Aku berlari ke arah utara, melewati deretan majalah dan koran, menembus ruang karyawan, mengikuti koridor kanan dan kiri dan…. sekali lagi Mr. J benar. Ruangan gudang bookstore itu kini menyambutku.
Aku segera masuk, dan mengunci pintu gudang dari dalam. Mr. J juga benar tentang lemari-lemari raksana berisi puluhan dos buku, dan buku-buku lainnya yang terserak di lantai gudang. Penerangan gudang agak minim, sehingga aku harus beradaptasi sejenak. Aku bersimpuh ke lantai, dan membiarkan tanganku menari-nari di antara tumpukan buku, mencari benda yang disebutkan Mr. J. Setelah pandanganku mulai beradaptasi dengan pencahayaan ruangan, aku menemui pemandangan lain yang membuatku tercekat.
Seluruh buku yang terserak di lantai memiliki cover yang sama, gambar pemandangan bulan mati dan kerlap-kerlip lampu kota yang diambil dari sisi sebuah balkon. Memandangi cover buku-buku ini, seperti memanggil kepingan-kepingan kelam masa lalu saja rasanya. Ada bagian dalam diriku yang seketika tenggelam dalam kesedihan.
Dooorrrr…..!!!!
Sekali lagi suara letusan maut itu menggetarkan telinga dan hatiku. Pintu gudang terbuka lebar. Sosok Ran muncul disitu. Matanya menatapku tajam.
Aku gemetar. Pasrah. Saat ini aku telah berada pada sudut mati, tidak ada lagi tempat untuk berlari meloloskan diri.
“Rheinara…. Anna…..,” ucap Ran dingin. Tapi dari sorot matanya aku bisa menangkap ada binar-binar kehangatan yang mencoba melesak keluar. “Mengapa harus berakhir seperti ini?”
“Apa yang kamu inginkan, Ran? Mengapa kamu membunuh Nina?”
“Itu kecelakaan. Aku tidak bermaksud seperti itu.”
Aku terdiam sejenak.
“Lalu mengapa kamu ingin membunuhku…??”