“Masih dong,” kami bersalaman. “Bagaimana kabar kamu, Sa?”
“Masih hidup…,” candanya.
Anak ini semakin cantik dan dewasa saja nampaknya. Beda dengan… 15 atau 16 tahun lalu. Wajar memang sebenarnya. Tapi entah mengapa aku begitu pangling dan terpesona dibuatnya.
Seorang bocah berusia tiga tahunan berlari kecil melintas di sisi meja kami. Clarisa berteriak kecil lalu buru-buru menangkap tubuh bocah itu. Keduanya tertawa, sebelum Clarisa menyeret buruannya kembali ke arahku.
Memang barang bagus pasti cepat laku.
Sial, Clarissa sepertinya bisa menangkap perubahan ekspresiku sehingga buru-buru mengklarifikasi
“Ini, Charles, Raka. Keponakan aku. Charles, ayo salam sama Om…”
Hah? Syukurlah…
---
Pertemuan kami malam itu meninggalkan kesan mendalam untukku.
Clarisa adalah mantan pacar zaman cinta monyet di SMU dulu. Kalau tidak salah kami berpacaran setahun atau lebih sedikit dan saat aku melanjutkan kuliah di Jakarta kami putus.