THE LORD OF THE RING (CINCIN RAJAWALI SAKTI)
     Â
      Di perkampungan tinggallah Wira dan keluarganya.
"Ibu, ada baiknya kita bawa Wira ke rumah saudara kita," ajak ayah dengan lembut. Maka, berangkatlah mereka sekeluarga. sepanjang perjalanan Wira menunduk dan memegang cincin dalam genggamannya. "Putri kita pasti bertemu." Di tempat lain puteri tiba-tiba pusing kepalanya dan memegang cincin pemberian Wira. "Suatu saat nanti kita akan bertemu lagi. "Aku akan mencari dan menemukanmu," lanjut Wira yakin dalam hati. Perjalanan yang ditempuh oleh keluarga Wira cukup jauh. Ketika singgah dan beristirahat pada suatu tempat, tempat itu adalah sebuah tanah lapang.
Wira berkata, "Ayah aku mau berlatih berkuda dan memakai pedang." Ibu Wira menanggapi, "Akan tetapi, anakku kemampuan tersebut hanya untuk kondisi yang tepat ketika diperlukan." Wira pun menjawab, "Sudah tentu ibu, bukankah ibu pernah mengatakan bahwa kita harus mencintai perdamaian."
""""
Lima belas tahun kemudian, puteri dan Wira sudah tumbuh dewasa. Puteri Binar memiliki hidung yang bangir, mata yang indah, bulu mata yang lentik dan lebat, wajahnya tirus, alis matanya terbentuk indah, bibirnya berukuran sedang, dagunya lancip, dan kulitnya kuning langsat. Sedangkan Wira bermata bulat indah, bibirnya tidak terlalu tebal, alisnya tebal, hidungnya mancung sekali, dan kulitnya putih. "Ibu, doakan saya lulus ujian untuk seleksi menjadi pengawal raja."
"Pasti sayang dan kamu juga tidak boleh lupa berdoa." Lantas ibu menambahkan, "Ingat pesan ayah dan ibu. Kalau kamu sudah berhasil, kamu tidak boleh sombong."
"Insya Allah."
"Ayah yakin kamu akan berhasil dan menjadi orang kepercayaan raja."
"Amin," serentak ibu dan anak mengaminin kata panutan mereka.
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hari di mana Wira sudah mendapatkan kelulusannya menjadi pengawal raja. Ibu Wira menangis menyaksikan kepergian puteranya ini. Adik Wira pun ikut menangis, sedangkan ayah Wira hanya menahan haru di hatinya.
""""
      "Kakak, aku berterima kasih karena kamu sudah menjadi kakak yang baik."
      "Tidak apa-apa, adikku."
      "Kakak, kamu pintar sekali menjahit."
      "Iya, terima kasih dan ini semua karena ibu yang mengajarkannya padaku."
      "Kakak mengapa kamu tidak mau menerima gelar puteri yang dianugerahkan ayahanda?"
      "Adikku sayang setiap manusia itu sama, tetapi yang membedakannya adalah ketaqwaannya." Teringatlah puteri masa-masa ketika pangeran baru dilahirkan.
      Kelahiran pangeran Aliuddin sudah berjalan 30 hari. Maka, orang-orang di istana sedang bersiap-siap untuk acara syukuran. Acara ini adalah salah satu ajaran agama. Acara ini juga membuat rakyat bisa bertemu dengan calon pemegang tahta. Rakyat berharap raja akan memiliki penerus yang tepat. Penerus yang mencintai rakyat dan mumpuni.
       Rakyat mendengar calon pemegang tahta, yang baru lahir sering menangis dan sekaligus tersenyum. Katanya jika seorang bayi tersenyum, ada seorang malaikat yang datang dan menyapa. "Ibu, aku senang sekali. Sekarang aku sudah seperti puteri," puteri Binar sedang mencoba pakaian yang baru selesai dijahitkan Ibu. "Aku ingin pandai menjahit seperti Ibu, nanti kalau aku sudah besar." Ibu Binar menyahut dan membalas ucapan anaknya, "Kalau begitu kamu harus rajin belajar dan memperhatikan Ibu mulai dari sekarang." Puteri Binar yang dirindukan Wiraa pun berujar, "Baik, Bu. Ibu, ternyata pakaian ini bagus sekali."
      Binar pun memakai pakaian yang dijahitkan ibunya itu ketika acara syukuran pangeran kecil. Sudah barang tentu Binar terlihat cantik sekali. Binar ditemani ayahnya ke istana. Pangeran yang dalam gendongan ratu, diperhatikan oleh Binar. Tak sengaja gadis kecil ini memanggil pangeran dengan sebutan Ali.
      Ayah Binar terkejut, "Mengapa kamu memanggilnya, Ali?" Raja yang mendengar pengawalnya sedang berbincang dengan putri kecilnya langsung menanggapi. "Aaah, tidak apa. Anakmu pintar sekali. Putraku akan kuberi nama pangeran Aliuddin." Orang-orang di sekitar yang ada di lokasi syukuran atau orang-orang yang menghadiri acara senang sekali. mereka berpikir bahwa nama tersebut cocok dan merupakan nama yang bagus sekali.
      Sesampainya di rumah, ibu puteri mengajak anaknya untuk membersihkan diri, karena hari sudah sore. "Bagaimana kamu sudah dapat teman baru?" tanya Ibu berharap. "Tentu saja, sang pangeran kecil."
      "Apa? Maksud kamu yang baru lahir?"
      "Tentu saja Ibu. Aku akan menjadi kakak yang baik bagi pangeran Aliuddin."  Lantas puteri Binar pergi mandi bersama ibunya. Malam hari pun tiba, puteri yang masih berusia enam tahun datang ke pangkuan ibunya. Puteri merenggek minta diajari membaca.
      "Ini Budi," suara Ibu mulai mengajari.
      "Ii-ni Buu-di," Binar mengikuti.
      "Ini Wira."
      "Ini. Wira," lancar Binar mengikuti. "Bu apa kabarnya Wira ya?"
""""
(Flashback)
      "Ibu mengapa kita pindah?" tanya Binar sedih.
      "Kita harus mengikuti kemana pun ayah pergi."
      Ayah yang baru pulang kerja dan berkata, "Sayang sini kemari pangku ayah. Ada yang ayah bawakan untuk kamu." Binar menghampiri ayahnya dan duduk di pangkuan sang ayah. Ternyata sang ayah membawakan kue kesukaan sang anak. Puteri langsung memakannya sambil terenyum. "Putriku sayang, mengapa kamu tidak senang tinggal di rumah yang lebih bagus?" Binar terkejut dan menjawab, "Senang, pasti senang ayah."
      Istana begitu megah rakyat bersiap menyambut kehadiran anggota baru istana. Puteri Tari Mestika sedang mengandung seorang bayi lelaki. Binar di rumah binggung melihat orang-orang berkumpul di jalan. Dalam benaknya ada apa ini? Apa yang sedang mereka bicarakan. "Ibu, Ibu lihat ada banyak orang di jalan."
      "Tentu saja sayang. Begitu banyak orang di negeri ini. Mereka sedang menjalankan aktivitasnya." Binar enggak mau kalah, "Tapi lihat kemari dulu Ibu," Ibu pun datang menghampiri anaknya yang sedang melihat dari jendela. Kemudian pasukan berkuda pun datang melewati rumah mereka. "Itu kan Ayah. Ayah-Ayah Binar ikut." Pria berkuda di samping ayah Binar melihat ke arah Binar. "Mari kita ajak putrimu ikut. Dia itu putrimu kan?" Ayah puteri pun menjawab sumringah. "Benar."
      Di dalam istana Puteri Binar senang sekali. Dia pun ikut menunggu proses kelahiran putra mahkota. Sepuluh menit kemudian terdengarlah suara tangisan bayi. Puteri bahagia sekali. "Akhirnya pangeran lahir. Aku akan merawatnya."
""""
      "Kakak bajunya bagus sekali. Aku senang sekali."
      "Bagaimana kalau nanti kakak jahitkan lagi."
      "Boleh-boleh, asyiik, tetapi kakak jangan lupa beristirahat," pesan pangeran kepada kakaknya."
      "Anakku, cobalah untuk memikirkan dirimu sendiri. Sebenarnya kamu ini kan seorang puteri?" desak Ibu cemas.
      "Iya, Kak. Rakyat berbicara di sana, katanya puteri kurang pandai berdandan dan memilih pakaian untuk dipakai oleh dirinya sendiri. Mereka tidak tahu bahwa sudah banyak pakaian yang indah, yang telah kakak buat. Baju itu pun sangat sepadan dengan orang yang memakainya. Puteri sangat bagus dalam memilihkan model untuk seseorang."
      "Kakakmu ini sebenarnya pintar berdandan dan memilih pakaian, tetapi entah mengapa atau ada sesuatu yang membuatnya menghindari seperti apa yang kita harapkan selama ini," jelas Ibu kepada pangeran Aliuddin.
      "Kak Binar lebih memilih hidup sederhana," pangeran menganalisa sikap kakaknya.
      "Hmmh, usiamu semakin dewasa. Suatu saat nanti, kau akan bersuami. Kamu diwajibkan untuk bisa menyenangkan suami. Maka, kamu harus sedikit berubah dan coba lebih memikirkan dirimu sendiri," sambung Ibu lagi untuk menghilangkan ganjalan yang ada di hatinya.
      "Pakaian yang indah ini harus kita beritahukan karya siapa ini. Kakak bisa menjadi puteri yang sukses dan memiliki banyak karya," lanjut pangeran Aliuddin bersemangat. "Kata ibunda Ratu, Kakak harus memiliki banyak orang untuk membantu agar karya kakak bisa cepat dihasilkan dan dalam jumlah banyak," pangeran Ali berapi-api. "Jangan-jangan kakak tidak mau berdandan, karena takut banyak orang akan menaksir Kakak."
      Puteri Binar yang cantik jelita ini mengangguk, di benaknya dia teringat mengenai cincin pemberian temannya. "Puteri tenang saja. Kita akan cari lelaki yang selama ini selalu menemani pikiran Kakak. Ayahanda dan Ibundaku akan membantu. Ibunda Ratu menanyakan apakah kakak sudah menyiapkan pakaian untuk acara pengangkatan prajurit baru?" tanya adik puteri dengan lembut.
      "Sudah. Sudah dari kemarin. kalau begitu dengan senang hati aku akan berubah. Aku pun yakin kalian pasti bisa mencari lelaki idamanku."
""""
      "Waah, puteri cantik sekali. Puteri Sumatera yang sangat cantik. Tanpa memakai perhiasan dan dandanan, puteri sudah cantik. Apalagi sekarang. Sempurna," ayah puteri memuji sang anak. "Oops, tunggu dulu. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Itu kata putri kita, abangda," Ibu menanggapi. Puteri Binar Cahaya Mentari mengangguk.
      "Ada seorang puteri dari orang kebanyakkan, yang sangat cantik. Pakaiannya menutup tubuhnya. Pakaian berwarna kuning keemasan. Warna kebanggaan kerajaan Melayu," seorang pujangga nan mansyur mengambarkan kebanggaan Melayu ini. "Bunga yang menarik hati menghiasi kupingnya yang indah. Kerabu dan rantai dan gelang yang indah dipakainya. Tidak terlalu banyak perhiasan, tetapi sangat menawan. Mahkota kecil yang sangat indah dan rambut yang disanggul rapi. Ada selendang yang menutupi rambutnya, serta kain songket yang sangat indah," tutup pujangga.
      Ibunda Binar merasa sedikit senang, karena melihat cahaya kebahagiaan di raut wajah putrinya, yang telah menjadi puteri angkat raja. Ibunda masih ingat masa-masa Binar murung. Waktu itu puteri kembali menjahit. Puteri menangis. Entah mengapa puteri selalu terbayang dengan lelaki si pemberi cincin, bahkan ketika dia belum tumbuh besar. Puteri mempunyai pengalaman di mana dia diberi cincin. Maka, sejak kecil puteri selalu memberi. Puteri sangat dermawan. Puteri selalu berusaha memberi kepada orang lain.
      Waktu kecil putri memberikan boneka kepada adiknya. Puteri juga memberi uangnya kepada adiknya, meskipun adiknya seorang putra mahkota. Puteri selalu tersenyum dan tidak pernah bermuka masam, jika tertawa dia tidak mau terbahak-bahak. Hal ini dilakukan bukan hanya karena tata krama kerajaan untuk menjaga kepribadian, tetapi karena tidak enak dilihat orang.
      Puteri sangat santun. Ibunda menasehati, "Puteri kecantikkan dan kekayaan tidak dibawa mati, tetapi akhlak yang baik dan budi yang baik menjadi tabungan kita di akhirat kelak." Binar menyimpulkan, "Kita tidak boleh menyombongkan diri." "Benar sekali anakku. Selain itu, jika kamu lihat yang lebih baik, maka kamu harus senang dan tidak merasa iri apalagi benci."
""""
      Hal yang sama pun terjadi pada Wira. "Ibunda, kapan kita ke rumah putri teman baru ayahanda lagi?" tanya Wira yang teringat pernah diberi tumpangan oleh seorang pria, yang usianya kira-kira sebaya ayahandanya. pria ini pun tidak sengaja menjadi teman keluarganya. begitu kenal akrab dan langsung menjadi teman.
      waktu itu keluarga Wira sedang menmepuh perjalanan jauh dan butuh tempat berisitrahat. namun ayahandanya lah yang menjawab, " Boleh-boleh, tetapi ingat kamu harus membantu ayah di rumah. "Wira tersenyum. "Mengapa melamun?" tanya ibunda Wira lembut dan halus. "Iya, Ibunda ananda ingat sesuatu, Wira terus memandangi cincinnya. "Ooh, cincin ini. Indah sekali. Besok kita akan datang ke tempat yang kamu inginkan. Ya, kan abangda?" sang ayahanda pun setuju." "Hore-hore," Wira bersorak kesenangan. "Karena kamu sudah senang, kamu harus makan sekarang biar gemuk," bujuk ibunya dan Wira setuju kegirangan.
""""
      Sebelum acara pengangkatan prajurit baru, pangeran Aliuddin sempat mengajak puteri untuk mencari lelaki yang selalu menganggu pikirannya, yang tak lain adalah Wira. Mereka keluar istana. Puteri senang ketika dia berjalan-jalan di kota, mereka ditemani oleh seseorang. temannya itu baik sekali. Puteri menyukainya. Puteri diajarin memanah. Pengalaman yang sangat berharga. Puteri jadi seperti lelaki, karena dia mengenakan celana. Puteri Binar merasa lebih bebas dan leluasa.
      Persahabatan mereka benar-benar tulus. Sampai ketika puteri memperkenalkan adik perempuannya kepada temannya itu. Temannya puteri sangat baik. Selain itu, temannya puteri memiliki teman lelaki yang katanya lebih hebat dari dia. Orangnya pendiam. Ternyata ada sesuatu dari temannya yang disembunyikan.
      Dalam memanah harus mampu berkonsentrasi dengan baik dan bisa melakukan teknik yang benar. Pada kesempatan kedua perjumpaan mereka, mereka pun berlatih dengan serius. Ketika memanah, tiba-tiba tangan puteri terluka. Tangan puteri langsung diperban. Adik puteri pun menangis. "Jangan menangis. Kakak tidak apa-apa." "Kakak cincinnya mana?" Puteri Binar tersentak dan langsung mencari. "Astaga cincin itu tidak boleh sampai hilang."
      Cerita puteri yang mencari lelaki yang memberikan cincin kepadanya, diketahui oleh pemuda yang sangat menyukai puteri. Dia pun  mulai membuat cincin yang palsu agar puteri percaya dan mempunyai rencana lain, yaitu mendapatkan cincin yang asli.
      seorang pengawal masuk ke kamar yang ditata rapi dan apik, "Pangeran, pesanannya sudah siap." "Bagus sekali. Aku akan segera mendapatkan puteri yang cantik jelita dan baik hati." Tanpa disangka pengawal angkat bicara, "Lebih baik pangeran mendapatkan wanita tersebut dengan cara yang lebih baik." Pangeran menjawab sinis, "Aku tidak yakin." "Anda harus yakin dengan kemampuan Anda pangeran," lanjut pengawal lagi. "Baik-baik, tetapi biarlah kucoba dulu cara yang tadi." Pengawal kecewa sekali dan berdoa agar Pangeran segera berubah.
""""
      Ketika acara yang dimaksud ratu terlaksana, Pangeran jahat sengaja mendekati puteri agar bisa menyapa puteri Binar Cahaya Mentari, tetapi sekaligus terkejut betapa cantiknya puteri. Puteri memakai pakaian warna keemasan. "Tuan Puteri, cincinnya bagus sekali." Belum sempat pangeran jahat melanjutkan kata-katanya, puteri sudah melihat cincin yang melingkar di jari manis pangeran itu. Puteri keringat dingin. Puteri terpaku. Puteri memandangi wajah sang lelaki yang ada dihadapannya. Untung saja pangeran Aliuddin mendekati. Pangeran Ali binggung dengan ekspresi kakaknya dan segera menyimpulkan. Kakak beradik ini antara menerima dan tidak. Menerima karena sudah lama dinanti orang yang mengenakan cincin yang sama. Menolak karena yang memakai cincin yang mirip dengan cincin puteri adalah sepertinya orang atau lelaki yang kurang baik.
      Di sisi lain seorang prajurit yang baru dilantik sedang mencuri-curi kesempatan untuk mencari tambatan hatinya. Apalagi sesampainya di kota ini, Wira mendapat informasi bahwa puteri angkat raja sangat merindukan teman kecilnya, yang pernah memberi cincin kepadanya. Tahulah dia sekarang bahwa teman kecilnya atau gadis kecil yang pernah dihadiahkan cincin olehnya sudah tumbuh menjadi perempuan berbakat yang cantik dan baik hati.
      Akhirnya Wira berjumpa dengan kekasih hatinya dan hampir saja tidak mampu bergerak karena rindunya. Sang puteri pun melihat. Tanpa sengaja tatapan mereka beradu. Allah sudah mempertemukan mereka. Puteri senang sekali. Hatinya sudah memberi jawaban. Dia yakin prajurit yang dihadapannya adalah teman kecilnya, Wira.
      Maka gagallah upaya pangeran jahat. Wira menghampiri, "Apakah nama puteri adalah Binar?" tanya Wira cepat. "Benar sekali." Sudah lama sekali aku menunggumu Wira," jawab puteri sedih campur senang.
""""
      Puteri Binar berjalan-jalan bersama Wira. Tiba-tiba sesuatu terjadi. Mereka sedang membagi-bagikan boneka kepada anak-anak yatim.
Anak-anak    : "Kita berada di mana sekarang?"
Wira         : "Semua gelap."
Puteri        :"Tidak usah berteriak dan yang diperlukan sekarang kita berdoa."
Wira         :"Benar-benar."
      Mereka berdoa terus, akhirnya terang masuk. Mereka pun merasa senang. Mereka fokus ke tempat semula mereka berada.
Wira         :"Cincin kita mana?"
Puteri Binar   :"Haah, iya. Kemana ya?"
      "Haaaaaah," suara mereka keras tersedot dan kembali ke tempat semula. Di sana sudah berkumpul banyak orang. "Tuan puteri, ini ada hubungannya dengan lelaki yang melakukan penduplikatan cincin  seperti milik kalian," kata pengawal pangeran Aliuddin.
      Binar dan Wira serentak, "Kami tidak tahu. Kami hanya berada di tempat yang gelap." Binar melanjutkan, "Lalu kami berdoa tiada henti dan cahaya terang datang." Anak-anak bersorak dan pangeran Aliuddin senyum simpul. Pangeran geleng-geleng melihat kekompakkan kakak dan calon iparnya itu. Seperti sudah dibuat skenario. "Untung kita selamat, jika tidak kita tidak bisa menjumpai orang tuamu. Padahal aku ingin sekali berjumpa dengan orang tuamu," lanjut puteri cemas. "Untung kita selamat, sudah tidak usah sedih lagi, kan sekarang rencana kita akan terwujud. Insya Allah," balas sang kekasih pula.
""""
      Maka, tak lama setelah pertemuan Wira dan Binar, diadakanlah acara pernikahan puteri angkat raja, yang dipersunting oleh prajurit yang tangguh. Putri dan Wira senang sekali. Mereka berharap kehidupannya akan terasa indah.
      Namun, dibalik pernikahan mereka sang pangeran jahat tidak mau tinggal diam. Di hari pernikahannya, tiba-tiba putri diculik. Wira segera mengejar mempelai wanitanya. Di rumah putri tempat pesta berlangsung terjadi pertempuran. Putri dibawa lari. Putri gelisah sekali. Putri sepanjang jalan berdoa terus. Terdengarlah suara pedang beradu. Mereka sangat bersemangat. Apalagi melihat putri yang begitu cantik dengan baju pengantinnya. Mereka berharap pangeran merekalah yang akan meikah.
      "Peraturan keras adalah tidak boleh merebut istri orang," kata Wira geram. "Itu urusanku, bukan urusanmu," jawab pangeran jahat tak tahu malu. "Ini akan menjadi urusanku, karena kau menganggu urusan pribadiku," balas Wira tak sabar lagi.
      "Sudah-sudah ini masalah tidak layak menggunakan kekerasan," kata pangeran Aliuddin bijak. "Ini masalah hati. Biar hati memilih. Cinta yang dipaksakan tidak ada gunanya," lanjut pangeran baik lagi.
      "Pangeran pasti kau menemukan pengantiku. Allah sudah menyiapkan yang terbaik. Percayalah," sambung putri bijak tak mau kalah. Pangeran Zakaria tertunduk dan beberapa menit kemudian melepaskan putri. "Baik putri, aku akan menurutimu, tetapi aku akan tetap mengingatmu sebagai teman."
      Namun, belum sempat putri mendekati sang suami. Pangeran berkata, "Awas kakak." Rajawali rupanya mendekati putri. Rajawali pula yang sekarang membawa terbang putri. Pangeran Zakaria menyesal sekali dan meminta maaf kepada Wira, "Maafkan aku teman."
      Wira memandang terus mantan musuhnya, "Baik-baik sekarang kita berteman. namun, kau harus membantu untuk menenuymkan istriku." "Ayo. sudah pasti. aku akan menemukannya," balasa pangeran Zakaria dengan nada bersahabat. Wira dan pangeran Aliuddin pun tersenyum. Tuan muda Wira berkata, "Tunggu dulu. Aku mendapat petunjuk cincin ini berbicara."
      "Tuanku kau harus percaya bahwa putri akan baik-baik saja. Kau harus percaya denganku sang penunggu cincinmu." "Bagaimana bisa aku percaya?" tuan muda Wira keheranan.
      "Mengapa tidak?"
      ""Dirimu baru menunjukkan keberadaanmu. Bertahun-tahun aku bersama cincin ini. Memang sesudah besar, aku dan Binar baru bisa memakainya karena baru muat untuk jari kami. Namun, tidak ada suara yang keluar dari cincin ini." Prajurit, pangeran, tuan muda, dan pangeran Zakaria yang berada di sana terdiam. Mereka sedang memhjami kata-kata yang keluar dari cincin.
      "Oke, aku percaya kau akan percaya."
      "Caranya?" tanya Aliuddin merasa gemas. Seketika rajawali menunjukkan wujudnya. Dari rajawali berubah menjadi manusia. Wajahnya bersinar dan gagah.
      "Begini ceritanya. Salam kenal semuanya. Istriku, rajawali betina terpaksa menculik istri tuan muda. Hal ini disebabkan putri kecil kami sangat membutuhkan putri Binar Cahaya Mentari.
      "Sangat membutuhkan?" tanya pangeran zakaria penasaran. "Anda semua pasti bertanya-tanya apa gerangan penyebabnya. Alasannya karena bakat hebat yang dimiliki sang puteri dalam menjahit pakaian."
      "Putrimu ingin segera memiliki gaun yang indah?" tebak adik sang putri merasa alasan ini adalah hal yang wajar. Rajawali tersenyum dan mengangguk. "Senang sekali berjumpa dengan putri cantik," sapa putri kecil rajawali.
Sekarang putri sudah berada di alam sang rajawali. Alam ini berada di cincin puteri dan tuan muda.
      "Aku juga puteri kecil."
      "Ayo kita menjahit sekarang."
      "Ooh ternyata ibumu sudah menyiapkan mesin jahit yang kecil untukmu," kata Binar terkejut.
      "Iya aku yang menyiapkannya," kata ibu rajawali kecil yang cantik.
      Mulailah puteri menjahit. Selama empat hari puteri berhasil membuat dua pasang pakaian untuk puteri kecil. Melihat itu putri kecil senang sekali.
      "Puteri-puteri. Aku akan secantik kamu," kata rajawali kecil ketika mencoba pakaian barunya.
      "Tidak, kau pasti lebih cantik."
      Lalu puteri kecil berlari-lari dan melompat-lompat. Puteri kecil dari rajawali menunjukkan kemampuan akrobatnya. Puteri dan ibu rajawali bertepuk-tepuk tangan. Semakin lama tepuk tangannya semakin banyak. Ternyata pangeran, tuan muda Wira, dan rajawali jantan sudah datang.
      Puteri kecil pun selesai beratraksi. "Ibu pakaian ini cocok sekali dengan hobiku. Tuan puteri berhasil memenuhi permintaan kita Ibu."
      "Tentu saja, karena dia istriku," kata Wira memuji.
      "Baik-baik. Ayo mari kita duduk dan makan. Golongan manusia tidak perlu khawatir, karena makanan ini asli. Tuan muda yang membawakannya," jelas ayah rajawali kecil.  Pangeran pun merasa tidak khawatir lagi.
""""
      Puteri Binar Cahaya Mentari mengandung anak pertamanya. Bersamaan dengan itu, burung rajawali yang mereka pelihara, karena terinspirasi jin cantik, penjaga cincin, yaitu rajawali juga namanya semakin besar. Bulan berganti. Perut Binar semakin besar. Waktu melahirkan pun tiba.
      Puteri mengelus-elus perutnya. Puteri merasa waktu persalinan semakin dekat. Tanda-tandanya sudah muncul. Lalu, datanglah rajawali betina. Begitu pula rajawali jantan. Ketika itu pula, angin kencang datang. Sayap rajawali begitu lantang. Ketika rajawali berhasil mendarat, ketika itu pula Binar telah berhasil melahirkan seorang putra. Maka sudah barang tentu, Putra Wira dan Binar bernama Rajawali.
      Ibu dan ayah putri rajawali kecil mengucapkan selamat dan memberikan  hadiah. Melihat putranya sehat, kedua orang tua baru ini merasa bahagia tak terkira. Mereka memanjatkan syukur kepada Allah SWT. Mereka tidak lupa berterima kasih kepada orang-orang sekitar yang telah menunjukkan perhatiannya.
      Kedua orang tua Wira dan Binar datang. Tak ketinggalan raja dan ratu. Mereka tidak pernah lupa bahwa Binar dan ayahnya datang ketika pangeran Aliuddin dilahirkan.
Binar dan Wira merawat putranya dengan baik. Mereka melimpahkan kasih sayangnya. Mereka memperhatikan putranya, rajawali. Wira tak segan atau sungkan untuk turut menjaga putranya. Binar pun tak mau kalah, karena juga sering memberikan pendapat ketika Wira menceritakan suatu perihal kepada istri tercintanya.
""""
      Rajawali selalu bermain-main dengan burung rajawalinya. Setelah selesai bermain-main, rajawali menemanin ibunya menjahit. "Dari semua baju yang ibu jahit, banyak yang terjual. Mengapa ibu tidak coba kirim ke luar daerah," kata Rajawali dengan pintarnya. Puteri pun tercenggang. Dia merasa putranya berpikiran panjang. Padahal, putranya masih kecil.
      Rajawali berteman dengan putri kecil dari negeri jin. Suatu hari rajawali memanggil putri kecil. Lalu dia bertanya, "Bisakah kau membawaku ke berbagai daerah di negeri ini?" tanya Rajawali ragu.  "Ayo, kalau itu tidak usah kau tanyakan lagi." Tak beberapa lama kemudian mereka sudah di daerah lain. Putra Binar memandangi tradisi, terutama pakaian mereka. "Liha itu pangeran kecil betapa indahnya negeri ini," kata putri kecil. "Iya, kau benar. Negeri ini memang sangat indah."
      "Ini adalah anugerah yang harus dijaga," lanjut putri kecil. "Bukan hanya harus dijaga, tetapi juga harus dilestarikan," balas pangeran kecil. "Ayo kita turun. Kita harus memberikan pakaian ini kepada yang membutuhkan. Kita tidak boleh membuang waktu, agar kita bisa cepat pulang dan tentu saja supaya pekerjaan kita untuk membagikan pakaian segera selesai," lanjut Rajawali.
      "Rajawali tenang saja ini baru hari pertama dari pekerjaan kita."
      "Benar-benar. Aku pun sependapat dengan itu. Kita punya misi untuk mengembangkan karya ibuku. Oh ya, apa kau tidak kaku atau binggung ketika memanggilku?"
      "Sebenarnya ini salah satu unek-unekku juga. Yang sudah lama menganjal. Aku seperti memanggil diriku sendiri. Hahhaha," putri yang lebih tua dari pengeran menjawab.
      "Iya juga ya."
      Pendaratan selesai.
      "Terima kasih ya sudah meminjamkan punggungmu."
      "Tidak masalah asal ini untuk kebaikan. Oh ya, ada baiknya kalau kau mengembangkan ilmu bela dirimu. Kau setuju? Maksudku kau harus bisa menjadi ksatria. "
      "Iya, agar kau tidak terlalu....Maksudku agar pekerjaanmu lebih ringan.:
      "Hahhahha. Untuk merilekskan punggungku sedikit."
      "Hhahha. Aku mengerti, cantik."
      Akhirnya, mereka berhasil mengumpulkan anak-anak seusia mereka untuk dibagi-bagikan pakaian. "Bagaimana menurut kalian?" tanya pangeran kecil. "Ooh, justru sebaliknya. Baju ini bagus sekali. Rapi dan modelnya baru dan bagus." Kata salah satu anak puas.
      "Iya, ibuku yang menciptakannya. Aku mengerti, ini adalah salah satu model yang berbeda dari baju-baju yang telah kalian miliki. Anak-anak terima kasih ya, " terang pangeran kecil dan putri rajawali mengangguk-angguk.
      "Justru kami yang harus berterima kasih. Kalian dari mana?" tanya seorang anak yang berani memberikan pernyataannya untuk mewakili anak-anak lainnya.
      "Asal kami dari pulau di sebelah barat pulau ini," jawab Rajawali cepat.
""""
      "Ibu, aku sudah kembali. Kami sudah berbuat baik dan sudah berhasil menyebarkan baju karya Ibu. Binar merasa senang dan penasaran, "Apa muat atau pas di badan mereka?" Rajawali sang pangeran kecil mengangguk, Ibu melihat putri rajawali. "Ooh, dia sudah tertidur karena kecapekkan." Kami senang sekali, karena kami sudah pergi ke pulau lain.  Binar tersenyum dan berkata kepada putra kesayangannnya," kamu pasti ingin istirahat. Kamu jangan lupa cuci kaki dulu."
      "Tidak. Rajawali mau membantu ibu menjahit . Ibu pasti sedang menjahit kan?" tanya Rajawali. "Tidak usah. Lain kali saja, ya sayang. Kamu butuh istirahat sekarang." Pangeran Rajawali pun menurut kata-kata ibunya. Selain itu,  Rajawali dan putri kecil sudah menyantap perbekalan mereka, sehingga perut mereka tidak kosong.
      Sore harinya setelah pangeran Rajawali bangun tidur. "Nah, sekarang, Ibu mau kamu menceritakan bagaimana pulau lain itu?" tanya ibu lembut.
      "Baiklah Ibu, tapi putri rajawali harus ikut. Itu akan menjadi cerita yang sempurna, jika dia juga ikut menceritakannya."
      "Sudah barang tentu. Itu dia. Silakan duduk di sini, Ibu sudah tidak  sabaran."
      "Pulau tersebut indah sekali. Banyak gunung di sana. Penduduknya ramai dan ramah. Suaranya lembut, "jelas putri rajawali mengawali.
      "Anak-anaknya baik dan cerdas," tegas pangeran.
      "Seperti kalian kalau begitu. Pengalaman yang mengesankan, kalau begitu Ibu akan buatkan baju lagi untuk anak-anak."
      "Namun lain kali kami akan menjelajah pulau lain. Bukan begitu pangeran?"
      "Betul-betul. Buat apa punya sahabat seperti kamu sakti dan bisa terbang."
""""
      Seminggu kemudian baju yang akan dibagikan pun selesai. Semuanya berjumlah sepuluh. Bajunya penuh dengan warna. "Kau sudah siap? Bentar lagi kita kan lepas landas. Kau harus berpegangan kuat," putri Rajawali memperingati. "Setelah ini aku akan menepati janjiku untuk berlatih bela diri," sambut pangeran Rajawali. Di dekat hutan mereka akan mendarat. Kali ini mereka menemukan anak-anak sedang bermain di dekat hutan.
      "Awas hati-hati. Menyingkirlah," Rajawali berteriak dari punggung burung Rajawali sakti. Dengan kesaktiannya, burung Rajawali mampu mematuk ular sawah. Ular sawah itu hendak menganggu anak-anak. Lalu ular tersebut masuk ke lubang. Setelah mendarat pangeran lantas memperingati. "Anak-annak jangan menutup lubangnya. Semoga hewan itu tidak akan menganggu lagi."
      "Siapa kalian?" tanya salah satu anak yang berada di sana. "Aku adalah Rajawali dan ini sahabatku rajawali juga," jawab putra Binar bersemangat. "Apa? Ada dua rajawali?" tanya anak-anak terkejut. Sedari awal mereka sudah terkejut karena melihat burung rajawali yang terbang dan mendarat, lalu berubah menjadi manusia. "Iya, tetapi aku hanya namanya, karena dari kecil eeh tidak sekarang aku masih kecil, dari aku masih kandungan bapak dan ibuku sudah merawat burung rajawali," jelas pangeran kepada teman-teman barunya.
      "Kalu aku memang seekor burung. akan kutunjukkan," burung rajawali pun mengubah dirinya kembali sambil berakrobat. "Waah, seperti di negeri dongeng ya. Selain atraksi tadi, ada kejutan lainnya, yaitu baju indah dari Sumatera," pangeran tak mau kalah.
      "Coba lihat bajunya?" anak-anak setengah berteriak. "Rajawali ambilkan bajunya," pinta pangeran lembut. Tak berapa lama kemudian, putri kecil membawakan buntalan kepada pangeran. "Waah, hebat benar. Baju bikinan siapa?" tanya anak perempuan yang berambut panjang. "Baju ini buatan ibuku," jawab pangeran.
      "Apa aku boleh minta dibuatkan lagi? Ibuku akan membelinya," tanya anak perempuan tadi. "Benarkah?" tanya duo rajawali. "Tenang saja. Kalau begitu aku akan mengundangmu ke rumahku. Itu karena kalian baik sekali," anak perempuan sedikit membujuk. "Iya, ayo teman kita balik. Kita sudahi permainan kita. Kalian setuju?"
      "Setuju," anak-anak bersorak. "Nanti kita akan makan-makanan lezat. Pada akhirnya anak-anak semua bahagia dan bersahabat sampai mereka dewasa. Â
TAMAT
Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H