“Kamu tahu apa! Kerjaanmu Cuma keluyuran!” Suara papa meninggi. Keningku berkerut melihatnya. Tidak biasanya papa seperti ini. Pasti ada sesuatu yang terjadi.
“Well, memang aku harus bagaimana?”
“Minggu depan kita pindah! Kemasi barang kamu.”
Mataku membelalak terkejut. Apa aku tidak salah dengar? Pindah? “Pindah? Kenapa tiba-tiba?” tanyaku.
“Rumah ini akan Papa jual. Perusahaan kita lagi krisis. Bahkan terancam bangkrut.” Ada getir kesedihan saat papa mengatakan itu. Ya, aku tahu jelas ini sungguh menyedihan untuknya. Perusahaan yang ia bangun mulai dari nol akan sirnah. Pasti menyakitkan untuknya.
“Kenapa bisa begitu? Apa yang terjadi?” Pasti ada kejelasan lebih kenapa ini bisa terjadi.
“Papa tidak tahu pasti. Beberapa proyek yang ditangani tiba-tiba dibatalkan. Bahkan beberapa klien menghilang. Para pekerja proyek berkurang, mereka tiba-tiba mengundurkan diri. Semua menjadi kacau,” jelas papa frustasi.
“Tapi kenapa harus pindah?”
“Rumah dan asset kita di sini akan Papa jual untuk memulihkan kondisi perusahaan. Kita akan menempati rumah kita di Jakarta dan mengurus masalah di sana.”
Seketika itu juga badanku lemas. Bagaimana ini? Pindah? Jika itu terjadi aku tidak akan pernah bisa bertemu dengannya lagi. Aku tidak mungkin meninggalkannya. Aku tidak mau.
“Aku tidak akan ikut,” putusku. Papa menaikkan sebelah alisnya.