Mohon tunggu...
Ponco Wulan
Ponco Wulan Mohon Tunggu... Guru - Pontjowulan Samarinda

Pontjowulan Kota Samarinda Kalimantan Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta dalam Diam yang Menyakitkan

21 Agustus 2024   16:18 Diperbarui: 21 Agustus 2024   16:20 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan dorongan lembut dari Bapak Suryo, Raka akhirnya berbicara. "Pak, saya mencintai Maya. Tapi saya juga menghargai persahabatan dengan Andi. Ini sangat sulit bagi saya."

Andi mengangguk setuju. "Saya juga, Pak. Maya adalah seseorang yang sangat berharga bagi saya, dan saya tidak ingin persahabatan kami rusak karena perasaan ini."

Maya merasa air matanya mengalir, terharu oleh kejujuran mereka. "Aku juga bingung, Pak. Aku butuh waktu untuk memahami semuanya." Bapak Suryo tersenyum, menepuk bahu mereka dengan lembut. "Kalian sudah melakukan langkah pertama dengan mengungkapkan perasaan. Biarkan waktu yang menjawab sisanya. Yang penting tetaplah saling menghargai dan mendukung."

Malam itu di bawah bimbingan Bapak Suryo dan dengan suasana romantis yang menyelimuti mereka, Raka, Maya, dan Andi merasakan beban di hati mereka sedikit berkurang. Mereka tahu bahwa perjalanan masih panjang dan tidak mudah, tetapi dengan kejujuran serta dukungan satu sama lain, mereka yakin bisa menemukan jalan yang terbaik.

Saat larut malam mereka semua kembali ke rumah dengan perasaan yang campur aduk. Hari berikutnya adalah hari Minggu dan Maya memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama keluarganya di rumah. Pagi hari, dia membantu Ibu Ririn menyiapkan sarapan, sementara Pak Santoso duduk di meja makan membaca koran.

"Bagaimana acara semalam, Nak?" tanya Ibu Ririn sambil memotong sayuran. Maya tersenyum lembut, meskipun hatinya masih penuh dengan berbagai perasaan. "Acara yang menyenangkan, Bu. Bapak Suryo memberikan banyak nasihat yang berharga." Pak Santoso menurunkan korannya dan menatap Maya dengan penuh perhatian. "Nasihat seperti apa, Maya?"

Maya berhenti sejenak sebelum menjawab. "Dia menyarankan kami untuk lebih jujur pada perasaan kami dan tetap saling mendukung."

Ibu Ririn tersenyum bijak. "Itu nasihat yang baik, Nak. Kadang-kadang kita perlu mendengar kata-kata bijak dari orang lain untuk bisa melihat segala sesuatunya dengan lebih jelas." Setelah sarapan, Maya memutuskan untuk berjalan-jalan di taman dekat rumahnya untuk merenung. Ia membawa buku catatan kecil dan duduk di bangku taman, menulis perasaannya yang campur aduk. Raka juga berusaha menenangkan pikirannya dengan bermain gitar di kamarnya dan  mencoba mencari kedamaian melalui musik.

Andi menghabiskan hari Minggu dengan melakukan kegiatan yang ia sukai. Dia pergi ke pasar pagi dengan adiknya untuk membeli bahan-bahan segar dan kemudian menghabiskan waktu di dapur untuk memasak makanan favorit mereka. Aktivitas ini membantunya melupakan sejenak ketegangan yang ada.

Sore hari Maya menerima pesan dari Lia yang mengajaknya bertemu di kafe dekat rumah mereka. "Maya, aku pikir kita perlu ngobrol," tulis Lia. Maya setuju dan bertemu Lia di kafe yang nyaman. Mereka memesan minuman favorit dan duduk di sudut yang tenang. Lia memulai percakapan dengan lembut. "Maya, bagaimana perasaanmu sekarang?"

Maya menghela napas. "Aku masih bingung, Lia. Aku menyayangi Raka dan Andi, tapi aku tidak ingin melukai salah satu dari mereka. Nasihat Bapak Suryo sangat membantu tapi aku masih butuh waktu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun