Mohon tunggu...
Evi Dwiningtias
Evi Dwiningtias Mohon Tunggu... lainnya -

aku hanya seorang penulis pemula yang mencoba berkarya. mohon kasih saran dan kritiknya ea ^^

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Antara Cinta dan Benci (22)

20 Juni 2012   19:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:43 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tina menarik napas panjang, menahan emosi yang bergemuruh di hatinya. “Apa yang kamu inginkah sebenarnya? Kenapa kamu menyerang perusahaan suamiku? Kamu mau menghancurkan kami?” buru Tina.

Deni terkekeh pelan. “Begitu mudah menebaknya bukan? Sebentar lagi aku akan melihat kehancuran keluarga Hermawan. Pasti menyenangkan.”

Tina tercengang dengan ucapan Deni. Ternyata memang benar anak kandungnya itulah yang membuat perusahaan suaminya kacau. Ia tidak menyangka ini semua akan terjadi. “Kenapa… kenapa kamu lakukan ini?”

“Sudah pasti untuk melihat kalian menderita… aku ingin kalian ikut merasakan penderitaan yang pernah aku dan papa alami.”

Terasa ada yang retak dalam hati Tina. Anak kandungnya sendiri ingin membuat dia menderita. Kebencian yang Deni tujukan sebelumnya saja sudah membuatnya sedikit terpukul dan sekarang ia harus melihat anaknya itu membalas dendam padanya. “Tolong jangan lakukan itu… jangan membuat keluargaku menderita. Jika kamu ingin membalas dendam, balas saja aku. Cukup aku saja, jangan keluargaku,” mohon Tina. Ia sudah tidak punya cara lain untuk menghentikan Deni.

Deni bangkit dari duduknya seraya menatap Tina tajam. “Tak ada gunanya memohon, semua sudah terlambat!”

Tina bangkit menghampiri Deni. Tubuhnya langsung merosot turun, terduduk di lantai dengan bertumpu pada kedua lututnya. “Lebih baik kamu bunuh saja aku! Aku yang sudah bersalah menelantarkanmu.” Cairan bening merembes turun dari kelopak mata indah Tina.

Deni sama sekali tak memandangnya. Ia tetap teguh pada pendiriannya. “Membunuhmu hanya akan merugikanku. Sudahlah, tak ada gunanya kamu memohon. Aku akan tetap menghancurkan perusahaan suamimu itu,” balas Deni datar.

“Deni….”

“Jangan pernah memanggil namaku! Pergilah! Pembicaraan kita cukup sampai di sini,” usir Deni. Tina menunduk lemah. Air matanya masih bercucuran. Pedih sekali mendapat perlakuan kasar dari anaknya sendiri. Ia tahu telah bersalah dulu, tapi ia ingin menebus semua itu. Apakah tidak ada kesempatan baginya untuk menebus semua kesalahan masa lalunya?

“Pergilah! Aku harap aku tidak akan bertemu denganmu lagi!” ulang Deni. Mau tak mau Tina bangkit. Ia beranjak pergi meninggalkan rumah Deni, berjalan lemah tersaruk-saruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun