Saat namanya dipanggil sebagai pemenang juara pertama, Bu Panca hampir tak percaya. Suara tepuk tangan dan sorak sorai menggema di seluruh ruangan. Pak Susanto berdiri dengan bangga, tersenyum lebar, sementara Bu Wulan dan Pak Rusdianto saling memberikan selamat.
"Saya tahu kamu bisa, Bu Panca," kata Bu Wulan sambil memeluknya. Bu Panca tersenyum bahagia namun ia tahu bahwa ini bukan akhir dari perjuangannya. Ini adalah langkah awal menuju masa depan yang lebih baik, tidak hanya untuk dirinya tapi juga untuk siswa-siswinya yang penuh harapan.
Setelah euforia kemenangan lomba guru prestasi sedikit mereda, Bu Panca kembali menjalani aktivitasnya di sekolah seperti biasa. Meski kini ia membawa kebanggaan tersendiri sebagai juara, ia tahu bahwa peran utamanya adalah tetap mengabdi kepada siswa-siswinya.
Keesokan harinya, Bu Panca duduk di ruang guru sambil menyusun rencana pembelajaran untuk minggu depan. Di sudut ruangan, Pak Rusdianto dan Bu Wulan sedang berdiskusi tentang persiapan acara HUT sekolah yang akan datang.
"Bu Panca, kau akan ambil bagian di acara HUT nanti, kan?" tanya Pak Rusdianto sambil menyenderkan badannya di kursi. "Tentu saja. Aku akan mempersiapkan siswa-siswi untuk pentas seni nanti. Mereka punya bakat luar biasa, sayang kalau tidak diberdayakan," jawab Bu Panca sambil tersenyum.
Bu Wulan mengangguk setuju. "Ya, anak-anak butuh ruang untuk menyalurkan kreativitas mereka. Apalagi dengan kondisi seperti ini, kita harus lebih banyak memotivasi mereka."
Suasana diskusi menjadi hangat, namun tiba-tiba Bu Panca teringat pada Deden. Anak itu belum tampak hari ini dan ia mulai merasa khawatir. Ketika bel berbunyi tanda pelajaran dimulai, Bu Panca menuju kelas XI Pemasaran, Deden seharusnya sudah berada. Sayangnya, bangku Deden masih kosong.
Selama pelajaran berlangsung, Bu Panca tidak bisa menahan kegelisahannya. Selesai kelas, ia memutuskan untuk menemui wali kelas Deden, Bu Susi, seorang guru yang dikenal tegas namun penuh perhatian terhadap siswa-siswinya.
"Bu Susi, saya ingin membicarakan Deden," kata Bu Panca saat menemui Bu Susi di ruang guru. "Belakangan ini dia sering terlambat dan hari ini dia bahkan tidak hadir sama sekali."
Bu Susi mengangguk paham. "Saya juga memperhatikan hal itu. Keluarganya memang sedang dalam kondisi sulit. Deden harus membantu orang tuanya, mungkin dia merasa kewalahan."
"Kita harus mencari cara agar dia tidak semakin tertinggal. Potensinya besar, sayang sekali kalau dia tidak bisa maksimal di sekolah," ucap Bu Panca dengan nada prihatin.