Sebenarnya langkahnya bisa difahami sebagai ayah dan kepentingan mempertahankan kekuasaan. Tetapi di lain sisi ada yang diabaikan yaitu rambu-rambu demokrasi, hukum dan etika yang diterabasnya dan suasana hati banyak pihak terabaikan.
Penyusun skenario kurang mendalami dan mengabaikan budaya, norma dan etika yang berlaku di era digital yang transparan. Parpol di Koalisi Indonesia Maju semua tunduk dengan pelbagai alasan, Prabowo sebagai handler tunduk diberi GRR sebagai pendamping karena yakin akan kalah tanpa Jokowi.
Tanpa rasa 'sungkan', dia turun ke medan laga untuk kampanye Prabowo-Gibran. Semua tidak berdaya, Stemmingsbeeld negatif hanya berupa teriakan, protes dan sumpah serapah pemakzulan semu yang ditanggapinya dengan ringan.
Dia paham sikon sudah undercontrol, dan memang hingga hari ini belum ada ancaman nyata hingga terasa agak overconfident.
Persepsi Kerawanan Jokowi
Dalam perang atau persaingan yang terjadi, selain kekuatan dan kemampuan yang dimiliki, intelijen juga mengukur nilai kerawanan, yaitu titik mati psikologis berupa kelemahan seseorang atau pemimpin yang apabila mampu dieksploitasi lawan politik akan menyebabkan kelumpuhan, bahkan bisa bersifat permanen.
Tiap pemimpin sehebat apapun pasti memiliki kerawanan, baik berupa masalah integritas, bukti pelanggaran konstitusi, penyalah gunaan jabatan dan lain-lainnya, ini semua secara umum adalah aib.
Sebagai contoh ops intelstrat AS di LN, Ghadafi, Sadam Husein diruntuhkan dengan kekerasan militer, PM Najib jatuh karena faktor integritas (korupsi). Sementara di Indonesia, dua pemimpin yang kuat, Bung Karno dan pak Harto jatuh karena kasus politik dan ekonomi.
Nah, dalam analisis ini penulis mencermati, langkah conditioning dari pak Jokowi ada yang lepas dari prinsip teori SunTzu, yang mana pak Jokowi dengan habbitnya berjalan sendiri sebagai operator lapangan dengan menyolok.
Menurut SunTzu, taktik-taktik yang mampu menaklukkan lawan dapat dan bisa saja terbaca umum, tetapi pak Jokowi melanggar prinsip strategi kemenangan.
Mungkin karena agak overconfident tadi, kini semakin tidak luwes, strateginya mudah dibaca dari bentuk yang seharusnya sangat misterius (tidak terdengar sama sekali). Dengan demikian, harusnya dia bisa menentukan nasib lawan dalam menyerang dan pasti merebutnya, serang target di mana mereka tidak bertahan.