“Tolong dengarkan kata-kata berikut dengan baik, karena yang akan aku katakan adalah bagian yang paling penting….”
Mr. J meneruskan ucapannya. Aku berusaha mencerna kata demi kata, suku kata demi suku kata sesuai permintaannya. Aku lalu mengernyitkan kening.
“….Ran tetap akan menemukanku?”
“…Ya, Anna. Tapi sekali lagi, aku mohon, tetaplah fokus untuk keselamatanmu. Dia memang harus menemukanmu….”
“…aku, aku tidak mengerti, J…,” ucapku gamang.
Belum lagi hilang suaraku, suara seseorang menabrak rak buku dengan keras terdengar menggema di langit-langit bookstore.
“Rheinaraaa….!! Tolong, berhentilah berlari!”
Jantungku seperti berhenti berdetak.
“Anna, ini saatnya. Mulailah berlari……!!,” seru Mr. J.
Aku akan tetap berlari. Bukan karena Mr. J, tapi karena hawa maut yang sama terasa begitu menyengat. Aku merasa bahaya besar sedang mengintai dari balik punggungku. Smartphone aku biarkan saja terhempas deras ke lantai bookstore. Aku tak peduli. Aku tak tahu mesti percaya kepada siapa lagi saat ini.
Tapi di antara impuls-impuls kepanikan yang mendera otakku, entah mengapa aku tetap membiarkan kedua kakiku berlari mengikuti arahan Mr. J barusan.