Hanya dua," jawabku tersipu.
Kau  diam, menimbang-nimbang seberapa berharganya aku. Aku memperhatikan  lekuk bibirmu dan tak sengaja menahan ludah. Aku tahu, kau menangkap hal  itu dan menahan senyum geli di dalam sana. "Menurutmu, dari dua juz  yang kau hapal itu, mana surat yang paling indah?" tanyamu tiba-tiba.
Ada  sebelas surat pada juz 29, dan 37 surat pada juz 30. Surat favoritku  saat masih kecil tentulah tiga surat terakhir, surat pamungkas---sapu  jagat. Karena pendeknya, dibaca terus-terusan di tiap shalat. Kalau mau  beralasan, bolehlah merujuk riwayat apabila membaca ketiganya sama saja  dengan mengkhatamkan ketiga puluh juz alquran---meski sudah dibatalkan.  Memandang Lale, tentu bukan jawaban seperti itu yang dia inginkan. "Al  Mulk," jawabku penuh pertimbangan.
"Al Mulk? Kenapa?"
"Karena sepertimu."
"Apa hubungannya aku dan kerajaan?"
"Kau angkuh."
"Angkuh?"
"Juz  29 dilambangkan dengan huruf hamzah. Artinya, ia melambangkan sosok  kuat secara pribadi. Jika kau menginginkan sesuatu, sebelum tercapai,  kau tidak akan tenang. Sulit bagimu untuk bersabar dan mengontrol diri.  Tapi..."