Banyak orang yang terbantu karena Gunawan menjadi pengangguran. Dari mulai tidak ada persaingan sampai ada hidup yang bisa dibandingkan. Alasan kedua memang tampak kejam. Tapi, Gunawan tahu itu. Ia tetap menyambut dengan senang menjadi pengangguran.
"Tidak apa. Memang tidak ada yang mau menjadi miskin dan menderita. Kalau bisa, semua serba ada. Baru Tuhan dihadirkan dalam ritual saja !"
Dari banyak kisah yang sudah Gunawan dengarkan. Banyak orang merasa kagum dengannya. Banyak tawaran pekerjaan. Tapi tetap memilih menjadi pengangguran. Pekerjaan yang ditawarkan juga bukan main-main, setidaknya menurut yang menawarkan. Mulai dari ojek daring sampai menjaga toko.
"Gun, kau dapat tawaran menjaga toko di tempat Pak Kapjo. Kenapa tidak kau ambil saja, lumayan buat pekerjaan!" kata Andri, kawan seangkatan bermain Gunawan.
Gunawan tidak menjawab. Ia hanya tersenyum. Merasa kalau sebenarnya pekerjaan yang ditawarkan tidak sebanding dengan nikmatnya menjadi pengangguran. Dari upaya mendengarkan banyak cerita kawan, Gunawan bisa belajar. Hal itu dimanfaatkan untuk membuat cerita. Ada imanjinasi dan dia kreasikan sedemikian rupa. Jadilah cerita di media.
"Gun, aku membaca cerita di koran. Kisahnya mirip dengan kisahku, tapi yang ada di cerita lebih tragis lagi. Aku bersyukur bisa berada dalam kondisi saat ini. Ternyata, banyak yang lebih terpuruk dari aku !"
"Perbandingan tidak akan membawamu kemana pun, Kawan. Perjuangkan harapanmu sendiri. Bersyukur itu perlu !"
***
Semua orang butuh cerita, termasuk Gunawan. Meski sudah banyak cerita orang lain didengarkannya. Kadang, ia merasa suntuk. Kesal.
"Aku lelah menjadi pengangguran ! Hidup pernuh dengan perbandingan!" keluh Gunawan.
Gunawan datang pada seorang dukun. Bau kemenyan terasa. Dupa berserta asap pembakarannya memenuhi ruangan.