Oalah, mimpi buruk ternyata!
Samar-samar aku bisa melihat jam di atas sana. Jarum pendek jam telah melewati angka dua. Sementara itu, di luar desah hujan masih bisa terdengar. Hujan belum benar-benar pergi malam ini.
Mengapa Helen mendatangiku lewat mimpi?
Aku bergegas meninggalkan sofa di depan TV untuk mengambil segelas air di dapur. Saat melewati kamar yang ditempati Maya, aku membuka gagang pintu untuk melihat keadaan di dalam. Mudah-mudahan dia tertidur pulas tanpa mimpi buruk seperti yang aku alami barusan.
Dengan pencahayaan lampu tidur yang minimalis aku bisa melihat dia tertidur tenang di balik selimut. Syukurlah.
Tapi begitu hendak menutup pintu samar-samar gema suara dari mimpiku terdengar kembali,
“….dia yang membunuhku….,”
Bulu kudukku merinding kembali. Aku lalu menyalakan lampu kamar dan kembali berteriak terkejut.
Dalam posisi tidur, mata Maya membelalak hebat. Nampaklah padaku sekarang, kedua tangannya tersilang di depan lehernya. Sepuluh jarinya melekat begitu rapat mencengkeram leher yang jenjang itu.
Aku berteriak pilu memanggil namanya…. namun nampaknya dia tidak akan pernah bisa menjawabku lagi.
*******