Media cetak, seperti Kompas, Tempo, dan Jawa Pos, yang dulunya digdaya, kini mengalami penurunan oplah yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh pergeseran konsumsi informasi ke media digital yang lebih mudah diakses dan gratis.
Kepercayaan publik terhadap media cetak juga menurun. Masyarakat lebih memilih sumber informasi yang dianggap lebih objektif dan interaktif, seperti media online dan media sosial.
2. Dominasi media sosial dan konten hiburan
Generasi muda, seperti para mahasiswa dalam percakapan, lebih terbiasa dengan platform seperti TikTok dan YouTube. Konten hiburan ringan dan instan di platform tersebut lebih menarik bagi mereka dibandingkan berita politik dan analisis mendalam di media cetak.
Tokoh-tokoh "Youtuber kampung" yang sukses, meskipun tidak kaya raya seperti selebritas media sosial lainnya, menunjukkan konten kreatif dan menghibur dapat mendatangkan penghasilan dan popularitas.
3. Tantangan adaptasi dan inovasi
Media cetak perlu beradaptasi dengan era digital dengan bertransformasi ke platform online dan mengembangkan konten yang menarik bagi generasi muda.
Kolaborasi dengan influencer dan Youtuber dapat menjadi strategi untuk menjangkau khalayak yang lebih luas.
Inovasi dalam jurnalisme dan penyajian berita juga diperlukan untuk menarik minat pembaca dan meningkatkan kepercayaan publik.
4. Masa depan media cetak
Meskipun mengalami kemerosotan, media cetak masih memiliki potensi untuk bertahan dan berkembang.