Mohon tunggu...
Humaniora

Neraka Sisi Lain Fenomena Kehidupan yang Menanti Manusia Setelah Kematiannya

14 Desember 2016   02:14 Diperbarui: 21 Juni 2017   20:12 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kenyataan yang berlaku saat ini adalah manusia dikendalikan dan bahkan diperbudak oleh materi. Dengan berbagai dalih dan alasan tanpa disadari mereka telah menomersatukan apa yang disebut materi itu, walaupun untuk memperolehnya mereka lakukan dengan berbagai cara bahkan dengan menutupinya dan dikemas dalam suatu bentuk yang seolah-olah tidak mengharapkan materi, tetapi pada kenyataannya merupakan sasaran tembak untuk memperoleh materi dalam jumlah besar.

Manusia-manusia yang berdalih dan memainkan peran semu sebagai sosok sempurna, padahal sesungguhnya hanya mengharapkan materi semata. Kenyataannya adalah peran kepalsuan itu justru sering kali dilakoni oleh seorang manusia dengan pengetahuan dan intelektual yang cukup, bahkan lebih, sehingga mampu menutupi dan membodohi orang lainnya.

Materi dan materi, itulah yang selalu berputar dan mengisi setiap ruang dan sendi di dalam kehidupan manusia.

Hampir sebagian manusia sibuk menyirami dan memberi pupuk kepada kehidupan duniawinya. Sebagian besar manusia telah melupakan adanya sisi lain dalam kehidupannya, yang memerlukan perhatian khusus dan juga kesadaran dari dalam dirinya untuk memperoleh pengetahuan mengenai kehidupan batin.

Apa yang diperoleh dalam kehidupan lahir adalah penting tetapi apa yang seharusnya dicapai dalam kehidupan batin adalah jauh lebih penting, karena akan menyangkut satu kehidupan bagi manusia yang harus dijalaninya dalam waktu yang jauh lebih lama dari keberadaanya di dunia, bahkan bisa jadi untuk selamanya.

Bagaimana seorang manusia memaknai kehidupan batinnya, akan sangat menentukan bagi diri manusia itu sendiri apakah kelak dirinya akan memperoleh kehidupan yang lebih baik setelah kematiannya, ataukah justru harus menjalani hari-harinya dengan kehidupan yang jauh berisi penderitaan dan kesengsaraan yang tiada akhir.

Sebenarnya, banyak pula manusia yang mulai menyadari dan merasakan kebutuhan dari dalam dirinya tentang suatu kebenaran atau pengetahuan yang mengisi kedahagaan dalam batinnya. Tetapi sebagian dari mereka tidak tahu harus kemana dan bagaimana, sementara sebagian lainnya terperangkap masuk ke dalam suatu bentuk penawaran yang menjanjikan kehidupan batin yang terbaik, tetapi sebenarnya berisi kepalsuan dan kekosongan semata, bahkan mungkin menjadi perangkap yang menyeret mereka kepada kehidupan yang jauh lebih buruk setelah kematiannya.

Lagi-lagi disela kedahagaan manusia akan kehidupan batin, muncullah sosok-sosok manusia bak pahlawan ditengah hari, yang mengulurkan tangan dan menjanjikan berjuta kebaikan bagi kehidupan batin mereka. Tidak sedikit yang terpesona dan bahkan mengagumi sosok-sosok yang bermunculan itu dan mengikuti segala saran dan menu yang mereka sajikan.

Karena begitu lapar dan dahaganya para manusia itu akan kebutuhan batinnya, menyebabkan mereka menjadi tidak bisa memilah, manakah yang merupakan pengetahuan yang benar dan mana pula yang merupakan sebuah hidangan yang hanya dapat mengisi rasa lapar dan dahaga mereka sesaat dan kemudian hilang kembali tanpa meninggalkan suatu manfaat apapun.

Banyak manusia yang mengikuti saran dan janji yang diberikan sosok-sosok itu, tetapi sebenarnya hanya menawarkan sebuah keindahan semu seperti memberikan gula-gula kepada seorang anak, manis untuk sesaat, tetapi tidak berguna dan bahkan bisa membuat sakit perut.

Sosok-sosok bagai pahlawan itu memberikan kata-kata manis dan kesempurnaan semu, yang memang menyenangkan telinga dan mata untuk saat itu, tetapi ketika selesai, tidak ada satu hal pun yang dapat diambil atau dijadikan satu pegangan saja oleh semua manusia itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun