Priska mendelik. Tapi sebelum mulutnya terbuka untuk menyahut, Rosa mengangkat kedua telapak tangannya sebagai isyarat agar kedua kawannya berhenti berbicara.
“Jangan mulai deh. Kita ketemu disini mau melepas rindu satu sama lain kan? Jangan berantem lagi dong. Suasana kafe sudah mendukung, jangan dirusak dengan cerita petualangan-petualangan liar kalian.”
Priska dan Frey terdiam membenarkan.
“Priska tuh yang mulai…”
“Iya, iya. Sori…”
“Tahu gak, sebenarnya cerita-cerita kalian tuh ikut membuat aku rada parno menjalin hubungan serius dengan laki-laki.”
“Ya, jangan sampai gitu juga dong, Ros. Percaya deh, itu hampir jadi masa lalu kami,” sahut Priska.
“Hampir?”
Frey menatap lucu ke arah Priska.
“Priska hampir. Kalau aku sih sudah benar-benar masa lalu, Ros. Kelihatan kan sekarang siapa yang naughty sebenarnya.”
Suasana menghangat lagi. Tapi handphone Rosa yang diletakkan di atas meja berbunyi nyaring. Wajah Ardian memanggil muncul di layar handphone-nya.