"Tapi kamu belum pernah ketemu, kan?" Wiwin bertanya hati-hati. "Belum," Rani mengaku. "Tapi dia ngajak ketemu. Aku masih bingung."
"Menurutku, nggak ada salahnya ketemu tapi ajak teman biar aman," saran Kiki.
"Iya, kita temani kamu," tambah Deny sambil mengangguk mantap. "Siapa tahu dia beneran orang baik."
Setelah berpikir panjang, Rani akhirnya setuju. Mereka memutuskan untuk menemani Rani saat pertemuan pertama dengan Ardi di sebuah kafe di pusat kota. Namun hari yang mereka tunggu-tunggu itu justru membawa kejutan tak terduga, Ardi gak jadi datang.
Senja mulai jatuh di ujung langit ketika Rani duduk di balkon kecil kamarnya, menikmati sisa cahaya keemasan yang memantul di gedung-gedung kota. Di tangannya, ponsel itu terasa seperti jendela kecil yang menghubungkannya dengan dunia luar. Dunia yang lebih hidup, penuh obrolan dan cerita orang-orang dari berbagai tempat.
Rani kini bekerja sebagai desainer grafis lepas yang sering berinteraksi lewat media sosial ketimbang bertemu langsung. Pekerjaannya yang fleksibel membuatnya bisa berjam-jam scrolling media sosial, menikmati cerita, karya, atau sekadar komentar lucu dari akun yang ia ikuti.
Ada satu akun yang selalu membuatnya tersenyum diam-diam: @ardiputra_17.
Ardi, sosok pemilik akun itu, sering membagikan foto-foto pemandangan alam dengan caption yang dalam dan menenangkan. Rani bahkan tak ingat kapan tepatnya ia mulai mengikuti akun itu tapi setiap unggahan Ardi selalu terasa spesial. Kata-katanya sederhana namun berhasil menyentuh hati.
Suatu malam Rani memutuskan untuk mengirim pesan singkat lewat DM (Direct Message). Jari-jarinya sempat ragu di atas keyboard namun akhirnya ia memberanikan diri.
"Fotomu yang terakhir indah sekali. Sunrise di puncak Bromo ya? Aku suka caption-nya juga." Pesan terkirim. Rani menarik napas dalam.
"Ah, mungkin nggak akan dibalas," gumamnya. Ia tahu Ardi memiliki ribuan pengikut dan pasti banyak juga yang mengirim pesan seperti dirinya. Namun beberapa menit kemudian sebuah notifikasi muncul.