Penulis menilai ini titik simpangnya. Saat ini Jokowi disadari atau tidak dijadikan semakin dijadikan musuh bersama. Ini berimbas kepada Prabowo sebagai handler juga jadi musuh bersama dua paslon lainnya, jelas terlihat saat debat.
Dari sejarah perspektif intelijen, operasi cipta kondisi pernah dilakukan pada tahun 1964, yang mana kompartmentasi dilakukan oleh DN Aidit, sehingga Bung Karno terkucilkan.
Saat penulis sekolah intelijen penggalangan (conditioning), dalam diskusi disimpulkan apabila PKI tidak tergelincir/digelincirkan dari insurgency ke coup de'tat pada peristiwa G30S/1965, maka Indonesia pada tahun 1968 akan menjadi negara Komunis.
Titik rawan coup (pembunuhan jenderal) oleh PKI dan simpatisan di eksploitir oleh CIA dan PKI yang memiliki 60 juta kader dan simpatisan jadi musuh bersama rakyat, hancur berantakan dilibas.
Saat ini mungkin dengan perhitungan publik mendukungnya (aproval 80 persen), Jokowi mengambil pertaruhan resiko solo karir dalam cipkon. Taktik dan Strategi Jokowi lemah karena tanpa 'cut out', dia menjadi prominent target, kurang memperhitungkan pendukungnya yang bisa diubah oleh intelijen lawan.
Jokowi tidak punya partai, Gerindra adalah parpol milik handler-nya dan beberapa parpol di Indonesia maju yang dinilai pragmatis juga hanya mau memanfaatkan taktik dan strategi Jokowi, mengharapkan Prabowo menjadi presiden.
Titik Balik Kondisi
Setelah kita bahas kekuatan, kemampuan dan kerawanan Presiden Jokowi, kini mulai nampak titik balik kondisi. Secara teori operasi penggalangan tidak boleh dilakukan terus menerus, karena akan memukul balik pembuat.
Nah, menuju 14 Februari 2024, Jokowi masih aktif dan terus melakukan cipta kondisi, dengan bansos dan kampanye ke daerah. Jokowi mengeluarkan narasi presiden berhak kampanye dengan dalih keabsahan konstitusi tanpa mempertimbangkan apakah tindakannya etis atau tidak.
Padahal manuver seperti itu dinilai para pro demokrasi sama artinya merusak prinsip dan nilai-nilai demokrasi. Bahkan bisa disebut pelanggaran etika yang luar biasa.
Jokowi dan inner circle kurang membaca situasi yang berlaku. Kini selain serangan sektoral medsos yang kurang gregetnya, muncul serangan yang bisa menjadi bola salju dari para guru besar perguruan tinggi ternama.