Mohon tunggu...
Nita Harani (Syamsa Din)
Nita Harani (Syamsa Din) Mohon Tunggu... Guru - Guru Madrasah Ibtidaiyah

I'm Nothing Without Allah SWT. Guru Madrasah Ibtidaiyah. pengagum senja, penyuka sastra. Love to read, try to write, keep hamasah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pertiwi Jatuh di Mata Santri

27 Januari 2018   10:00 Diperbarui: 27 Januari 2018   10:08 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku duduk bersandar di lemari kayuku,  usai bimbingan belajar dengan Ustadzah Maisak di aula. Menjelang Imtihan Nihai, aula selalu ramai siang malam. Setiap wajah terlihat lelah, tapi, melihat Ulum asyik mengunyah, kami tak berdaya. Satu persatu penghuni kamar merapat ke Ulum, "tunggu! Ada yang kurang boi!" Komariyah mengacungkan telunjuk.

"apa?" Ulum mendongak.

"apalagi kalau bukan teh manis" aku menimpali.

"Serahkan padaku!" Rubiah bangkit meraih ember hitam di sudut ruangan "aku tahu, tak ada jiwa yang tenang menjelang Imtihan Nihai, tapi, untuk malam ini, mari kita berpesta dan tidur lelap, wahai jiwa yang tak tenang..lupakan sejenak bukumu" Rubiah berlagak penyihir di mulut pintu, lalu melesat ke dapur umum untuk mengambil air panas, kontan seisi kamar riuh meneriaki Rubiah. 

Nyatanya, malam itu kami benar -- benar tenang dan tidur lelap usai menandaskan sekantung besar Getas dan seember teh manis. Agak gila memang.  

Imtihan Nihai, alias ujian pamungkas bagi santri semester akhir, dibagi menjadi dua tahapan, ujian lisan dan ujian tertulis. Dua tumpuk buku menantang di hadapanku, buku dari kelas satu, sebagain belum kupelajari, tiba -- tiba cemas menyeruak.

Tiga hari pertama ujian lisan, kulalui dengan tenang. Masuk hari keempat, aku mulai oleng, suhu badanku 380, membuatku tak bisa istirahat semalaman. Ustadzah Ismi datang membawa kotak obat, kutenggak obat penurun panas dan multivitamin.

"Qathrunnada..Tafadhal.." terdengar suara Ustadzah Chumaizah dari dalam, sekuat tenaga kusembunyikan rasa sakitku di depan para penguji. Meski terseok -- seok, ujian lisan selesai kulewati. 

Jeda dua hari menjelang ujian tulis, demamku berangsur surut, agak tenang istirahatku malam itu. Tak hanya aku yang tumbang menghadapi Imtihan Nihai, beberpa teman sekamar juga diserang demam dan sariawan.

 "Hosh..hosh.." aku terengah bersimbah peluh, sementara Ulum tersenyum puas di seberang net, kondisiku yang tidak fit, mudah saja ditumbangkan Ulum, telak benar. Tapi, aku senang, kurasakan badanku makin segar. Jitu juga cara perempuan Kelumbi ini memulihkanku.

Hingga hari terakhir ujian tulis, aku masih sehat, makin sehat malah, Dengan derai tawa, kami berjalan ke kamar. Lenyap sudah beban yang menggelayut di pundakku setelah dua minggu lebih menghadapi Imtihan Nihai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun