"Kalau begituh, kamu sudah bisa belajar sendiri?"
"Bisa Mah."
Tak lama jam tidur datang. Anaknya Selsa sudah masuk ke kamarnya meninggalkan buku pelajaran di sisi Selsa. Sedang Selsa masih ingin duduk-duduk sebentar lagi. Entah kenapa Selsa merasa kangen sekali dengan suaminya. Dan tak berniat beranjak dari tempatnya.
Setiap tanaman satu persatu ia nikmati, seakan belum pernah melihat sebelumnya. Hingga pandangannya tertuju pada tanaman yang merambat di dinding yang seperti huruf kurawal. Seperti baru menyadari sesuatu, Selsa sontak buru-buru membuka buku pelajaran anaknya. Kemudian ia membandingkan huruf kurawal di buku dengan yang di dinding. Kemudian ia mulai membaca.
"Ma-s Ci-n-ta ka-mu Se-l-sa," ucapnya sambil terbata-bata.
Untuk sesaat Selsa terbengong-bengong. Merasa bermimpi. Tak terasa air mata Selsa mengalir dengan deras tanpa dapat dibendung. Tanpa sadar ia mulai terisak-isak. Lama ia menutup mukanya.
"Ternyata begitu toh, Mas," lirihnya pelan.
Kini berbagai bayangan kenangan mulai muncul dalam benaknya. Dia mulai bergumam.
"Walau kamu tertawa ketika aku terpeleset, namun kamu menunjukkan kata cinta dengan obat merah dan tukang urut. Saat itu aku tak menyadarinya Mas."
"Kamu tidak pernah berkata sayang, tapi kamu sering cemburu. Aku pun tak menyadarinya Mas."
"Kamu tidak romantis namun apa yang banyak telah kamu lakukan menunjukkan bahwa kamu lebih dari itu. Tapi waktu itu pun aku tidak menyadarinya juga."