Setelah berbicara dengan Bu Susi, Bu Panca merasa perlu melakukan sesuatu untuk membantu Deden. Ia pun berencana mengunjungi rumah Deden sore itu, untuk lebih memahami situasi yang dihadapi anak didiknya.
Saat tiba di rumah Deden yang berada di pinggiran desa, Bu Panca disambut oleh ibu Deden. Wajahnya menunjukkan tanda-tanda kelelahan namun senyumnya masih ramah.
"Bu Panca, terima kasih sudah datang. Saya tahu Deden sering terlambat ke sekolah. Maaf, kondisi kami sedang sulit," kata ibu Deden sambil menyeka peluh di dahinya. Bu Panca tersenyum dan duduk di bangku kayu sederhana di ruang tamu rumah itu. "Saya mengerti, Bu. Deden adalah anak yang cerdas dan saya yakin dia punya masa depan yang cerah. Saya ingin membantu sebisa saya agar dia tetap bisa fokus belajar di sekolah."
Ibu Deden tampak terharu mendengar kata-kata Bu Panca. "Kami sangat bersyukur, Bu. Deden memang selalu bercerita tentang Bu Panca di rumah, dia sangat menghormati Ibu."
Setelah pulang dari rumah Deden, Bu Panca semakin bersemangat untuk terus berbuat yang terbaik. Ia sadar bahwa pendidikan bukan hanya tentang prestasi akademik, tetapi juga tentang membangun harapan di tengah keterbatasan.
Keesokan harinya, Bu Panca menemui Deden yang akhirnya hadir di sekolah dengan wajah yang lebih cerah. "Deden, saya senang kamu bisa datang hari ini. Saya yakin kamu bisa mengejar ketinggalan. Kita akan bekerja sama, ya?" kata Bu Panca dengan senyum penuh kehangatan.
Deden mengangguk. "Terima kasih, Bu Panca. Saya akan berusaha lebih keras lagi." Bu Panca merasa lega mendengar tekad dari Deden. Di balik semua tantangan yang ia hadapi sebagai seorang guru di desa, ia selalu menemukan semangat baru ketika melihat siswa-siswinya berjuang untuk masa depan mereka.
Setelah dinobatkan sebagai juara pertama dalam lomba guru prestasi, nama Bu Panca mulai dikenal di berbagai sekolah di wilayah tersebut. Tidak hanya dikenal sebagai guru yang berdedikasi, ia juga sering diundang untuk menjadi narasumber, khususnya dalam pelatihan tentang karya tulis dan inovasi pembelajaran. Suatu pagi, saat Bu Panca sedang mempersiapkan materi ajarnya, ponselnya berdering. Panggilan dari seorang kepala sekolah di daerah lain.
"Selamat pagi, Bu Panca. Saya Pak Hidayat dari SMK Negeri 3. Kami mendengar tentang prestasi Ibu dalam lomba kemarin dan kami tertarik untuk mengundang Ibu sebagai narasumber dalam pelatihan karya tulis ilmiah untuk guru-guru di sekolah kami," ucap Pak Hidayat dengan nada penuh antusias.
Bu Panca terdiam sejenak, merasa sedikit gugup dengan tawaran tersebut. Namun, ia segera mengingat bahwa ilmu dan pengalamannya harus dibagikan agar semakin bermanfaat. "Terima kasih, Pak Hidayat. Saya merasa terhormat atas undangan ini. Insya Allah, saya siap membagikan pengalaman saya."
Beberapa hari kemudian, Bu Panca berangkat menuju SMK Negeri 3 untuk mengisi pelatihan. Saat tiba di sekolah tersebut, ia disambut dengan hangat oleh para guru dan kepala sekolah. Ruang aula yang penuh dengan guru-guru dari berbagai sekolah di sekitarnya membuat Bu Panca merasa sedikit terharu. Dulu, ia hanya seorang guru honor yang berjuang di tengah keterbatasan namun sekarang ia dipercaya untuk membagikan ilmu yang ia miliki kepada rekan-rekan seprofesi.