Namun walau begitu, mas AA memberikan obat merah sambil berkata "Ada yang luka?" Dan menanyakan "Perlu diurut nggak, nanti aku panggil tukang urut kalau keseleo?" Hingga sedikit meredakan perasaan kesal neng Selsa.
"Obatin dunk," rajuk Selsa sambil manja.
"Masa ngolesin obat merah aja gak bisa. Manja bener," jawab mas AA sambil ngeloyor pergi. Selsa hanya bisa ngedongkol dan ngedumel sendiri.
Tapi yang lucu, mas AA suka cemburu jika Selsa digodain di media sosial oleh teman-temannya yang gila. Padahal maksud mereka hanya bercanda. Namun mungkin karena mas AA tidak mengikuti cerita awal dibalik candaan Selsa dan teman-temannya hingga menimbulkan salah faham.
"Teman aku memang gila. Jangan dianggap serius," kata Selsa memberikan pengertian. Mas AA pun dapat menerimanya.
Walau mas AA tidak romantis, namun ia senang dengan tanaman. Ia membuat taman di depan rumah. Merangkai tanaman dan bunga-bunga yang cantik. Hingga taman yang mungil itu sangat indah untuk dinikmati sambil duduk-duduk di kursi teras.
Hal ini sedikit mengherankan Selsa. Bukankah yang senang taman adalah orang yang jiwanya romantis. Padahal suamiku ini kagak ada romantis-romantisnya.
"Mas, kenapa kamu buat taman ini?" Suatu saat Selsa bertanya ketika mereka duduk-duduk sambil menunggu senja datang.
"Jika suatu saat takdir menentukan mas dipanggil duluan. Maka kamu bisa mengingat dan merasakan kehadiran mas dengan melihat taman ini."
"Terus itu tanaman merambat, kenapa bentuknya mas buat seperti huruf kurawal?"
"Sama. Itu juga agar kamu mengingat Mas. Kalau Mas biarkan seperti begitu saja tanpa dirangkai kan tidak menarik perhatian. Betul tidak?"