Aku melotot kaget.
“Dia-lah yang membocorkan identitasmu pada kami, juga mengatur….. ‘pertemuan’ kita ini,”
Aku tiba-tiba ingin berteriak sekerasnya, melampiaskan semua amarah dan kesedihan kepada dunia. Tapi yang terjadi adalah lidahkku mengelu, dan tenggorokanku tercekat. lalu aku merasa bulir bening hangat mengucur dari sudut mataku. Yah, mungkin hanya air mata yang bisa aku gunakan untuk mengungkapkan emosi yang aku rasakan saat ini.
“Sepertinya kita harus menuntaskan percakapan kita sekarang.”
Tangan kanan Ran bergerak menggapai rak buku di sisinya. Saat itu aku melihat kilau samar logam hitam tergeletak di lantai dekatku bersimpuh. Keberanianku membuncah tiba-tiba.
“Jangan coba-coba, Ran…”
Ran nampak terkejut dengan pemandangan yang aku ciptakan. Di depannya, seorang wanita lemah dengan emosi yang tidak stabil sedang menodongkan pistol dengan kedua tangan ke arahnya. Wanita ini memang bukan ahlinya, tapi tidak butuh keahlian menembak untuk membunuh pada jarak sedekat ini.
“Anna…..,” ucapnya ragu. Lalu secepat kilat tangan kanannya di arahkan kepadaku.
Letusan keras dua senjata berbunyi hampir bersamaan. Aku masih mengepal kencang senjata “pemberian” Mr. J itu. Sedangkan Ran ambruk seketika. Darah segara merembes membasahi kemeja biru yang digunakannya. Tanganku bergetar hebat. Lalu seluruh dunia menjadi gelap gulita.
*****
Suara saksofon Kenny G, menyelusup hangat ke dalam gendang pendengaranku. Rasanya begitu damai. Dengan segenap kekuatan, aku membuka pelupuk mataku, lalu menyapukan pandangan ke seluruh ruangan. Sebuah kamar yang bersih dan rapi, dengan nuansa putih. Ah, aku kembali terbangun dengan kaki dan tangan terikat.