AS mempunyai pengalaman buruk saat operasi Al Qaeda, USAF tidak diijinkan menggunakan pangkalan AU Pakistan. Selain itu, bukan tidak mungkin akan adanya serangan terhadap kebijakan saat era Jokowi di dalam negeri.
Nah isu-isu tersebut sebagai residu akan menjadi bagian kerja presiden terpilih. Disinilah Prabowo dipercaya oleh Jokowi akan mampu mengatasinya. Prabowo diketahui sebagai salah satu tokoh yang disegani banyak pihak.
Mengapa Gibran? Banyak yang mengatakan ini adalah politik dynasti. Memang dengan diberinya restu oleh sang ayah, publik menilai ini politik dinasti.
Sang anak dari julukan Mas Wali akan menjadi Mas Wapres. Jelas ilmu sang anak sudah diisi oleh sang ayah dan akan terus dikawalnya. Tetapi di balik itu, Prabowo diberi kebebasan mengambil kebijakan tanpa terganggu, bila wakilnya kuat, bisa mengganggu Prabowo.
Sang wakil dalam militer disebut sebagai korps leher. Sebagai wakil, Gibran akan mendapat banyak pengalaman dan wawasan demi masa depan. Disamping itu Jokowi memerlukan bapul yang tiap saat ikut rapat kabinet, dia bisa monitor sang presiden day-by-day.
Apa potensi ancaman bila Prabowo menjadi Presiden? Presiden Jokowi jelas sedikit banyak sudah membicarakan ini dengan kepala-kepala negara lain.
Persoalan kemungkinan timbul bila Prabowo mengambil keputusan yang tidak populer (kontroversi), menyentuh/melanggar demokratisasi dan HAM, bisa terjadi benturan dengan AS atau negara lain yang bisa berakibat ancaman stabilitas keamanan dan perekonomian Indonesia.
Dari sikon politik dalam negeri, elektabilitas Prabowo potensi tertinggi, unggul di 10 wilayah. Walau kini tidak memiliki link ke jaringan Santri dan Islam moderat, dari provinsi di pulau Jawa kebutuhan penambahan suara di Jawa Timur bisa diharapkan dari dukungan sang ayah.
Dengan menguasai Jabar, Jatim dan Luar Jawa, peluang menangnya jago Koalisi Indonesia Maju ini besar walaupun nanti pilpres dua putaran.
Dalam hubungan Jokowi - PDIP, penulis menilai ini adalah blunder kedua bagi PDIP. Pertama saat pilpres 1999, sebagai partai pemenang, dengan 35.689.073 suara atau 33,74 persen dengan perolehan 153 kursi yang menjadi presiden adalah Gus Dur.
Kemudian PDIP tidak mencalonkan Ibu Mega sebagai cawapres. Beruntung Alm. Pak Matori Abdul Djalil Ketua Umum PKB yang mencalonkan Bu Mega sebagai Cawapres.