Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Putihnya Cintamu Seputih Jubahku

19 Juli 2020   14:13 Diperbarui: 19 Juli 2020   14:06 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu

Minyak Suci

Tuuut....tuuuuuut....tuuuuut....

"Malam Pastor, saya Ibu Angela, bisa mengganggu sebentar, Pastor?" dari seberang sana seorang ibu mengatakan dengan lembut namun ada kepanikan.

"Malam, Ibu Angela, tidak ada yang terganggu, apa yang bisa saya bantu," kataku mencoba mencairkan kepanikan yang hendak ia sembunyikan.

"Begini Pastor, saya ketua lingkungan di Thomas Aguinas, perumahan dekat paroki, Pastor, pirsa?" katanya lebih tenang terdengar.

"O, iya Ibu, saya tahu, di kawasan elit itu kan, ada yang bisa saya lakukan mungkin," mulai jengkel.

Biasanya malam-malam begini ini mendesak, eh malah ini perkenalan yang tidak begitu urgen. Bahasa komunikasi yang tidak efisien bagiku.

"Pastor bisa memberi minyak suci, salah satu umat di sini kritis, sakit kanker stadium lanjut...."

"Baik Ibu, tolong kirimkan alamatnya, biar saya berangkat diantar sopir, karena saya belum hafal jalan di sini, selamat malam." Pungkasku.

Aku potong keterangannya, di tengah kritis, eh malah menerangkan hal yang kurang tepat waktu. Bergegas aku mengambil tas yang memang sudah siap sedia selalu.

"Pak Man, antar ke lingkungan Thomas Aquinas ya, tolong siapkan mobil, saya ganti baju dan mempersiapkan minyak sucinya," permintaanku ke Pak Man, sopir setia pastoran sekian puluh tahun.

"Inggih  Pastor, saya keluarkan dulu mobilnya dan ambil jaket dulu," sambut Pak Man sigap. Memang sudah hafal beliau kalau malam-malam harus keluar untuk memberikan minyak suci tidak perlu basa-basi. Sigap dan itu penting.

Di jalan ada sms masuk ternyata dari Ibu Angela. Ibu yang telpon tadi mengirimkan alamat dan nama umat yang harus aku datangi. "Pak Man, kita ke Jl. Pakel V no.25 ya, ini Pak Andreas kritis, cepet dikit ya Pak, namun tetap hati-hati."

"Iya Pastor, dekat tidak sampai 15 menit juga sudah sampai, Pak Andre memang sudah lama sakit, kalau tidak salah ini sudah ketiga kalinya, beliau memohon minyak suci." Pak Man menguraikan panjang lebar umat yang ternyata ia kenal betul.

Lanjut Pak Man," Meskipun kaya, beliau rendah hati Pastor, di jalan kalau lihat saya pasti menyapa, kepada pastor-pastor selalu memanjakan namun tidak pernah minta perhatian berlebihan. Apapun kebutuhan pastoran dipenuhi tanpa ada permintaan. Salut saya dengan pribadi begitu Pastor."

"Sayang ya, saya bertemu dalam keadaan begini, semoga saya masih bisa berbincang dan bergaul lama dengan beliau kalau begitu Pak Man," kataku.

"Sampai Pastor, itu ada beberapa umat kita sudah menunggu," kata Pak Man memasuki rumah bersih dan asri itu.

Di sana telah ada beberapa pemuda, bapak-bapak dan satu ibu, mungkin ketua lingkungan yang telpon tadi. Luar biasa ini lingkungan. Ada di tengah perumahan seperti ini, bisa sosialisasi begitu, mau berkumpul, dan ada bentuk kepedulian, serta perhatian yang besar. Biasanya cenderung egois dan individualistis. Daerah dan bukan kawasan begini saja sudah enggan tahu kesulitan tetangga. Ini sih anomali, lingkungan yang tertutup, satpam di mana-mana, tiap rumah gerbang tinggi-tinggi, eh Gereja beri warna yang berbeda. Syukur pada Allah.

"Mari Romo, saya Ibu Angela, tadi yang telpon, ini umat kita yang dekat sini," sambutan ibu dan umat lingkungan lainnya.

"Malam  semua, kita langsung saja ya, nanti baru kita bincang-bincang sambil kenalan lebih lanjut, kebetulan saya baru juga di paroki ini," kata saya ramah namun tegas untuk langsung ke pokok acara kedatangan saya.

"Selamat malam Pak Andre, saya Pastor Gabriel, sudah siap lahir batin ya Pak, untuk menerima sakramen minyak suci.." kataku sambil bersalaman dengan umatku yang sedang sakit itu. Wajahnya pucat namun ceria seolah tidak sakit.

"Amin....." begitu tanggapan yang hadir dan selesai tugas saya.

"Pak Andre sekarang untuk istirahat dan tenang, pasrah, serta berdoa ya Pak, kelihatan segar ya, sudah berapa lama, gerahnya?" sedikit basa-basi untuk mengakrabkan diri dengan umatku.

"Ah sudah lupa saya Romo, saya tidak merasa sakit, minyak suci juga sudah tiga kali ini, namun saya senang, siap kapanpun Tuhan mengendaki. Saya masih aktivitas rutin kog, hanya tadi rasanya sudah tidak karu-karuan, maka saya minta Mbak Angel nyuwun  Romo rawuh, nyuwun pangapunten sanged," jawabnya panjang lebar.

"Pak, sudah malam, Bapak istirahat dulu, nanti kita ngobrol lagi, saya mau pamit, langsung saja, selamat malam ya....."pamitku.

"Pastor, ngopi dulu, mosok mau langsung, kondur," kata Bu Andre.

"Iya, Bu, saya pamit ke Bapak, dan ngobrol dulu di luar dengan bapak-bapak dan pemuda di depan saja sekalian, " jawabku.

"Saya Toni, Pastor," jawab bapak ceking, tinggi, dan putih dengan ramah.

"Malam Romo, saya Budi," kata pemuda gemuk pendek, mahasiswa kelihatannya.

Dilanjutkan dengan perkenalan dari semua yang ikut ibadat tadi.

"Malam semua, saya  Gabriel, panggil saya Pastor atau Rama Gabi. Saya berasal dari Semarang, maka sering lebih nyaman dipanggil rama, meskipun sah-sah saja dipanggil pastor, he...he..ayo ngopi, " kataku mencairkan dinginnya malam ini.

"Rama Gabi, lupa sama aku?" dari dalam rumah Ibu ketua lingkungan tadi beraku-aku.

Deg.....hatiku tercekat, memoriku kembali ke puluhan tahun lampau.....

Belum sempat memoriku mencerna dengan baik, hadir Ibu Andre sebagai tuan rumah membawa pisang goreng, yang sangat pas dengan kopi hangat yang masih mengepul.

"Maaf-maaf kopinya sudah dingin, pisangnya baru matang," kata Bu Andre sungkan. "Rama, kopinya saya tambah ya?" langsung dia ambil dan ganti yang baru. Untung aku memang suka kopi. Masa studi yang sering memaksa begadang, menjadikanku jadi gila kopi.

Pak Man, datang dengan sungkan, "Bapak-bapak dan Ibu-ibu, maaf besok tugas Rama misa harian, kasihan kalau pulangnya kemalaman, bukan begitu Pastor," pungkasnya mengakhiri kikukku mohon pamit di tengah asyiknya ngobrol.

"Malam semua, dan saya mohon pamit, Berkah Dalem," pamitku.

"Rama, ini maaf  matur saru,ini stipendiumnya,[1]" kata Bu Andre.

 

"Ibu, tidak usah repot, tidak perlu begituan, sepanjang saya bisa dan masih terjangkau, semua akan saya lakukan, lebih baik untuk yang lebih membutuhkan, Ibu yang sabar dan jangan lupa istirahat, biar tidak sakit, malam Ibu, saya pamit." Tolakku halus sambil menasihati sebagai peneguhan beliau.

 

Tin tiiin tinnnn...

 

Pak Man, menekan klakson tiga kali sebagai pamitan...

 

"Pak Man makasih ya, bisa menyelesaikan kesusahanku pamitan tadi. Tidak enak mau mengakhiri bincang-bincang gayeng tadi. Kalau tidak bisa celaka, besok tidak bisa bangun pagi untuk misa, he...he...." candaku di mobil.

 

Aku jadi ingat apa yang terjadi sebelum pisang goreng tadi. Siapa sih ketua lingkungan itu, kog berani ber aku-aku denganku. Sampai pulang dia tidak nongol lagi, bahkan saat pamitan pun dia tidak keluar.

 

"Makasih Pak Man, ini  untuk beli kopi," aku angsurkan sedikit ala kadar,

 

' biar buat jajan si Anton," anak Pak Man.

 

Anaknya Pak Man masih SMP, anak tunggal namun mandiri, pinter, dan tekun dalam membantu di gereja maupun keluarganya.  Prigel anaknya.

 

"Rama, tidak pernah saya menerima begituan, itu kan uang saku Rama yang tidak seberapa, tadi juga Rama menolak kan saat diberi iura stolae[2]," tolak Pak Man.

 

"Pak Man, ini untuk Anton, bukan untuk Pak Man," aku taruh di jok dan, "Malam Pak Man, sugeng sare njih, Berkah Dalem."

 

"Sugeng sare ugi Rama, matur nuwun," aku lihat Pak Man berkaca-kaca memandangku.

 

Aku masuk kamar, ganti baju, mengganti dengan celana pendek dan cuci muka. Ambil Kitab Suci membaca bacaaan esok hari dan doa singkat. Aku cek lagi persiapan kotbah untuk misa besok, aku baca sekali, dan yakin tidak ada masalah, aku berangkat tidur. Masih terngiang, Rama Gabi lupa sama aku? Siapa sih, aku tidak ingat lha ketemu malam, keadaan prihatin lagi, tidak lama pula, ah biar saja, toh besok-besok mungkin akan ketemu lagi.

 

Clink.....ada nada sms masuk, aku buka siapa tahu ada hal penting dan mendesak.

 

Arya, kamu pasti ingat siapa yang panggil kamu dengan nama ini, tidak ada yang lain kan, met malam, met bobo ya, mimpi indah, dan tetap setia akan karyamu.

 

Jeduar...........................

 

Aku memang biasa belum tidur jam-jam segini, aku ambil koran dan baca berita-berita menarik, terutama politik. Meski dilarang politik praktis, toh aku tetap mengikuti keadaan negara yang makin tidak karuan. Wah malah aku jadi teringat sms itu dan tidak konsen dengan perseteruan DPR dengan eksekutif yang makin panas dari hari ke hari. Ku jadi teringat sepuluh tahun lalu.........

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun