Mohon tunggu...
Ponco Wulan
Ponco Wulan Mohon Tunggu... Guru - Pontjowulan Samarinda

Pontjowulan Kota Samarinda Kalimantan Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta dalam Diam yang Menyakitkan

21 Agustus 2024   16:18 Diperbarui: 21 Agustus 2024   16:20 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maya menatap Raka dengan mata terbuka lebar. "Apa itu, Raka?" Raka menarik napas dalam-dalam. "Aku... aku mencintaimu, Maya. Sudah lama. Tapi aku terlalu takut untuk mengungkapkannya." Maya terkejut, namun sebelum dia bisa merespons, Andi juga ikut berbicara. "Maya, aku juga mencintaimu. Aku takut merusak persahabatan kita, tapi perasaanku padamu sangat kuat." Maya terdiam, mencerna pengakuan dari dua sahabatnya. Lia menatapnya dengan penuh simpati, menunggu reaksi Maya.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, Maya akhirnya tersenyum lembut. "Aku menghargai kejujuran kalian. Ini mungkin akan sedikit rumit, tapi aku senang kalian akhirnya mengungkapkan perasaan kalian." Raka dan Andi merasa lega meskipun masih ada ketidakpastian di depan. Lia tersenyum merasa bahwa setidaknya langkah pertama telah diambil. Mereka semua tahu bahwa ini baru permulaan dari perjalanan panjang yang penuh dengan tantangan tetapi dengan keterbukaan dan kejujuran, mereka yakin bisa melalui semuanya bersama.

Minggu berikutnya setelah pengakuan perasaan dari Raka dan Andi, mereka semua merasa hubungan persahabatan mereka sedikit berubah namun tetap kuat. Lia terus mendukung mereka semua dan memberikan saran-saran bijak. Di tengah kesibukan kantor, Maya memutuskan untuk mengundang Raka, Andi, dan Lia ke rumah orang tuanya di akhir pekan untuk makan malam. Ia merasa perlu ada suasana yang lebih akrab dan santai untuk membicarakan perasaan mereka lebih lanjut.

Rumah Maya berada di pinggiran kota, dikelilingi oleh taman yang indah dan udara segar. Pak Santoso dan Ibu Ririn, orang tua Maya menyambut mereka dengan hangat. Pak Santoso adalah pria yang ramah dan bijaksana, sementara Ibu Ririn dikenal sebagai sosok yang penuh perhatian dan keibuan.

Saat mereka semua duduk di ruang tamu, Ibu Ririn menyajikan teh dan kue buatan sendiri. Percakapan ringan mengalir namun ada ketegangan yang tak terlihat di antara Raka, Andi, dan Maya. Pak Santoso yang peka terhadap suasana hati, merasa ada sesuatu yang perlu dibicarakan.

"Maya," kata Pak Santoso, "ada sesuatu yang ingin kamu ceritakan kepada kami?"

Maya tersenyum menatap Raka dan Andi sejenak sebelum berbicara. "Sebenarnya, Ayah, Ibu, aku ingin menceritakan tentang perasaan Raka dan Andi." Ibu Ririn tersenyum lembut. "Ceritakan, Nak. Kami di sini untuk mendengarkan." Maya pun menceritakan bagaimana Raka dan Andi telah mengungkapkan perasaan mereka padanya. Pak Santoso dan Ibu Ririn mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali melirik Raka dan Andi yang terlihat gugup.

Setelah Maya selesai bercerita, Pak Santoso berbicara. "Raka, Andi, kami menghargai kejujuran kalian. Mencintai seseorang memang bukan hal yang mudah apalagi jika melibatkan perasaan sahabat."

Ibu Ririn menambahkan, "Kami hanya berharap kalian bisa menyelesaikan ini dengan hati-hati dan saling menghormati. Maya adalah anak yang kami sayangi dan kami ingin yang terbaik untuknya." Raka dan Andi mengangguk, merasa didukung oleh kata-kata bijak dari orang tua Maya. Mereka merasa lebih tenang meskipun masalah perasaan ini belum sepenuhnya terpecahkan.

Setelah makan malam, Pak Santoso mengajak Raka dan Andi berbicara di teras. "Anak-anak, kalian berdua adalah pria yang baik. Saya yakin kalian akan menemukan cara terbaik untuk menghadapi ini. Ingatlah untuk selalu jujur dan menjaga perasaan satu sama lain."

Sementara itu di dapur, Ibu Ririn berbicara dengan Maya dan Lia. "Maya, apakah kamu sudah tahu apa yang kamu rasakan terhadap Raka atau Andi?" Maya terdiam sejenak. "Ibu, aku menghargai keduanya, tapi aku belum yakin dengan perasaanku sendiri. Aku butuh waktu untuk memikirkannya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun