Mohon tunggu...
PHANJI MAULANA ZAELULMUTAQIN
PHANJI MAULANA ZAELULMUTAQIN Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Akutansi - NIM 55523110039 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional - Dosen : Prof. Dr, Apollo, M.si,Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 11 - Genealogi Transfer Pracing

27 November 2024   04:02 Diperbarui: 27 November 2024   08:24 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Pembedaan Friedrich Hayek antara kebebasan positif dan kebebasan negatif berakar pada pandangan filosofisnya yang lebih luas mengenai kebebasan dan peran negara. Perbedaan ini, yang awalnya diartikulasikan oleh Isaiah Berlin, memainkan peran penting dalam kritik Hayek terhadap keadilan sosial dan intervensi pemerintah.

Kebebasan Negatif

Kebebasan negatif mengacu pada tidak adanya campur tangan pihak lain, khususnya negara. Menurut Hayek, bentuk kebebasan ini ditandai dengan kebebasan individu untuk bertindak sesuai pilihannya, asalkan tidak melanggar hak orang lain , kebebasan pada dasarnya adalah tentang non-paksaan; kebebasan adalah tentang memiliki ruang untuk mencapai tujuan sendiri tanpa kendala eksternal. Hayek berpendapat bahwa undang-undang harus dirancang untuk melindungi kebebasan negatif ini dengan memastikan bahwa semua individu diperlakukan sama di bawah hukum, sehingga mencegahnya. setiap penggunaan kekuasaan secara sewenang-wenang oleh pemerintah atau entitas lain.

Kebebasan Positif

Sebaliknya, kebebasan positif sering kali dipahami sebagai kapasitas untuk bertindak dengan cara yang memenuhi potensi seseorang atau mencapai realisasi diri. Konsep ini menunjukkan bahwa kebebasan sejati tidak hanya mencakup tidak adanya batasan tetapi juga adanya kondisi yang memungkinkan---seperti pendidikan, sumber daya, dan struktur sosial---yang memungkinkan individu untuk mencapai tujuan mereka secara efektif. Hayek mengkritik gagasan ini, dengan alasan bahwa hal ini dapat mengarah pada suatu bentuk pemaksaan di mana negara memaksakan visinya sendiri tentang apa yang merupakan kehidupan yang "baik" pada individu yang berupaya meningkatkan kebebasan positif sering kali mengakibatkan perlakuan yang tidak setara di mata hukum dan dapat membuat individu tunduk pada kehendak sewenang-wenang penguasa.

Kritik Hayek

Kekhawatiran utama Hayek terhadap kebebasan positif adalah bahwa hal ini menyamakan kebebasan dengan kekuasaan. Ia percaya bahwa ketika pemerintah berusaha memberikan kebebasan positif---seperti keamanan ekonomi atau kesejahteraan sosial---mereka berisiko melemahkan kebebasan negatif dengan menciptakan ketergantungan pada ketentuan negara pemerintah mengenakan pajak pada satu kelompok untuk memberi manfaat bagi kelompok lain dengan kedok memajukan keadilan sosial, hal ini mengganggu kesetaraan di depan hukum yang menuntut kebebasan negatif. Oleh karena itu, Hayek memperingatkan terhadap kebijakan yang memprioritaskan kebebasan positif dengan mengorbankan otonomi individu dan kesetaraan.

Ringkasnya, silsilah kebebasan positif dan negatif Hayek menekankan preferensi terhadap kebebasan negatif sebagai hal yang penting untuk menjaga kebebasan individu dan mencegah tirani.

Genealogi positive dan negative kebebasan menurut Isaiah Berlin merujuk pada perbandingan dan analisis dua konsep kebebasan yang diajukan oleh Berlin dalam karyanya "Two Concepts of Liberty." Berikut adalah ringkasannya:

Kebebasan Negatif

Definisi: Kebebasan negatif dapat dijelaskan sebagai "tidak ada hambatan," yaitu kondisi di mana individu tidak dibatasi oleh faktor-faktor eksternal seperti undang-undang, aturan, atau tekanan dari pihak lain.

Contoh: Di sebuah tempat tanpa larangan bepergian, individu memiliki kebebasan negatif untuk bergerak bebas dari satu tempat ke tempat lain.

Kebebasan Positif

Definisi: Kebebasan positif mengacu pada potensi untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu. Artinya bukan hanya tidak ada hambatan, tapi juga memiliki sarana dan kemampuan untuk merealisasikan aspirasi dan tujuan individu.

Contoh: Untuk menggunakan contoh yang sama, jika Anda tidak punya uang untuk bepergian, maka Anda tidak memiliki kebebasan dalam arti positif meskipun tidak ada larangan bepergian.

Berlin sendiri mengambil inspirasi dari Benjamin Constant dan filsuf-filsaf lain seperti Kant ketika ia mengembangkan konsep ini. Ia menunjukkan bahwa kedua jenis kebebasan ini dapat saling bersaing dan bahkan kadang-kadang tidak sesuai dalam realisasinya, terutama dalam konteks filsafat politik dan sosial.

Jadi, genealogi positive dan negative kebebasan menurut Isaiah Berlin merupakan hasil dari perpaduan pandangan-pandangan filsafat sebelumnya serta refleksi kritikal terhadap konsep kebebasan dalam konteks politis dan sosial.

Genealogi dalam konteks pemikiran Hannah Arendt dan T.R. Machan merujuk pada analisis sejarah dan perkembangan konsep-konsep yang berkaitan dengan kekuasaan, politik, dan etika. Berikut adalah penjelasan mengenai Genealogi Positif dan Negatif yang dapat dihubungkan dengan pemikiran kedua tokoh tersebut:

Genealogi Positif

Genealogi positif mengacu pada cara memahami sejarah dan perkembangan ide-ide yang memberikan kontribusi konstruktif terhadap pemahaman manusia tentang kekuasaan dan masyarakat. Dalam konteks Arendt, ini bisa mencakup analisis terhadap bagaimana tindakan politik dan partisipasi warga negara dapat membentuk ruang publik yang sehat. Arendt menekankan pentingnya tindakan kolektif dalam menciptakan kebebasan dan tanggung jawab di masyarakat.

Genealogi Negatif

Sebaliknya, genealogi negatif berfokus pada aspek-aspek destruktif dari kekuasaan dan ideologi. Ini mencakup analisis terhadap bagaimana kekuasaan dapat menindas individu dan kelompok, serta bagaimana wacana politik dapat digunakan untuk manipulasi dan kontrol sosial. T.R. Machan mungkin menyoroti bagaimana ide-ide tertentu dapat membawa dampak buruk bagi kebebasan individu dan etika dalam masyarakat.

Kedua pendekatan ini memberikan perspektif yang berbeda namun saling melengkapi dalam memahami dinamika kekuasaan dan etika dalam konteks sosial-politik. Genealogi positif berupaya untuk membangun pemahaman yang lebih baik tentang peran aktif individu dalam masyarakat, sementara genealogi negatif mengingatkan kita akan bahaya dari penyalahgunaan kekuasaan dan ideologi yang merugikan

Utilitarianisme adalah sebuah teori etika yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, yang menekankan bahwa tindakan moral harus diukur berdasarkan hasilnya, khususnya dalam hal kebahagiaan yang dihasilkan untuk sebanyak mungkin orang. Berikut adalah penjelasan mengenai pemikiran kedua tokoh ini dan kontribusi mereka terhadap utilitarianisme.

Jeremy Bentham

Latar Belakang dan Pemikiran Utama

Jeremy Bentham lahir di London pada tahun 1748 dan dikenal sebagai pendiri utilitarianisme. Ia hidup pada masa perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang signifikan, termasuk revolusi di Perancis dan Amerika.

Bentham berargumen bahwa tujuan hukum adalah untuk mencapai "kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbesar". Ia menolak pandangan hukum alam yang dianggapnya tidak fleksibel dan tidak konkret, serta berfokus pada bagaimana hukum dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Dalam pandangannya, hukum seharusnya berfungsi sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan mayoritas, dengan penilaian baik atau buruknya hukum ditentukan oleh seberapa besar kebahagiaan yang dapat dihasilkannya.

Prinsip-Prinsip Dasar

Kegunaan: Bentham mengembangkan prinsip utilitarianisme dengan fokus pada kegunaan, yaitu kemampuan suatu tindakan untuk menghasilkan kebahagiaan atau mengurangi penderitaan.

Rasionalitas: Ia percaya bahwa tindakan harus didasarkan pada rasionalitas dan analisis konsekuensi, bukan pada dogma atau tradisi.

Bentham juga memperkenalkan konsep kodifikasi hukum, di mana hukum harus disusun secara sistematis untuk memudahkan penerapan dan pemahaman1.

John Stuart Mill

Latar Belakang dan Kontribusi

John Stuart Mill lahir pada tahun 1806 dan merupakan penerus pemikiran Bentham. Ia dikenal sebagai seorang pembela liberalisme, demokrasi perwakilan, dan feminisme.

Mill memperluas ide-ide Bentham dengan menekankan pentingnya kualitas kebahagiaan, bukan hanya kuantitas. Ia berargumen bahwa tidak semua kesenangan memiliki nilai yang sama; kesenangan intelektual dan moral lebih tinggi daripada kesenangan fisik.

Prinsip-Prinsip Utama

Harm Principle: Mill mengemukakan prinsip bahwa individu bebas melakukan apa pun selama tindakan tersebut tidak merugikan orang lain. Ini menjadi dasar bagi pembelaan hak-hak individu dalam masyarakat.

Kesetaraan: Mill sangat mendukung kesetaraan gender dan pendidikan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan kolektif. Ia percaya bahwa masyarakat yang adil harus memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu.

Baik Bentham maupun Mill memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan utilitarianisme sebagai teori etika yang berfokus pada hasil. Meskipun keduanya setuju tentang pentingnya kebahagiaan sebagai tujuan utama moralitas, mereka berbeda dalam pendekatan dan penekanan terhadap kualitas versus kuantitas kebahagiaan. Utilitarianisme terus menjadi landasan penting dalam diskusi etika, hukum, dan reformasi sosial hingga saat ini.

Genealogi dalam konteks transfer pricing merujuk pada hubungan istimewa yang ada antara entitas atau individu yang terlibat dalam transaksi bisnis. Istilah ini sering digunakan dalam dunia perpajakan untuk menggambarkan bagaimana hubungan antara pihak-pihak tertentu dapat mempengaruhi penetapan harga dalam transaksi antar perusahaan, terutama dalam korporasi multinasional.

Definisi Hubungan Istimewa

Hubungan istimewa diatur oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan mencakup:

Kepemilikan Modal: Hubungan dianggap ada jika satu wajib pajak memiliki penyertaan modal langsung atau tidak langsung minimal 25% pada wajib pajak lain.

Hubungan Keluarga: Hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atau kesamping satu derajat juga dianggap sebagai hubungan istimewa. Ini termasuk hubungan antara orang tua, anak, saudara, mertua, dan ipar.

Transfer Pricing

Transfer pricing adalah penentuan harga untuk transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Hal ini dapat mencakup:

Penjualan barang dan jasa antar anak perusahaan.

Pengalihan penghasilan atau biaya yang dapat mempengaruhi pajak yang terutang oleh masing-masing pihak.

Prinsip Kewajaran

Salah satu prinsip utama dalam transfer pricing adalah Arm's Length Principle, yang menyatakan bahwa harga yang ditetapkan dalam transaksi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa harus setara dengan harga yang akan ditetapkan antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan tersebut. Ini bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak melalui manipulasi harga.

Regulasi dan Pengawasan

Di Indonesia, regulasi mengenai transfer pricing diatur dalam berbagai peraturan, termasuk PMK 213/PMK.03/2016, yang menetapkan kewajiban dokumentasi bagi wajib pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Dokumentasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa harga transfer yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perpajakan dan untuk mengurangi praktik penyalahgunaan transfer pricing.

Dengan demikian, genealogi dalam transfer pricing mencakup pemahaman mengenai bagaimana hubungan antar individu atau entitas berpengaruh terhadap penetapan harga dan kewajiban perpajakan, serta pentingnya regulasi untuk mengawasi praktik ini.

            Dalam Aspek gagasan yang diatas ada beberapa cara untuk Menentukan atau gagasan dalam menentukan Menentukan harga yang adil dalam transfer pricing adalah proses yang kompleks dan melibatkan beberapa langkah serta metode yang harus dipatuhi untuk memastikan bahwa harga yang ditetapkan sesuai dengan prinsip kewajaran. Berikut adalah cara-cara untuk menentukan harga yang adil dalam transfer pricing:

1. Memahami Prinsip Kewajaran

Harga transfer harus mencerminkan harga wajar yang akan diterima dalam transaksi antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa. Ini dikenal sebagai Arm's Length Principle, yang mengharuskan bahwa harga transaksi antar perusahaan afiliasi harus sama dengan harga yang berlaku di pasar bebas antara perusahaan independen.

2. Identifikasi Transaksi

Langkah pertama adalah mengidentifikasi semua transaksi antar pihak terkait, termasuk penjualan barang, penyediaan jasa, dan lisensi kekayaan intelektual. Setiap transaksi harus didokumentasikan dengan baik untuk analisis lebih lanjut.

3. Pilih Metode Penetapan Harga Transfer

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan harga transfer yang adil:

Comparable Uncontrolled Price (CUP): Membandingkan harga dalam transaksi afiliasi dengan harga dalam transaksi serupa antara pihak independen.

Resale Price Method (RPM): Mengurangi laba kotor wajar distributor dari harga jual kembali untuk menentukan harga transfer.

Cost Plus Method (CPM): Menambahkan markup atau margin keuntungan pada biaya produksi barang atau jasa.

Profit Split Method (PSM): Mengalokasikan laba di antara pihak-pihak berelasi berdasarkan kontribusi mereka terhadap penciptaan nilai.

Transactional Net Margin Method (TNMM): Membandingkan tingkat laba bersih operasi pihak yang diuji dengan tingkat laba bersih operasi pembanding.

Pemilihan metode tergantung pada karakteristik transaksi dan ketersediaan data sebanding.

4. Analisis Ekonomi

Setelah memilih metode, lakukan analisis ekonomi untuk memastikan bahwa harga transfer sesuai dengan kondisi pasar. Ini melibatkan pengumpulan data keuangan dan informasi relevan dari transaksi serta membandingkannya dengan data dari perusahaan atau transaksi sebanding13.

5. Persiapan Dokumentasi

Dokumentasi yang komprehensif sangat penting untuk mendukung keputusan harga transfer. Ini termasuk file master dan file lokal yang merinci operasi bisnis serta laporan pembandingan untuk membuktikan kewajaran harga yang ditetapkan.

6. Kepatuhan Terhadap Regulasi

Perusahaan harus mematuhi regulasi perpajakan setempat dan pedoman internasional, seperti Pedoman Harga Transfer OECD, untuk memastikan bahwa praktik transfer pricing tidak hanya adil tetapi juga sesuai dengan hukum yang berlaku.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, perusahaan dapat menetapkan harga transfer yang adil dan wajar, mengurangi risiko sengketa pajak dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan di berbagai yurisdiks

uk mencegah praktik penghindaran pajak yang merugikan negara. Asas ini berperan penting dalam memastikan bahwa harga transfer antara entitas yang memiliki hubungan istimewa mencerminkan nilai pasar yang wajar, sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.

Pentingnya Asas Keadilan dalam Transfer Pricing

1. Mencegah Penghindaran Pajak:

Transfer pricing sering digunakan oleh perusahaan multinasional untuk mengalihkan keuntungan ke negara dengan tarif pajak lebih rendah, yang dapat menyebabkan kehilangan pendapatan pajak bagi negara asal. Dengan menerapkan asas keadilan, otoritas pajak dapat mengawasi dan mencegah praktik manipulatif ini12.

2. Penetapan Harga Wajar:

Asas keadilan membantu dalam menentukan harga transfer yang adil dan wajar antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Hal ini penting agar transaksi antar entitas tidak merugikan salah satu pihak dan tetap sesuai dengan harga pasar. Dalam konteks ini, prinsip kewajaran atau arm's length principle menjadi acuan utama untuk menilai apakah harga yang ditetapkan sudah sesuai34.

3. Kewenangan Direktorat Jenderal Pajak:

Di bawah Undang-Undang Pajak Penghasilan, Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk menyesuaikan penghasilan dan pengurangan pajak berdasarkan kewajaran dan kelaziman usaha. Ini menunjukkan betapa pentingnya asas keadilan dalam penegakan hukum perpajakan di Indonesia24.

Dengan demikian, penerapan asas keadilan dalam praktik transfer pricing sangat krusial untuk menjaga integritas sistem perpajakan, memastikan bahwa semua entitas membayar pajak secara adil, dan mencegah potensi penyalahgunaan yang dapat merugikan perekonomian negara.

Genealog munculnya Transfer Pricing (TP) dapat dijelaskan melalui berbagai pendekatan yang digunakan dalam penyusunan dokumentasi harga transfer. Pendekatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa harga yang ditetapkan dalam transaksi antar perusahaan yang berhubungan (afiliasi) mencerminkan nilai yang wajar sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Berikut adalah beberapa pendekatan utama dalam Transfer Pricing:

Pendekatan dalam Transfer Pricing

1. Pendekatan Ex-Ante

Pendekatan ini digunakan untuk menguji kewajaran harga transfer sebelum atau pada saat terjadinya transaksi. Dalam pendekatan Ex-Ante, wajib pajak melakukan penentuan harga atau laba wajar berdasarkan informasi yang tersedia sebelum transaksi dilakukan. Data yang digunakan mencakup informasi dari tahun-tahun sebelumnya dan data relevan lainnya untuk menetapkan rentang wajar laba1.

Contoh: Sebuah perusahaan (PT G) melakukan pengujian harga di awal tahun dan menentukan rentang laba wajar 2%-5%, yang kemudian digunakan sebagai referensi untuk transaksi sepanjang tahun tersebut1.

2. Pendekatan Ex-Post

Berbeda dengan Ex-Ante, pendekatan Ex-Post menguji kewajaran harga transfer berdasarkan hasil aktual setelah transaksi terjadi. Pendekatan ini sering dipakai saat menyusun laporan pajak tahunan dan bertujuan untuk memastikan bahwa transaksi konsisten dengan prinsip kewajaran1.

Contoh: PT G membandingkan margin laba operasi aktual tahun 2022 dengan perusahaan pembanding untuk menilai kewajaran transaksi afiliasi yang telah dilakukan.

3. Pendekatan Kontemporan

Pendekatan ini melibatkan penyusunan dokumen harga transfer pada saat transaksi berlangsung, menggunakan data dan analisis yang relevan pada waktu itu. Pendekatan ini mirip dengan Ex-Ante, namun lebih fokus pada dokumentasi yang dilakukan saat transaksi terjadi1.

Contoh: PT G melakukan analisis kewajaran di level laba operasi dan mendokumentasikan proses tersebut pada saat transaksi afiliasi berlangsung.

Metode dalam Penentuan Transfer Pricing

Dalam praktiknya, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan harga transfer, antara lain:

Comparable Uncontrolled Price (CUP) Method: Membandingkan harga transaksi antara pihak afiliasi dengan harga di pasar bebas.

Resale Price Method (RPM): Menentukan harga berdasarkan marjin laba kotor dari penjualan kembali produk.

Cost Plus Method (CPM): Menetapkan harga dengan menambahkan margin laba kotor ke biaya produksi.

Profit Split Method (PSM): Membagi laba gabungan dari transaksi berdasarkan kontribusi masing-masing pihak.

Transactional Net Margin Method (TNMM): Mengukur tingkat keuntungan bersih dari transaksi afiliasi dibandingkan dengan perusahaan independen24.

Metode Baru

Seiring perkembangan regulasi, tiga metode baru juga diperkenalkan:

Comparable Uncontrolled Transaction (CUT) Method: Menganalisis transaksi independen untuk menentukan nilai wajar.

Tangible Asset and Intangible Asset Valuation: Menilai aset berwujud dan tidak berwujud.

Business Valuation: Menilai keseluruhan bisnis berdasarkan proyeksi arus kas dan nilai pasar34.

Kesimpulan

Genealog munculnya Transfer Pricing melibatkan pemahaman mendalam tentang berbagai pendekatan dan metode yang digunakan untuk memastikan bahwa harga transfer antara perusahaan afiliasi mencerminkan nilai pasar yang wajar. Pendekatan seperti Ex-Ante, Ex-Post, dan Kontemporan memberikan kerangka kerja bagi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban dokumentasi dan kepatuhan pajak mereka secara efektif.

Daftar Pustaka 

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 04/PJ.7/1993

Iman Santoso, 2004 "ADVANCE PRICING AGREEMENT DAN PROBLEMATIKA TRANSFER PRICING DARI PERSPEKTIF PERPAJAKAN Indonesia" JURNAL AKUNTANSI & KEUANGAN VOL. 6, NO. 2

Indra Rahmatullah, 2021 "Filsafat Hukum Utilitarianisme: Konsep dan Aktualisasinya Dalam Hukum di Indonesia" Volume 5 Nomor 4

Nur Alifah, 2024 "PENYEDIAAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR PERSPEKTIF KESETARAAN NILAI UTILITARIANISME JOHN STUART MILL" JICN: Jurnal Intelek dan Cendikiawan Nusantara Vol : 1 No: 4

Endang Pratiwi Dkk, 2022 "Teori Utilitarianisme Jeremy Bentham: Tujuan Hukum atau Metode Pengujian Produk Hukum?" Jurnal Konstitusi, Volume 19, Nomor 2 DOI: https://doi.org/10.31078/jk1922

Rikana Brillian Putri Indah & Astri Fitria, 2019, "KERIKIL TAJAM TRANSFER PRICING PADA PERUSAHAAN MULTINASIONAL SERTA DAMPAK TERHADAP LAPORAN KEUANGAN" Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi : Volume 8, Nomor 10

https://www.kompasiana.com/balawadayu/636536498db7a8152b75b612/apa-itu-kebebasan-positif-dan-negatif-isaiah-berlin-2

https://www.kompasiana.com/balawadayu/621ef2bb3179491c44477363/kebebasan-positif-dan-kebebasan-negatif-isaiah-berlin

https://business-law.binus.ac.id/2016/06/30/utilitarianisme-dan-tujuan-perkembangan-hukum-multimedia-di-indonesia/

https://pro-visioner.com/pvk/transfer-pricing-step-by-step/

https://ortax.org/metode-metode-dalam-transfer-pricing

https://www.hukumku.id/post/memahami-transfer-pricing-dan-aturannya

https://accounting.binus.ac.id/2020/12/17/international-transfer-pricing/

https://ortax.org/apa-itu-transfer-pricing

https://feb.ugm.ac.id/id/berita/4188-membedah-transfer-pricing-dan-aturan-hukumnya

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun