“Benar. Aku terlalu sibuk dengan perusahaan, aku harap kamu maklum, sobat…”
“Tinggalkan kesibukan sejenak, lalu kita bersenang-senang… Perusahaanmu tidak langsung bangkrut jika kamu tinggalkan beberapa hari…”
Aku tertawa lagi.
“Baiklah, aku akan mencari waktu untuk cuti panjang, lalu kita keluar Jakarta. Bagaimana? ”
Tak pernah kubayangkan, itu akan jadi rencana kami yang terakhir. Beberapa hari kemudian, aku mendengar kabar serangan jantung menghantarnya meninggalkan dunia ini dan semua permasalahannya.
****
Di tempat ini empat bulan yang lalu, aku memberikan penghormatan terakhir kepadamu, sobat. Sendiri. Rhein seharian itu tidak bisa kuhubungi.
Sejak lama aku ingin lebih dekat dengan keluargamu, tapi mengapa momentumnya harus seperti ini?
Saat beberapa kawan mengenalkanku pada isteri yang kamu tinggalkan, aku terkejut. Sungguh terkejut. Dari balik cadar hitam, aku melihat sorot mata yang sangat aku kenal. Memang kali ini wajah dan sorot mata itu diselimuti duka mendalam.
Rhein…..