Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diskusi Kajoetangan: Surat Kabar dan Majalah Cetak Jadi Bungkus Gorengan

8 Juni 2024   17:51 Diperbarui: 8 Juni 2024   17:53 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Suratkabar cetak menjadi bungkus gorengan. Foto : health.grid.id

Diskusi Kajoetangan : Suratkabar dan Majalah Cetak Jadi Bungkus Gorengan

Dalam sebuah obrolan sore di sebuah kafe di bilangan Kajoetangan Heritages downtown Malang, saya mencoba cangkruk di sebelah meja para mahasiswa yang saya lihat bergerombol di bagian muka kafe,

Ada yang berceloteh tentang bagaimana kebakaran jenggotnya PDIP setelah kekalahannya dalam Pilpres ybl. Hasto dicontohkan mewakili dunia Mak Lampir yang hampir setiap hari nyap-nyap soal kekalahan capresnya dengan menuding Jokowi sebagai gegara utama semua persoalan bangsa sekarang.

Tapi kemudian ada yang menukik pada persoalan lain yi gagalnya bedah komestik Tamara Blezezinsky. Alhasil, kata mahasiswa itu, paras Tamara memang tetap terlihat chantique, tapi sedikit aneh. Apanya yang aneh, tanya mahasiswa satunya. Itu lo dagunya sedikit penyok tau. Yang bener aja ndul. He He ..

Tawa pun semakin bergemuruh ketika ada candaan, eh bukan .. tapi sebuah keseriusan rius, yi ikhwal persuratkabaran zaman now serta media cetak apapun ntah itu Kompas, Tempo, Jawa Pos, dan lainnya. Pokoknya media yang dicetaklah. Kuranglebih begitzu.


Seorang mahasiswa yang bersuara paling lantang disitu berkata : Eh tau nggak kalian, media cetak sekarang ini semakin kelimpungan. Yang tadinya keliatan gagah atau digagah-gagahin seperti Kompas, Tempo dan Jawa Pos, yang tadinya hanya boleh dihampiri penulis bergelar panjang sekitar 10 meteran, sekarang sudah jadi bungkus gorengan, atau bungkusan kain di lapak-lapak kain di Pasar Besar Malang. Komunitas lokal di sekitar kita kalaupun ada yang membaca, itu sudah sangat langka. Itu pun hanya kaum lansia usia 60-an ke atas. Yang ramai sekarang ya tiktok-an dan Youtuber instan yang bisanya bukan menggoreng masalah politik seperti melanggar etika, melanggar duit bergepok-gepok keq Harun Masiku dst dst, tapi mengoreng masalah keseharian yang konyol-konyol di kampungnya masing-masing. Tau nggak banyak yang berhasil tuh meski tak sekaya si Ricis dan meski disebut Youtuber kampung, tapi lumayanlah bisa nyekolahin anak ampe ke Brawijaya sini. He He..

Tawa pun kembali berderai di kafe itu, dan aku pun jadi berpikir meski nggak nimbrungin percakapan mereka. Iya juga ya, tapi koq bisa begitu.

Percakapan ala Mahasiswa Malang di kafe Kajoetangan Malang itu mencerminkan realitas yang dihadapi media cetak di Indonesia, khususnya di era digital.

Beberapa poin penting yang dapat dikaji di sini

1. Kemerosotan oplah dan kepercayaan

Media cetak, seperti Kompas, Tempo, dan Jawa Pos, yang dulunya digdaya, kini mengalami penurunan oplah yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh pergeseran konsumsi informasi ke media digital yang lebih mudah diakses dan gratis.

Kepercayaan publik terhadap media cetak juga menurun. Masyarakat lebih memilih sumber informasi yang dianggap lebih objektif dan interaktif, seperti media online dan media sosial.

2. Dominasi media sosial dan konten hiburan

Generasi muda, seperti para mahasiswa dalam percakapan, lebih terbiasa dengan platform seperti TikTok dan YouTube. Konten hiburan ringan dan instan di platform tersebut lebih menarik bagi mereka dibandingkan berita politik dan analisis mendalam di media cetak.

Tokoh-tokoh "Youtuber kampung" yang sukses, meskipun tidak kaya raya seperti selebritas media sosial lainnya, menunjukkan konten kreatif dan menghibur dapat mendatangkan penghasilan dan popularitas.

3. Tantangan adaptasi dan inovasi

Media cetak perlu beradaptasi dengan era digital dengan bertransformasi ke platform online dan mengembangkan konten yang menarik bagi generasi muda.

Kolaborasi dengan influencer dan Youtuber dapat menjadi strategi untuk menjangkau khalayak yang lebih luas.

Inovasi dalam jurnalisme dan penyajian berita juga diperlukan untuk menarik minat pembaca dan meningkatkan kepercayaan publik.

4. Masa depan media cetak

Meskipun mengalami kemerosotan, media cetak masih memiliki potensi untuk bertahan dan berkembang.

Media cetak dapat menjadi sumber informasi terpercaya dan mendalam di tengah maraknya informasi hoaks dan misinformasi di media sosial.

Kualitas jurnalisme dan analisis yang mendalam, serta penyajian berita yang menarik dan informatif, akan menjadi kunci keberhasilan media cetak di era digital.

Bagaimanapun, kemerosotan media cetak adalah fenomena global yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan pergeseran konsumsi informasi. Adaptasi, inovasi, dan kolaborasi menjadi kunci bagi media cetak untuk bertahan dan berkembang di era digital.

Kita pun jadi bertanya-tanya bagaimana seharusnya pihak media cetak merespon hal ini. Apakah mereka harus tetap sombong dengan menampilkan penulis-penulis yang menurut ukuran mereka hebat, atau bergelar panjang-panjang, atau mau menampilkan penulis yang biasa-biasa saja tapi tau menyuarakan sebuah opini yang benar sesuai dengan realitas sosio-kultural yang dihadapi bangsa ini.

Kemerosotan media cetak di era digital ini seharusnya menyadarkan pemimpin perusahaan melakukan transformasi dan strategi baru untuk menarik minat pembaca dan meningkatkan relevansinya.

Beberapa poin penting yang dapat dipertimbangkan

1. Memahami kebutuhan pembaca

Melakukan riset pasar untuk memahami minat, kebiasaan, dan platform yang digunakan pembaca.

Menyesuaikan format, gaya bahasa, dan jenis konten agar sesuai dengan preferensi pembaca modern, termasuk generasi muda.

Meningkatkan interaksi dengan pembaca melalui media sosial dan platform online lainnya.

2. Menampilkan keragaman suara

Memberikan ruang bagi penulis dari berbagai latar belakang, termasuk generasi muda, perempuan, dan kelompok minoritas.

Menampilkan opini dan sudut pandang yang beragam untuk memperkaya diskusi dan menghadirkan realitas sosiokultural yang dihadapi bangsa.

Melibatkan penulis biasa yang memiliki pemahaman mendalam tentang realitas di lapangan dan mampu menyuarakan opini dengan cara yang lugas dan relatable.

3. Menjaga kualitas jurnalisme:

Mempertahankan standar jurnalisme yang tinggi dengan melakukan riset mendalam, verifikasi fakta, dan analisis yang objektif.

Melawan misinformasi dan hoaks dengan menghadirkan berita yang akurat dan terpercaya.

Memberikan edukasi kepada pembaca tentang pentingnya jurnalisme yang berkualitas dan kritis.

4. Memanfaatkan teknologi

Mengembangkan platform online yang menarik dan mudah diakses.

Memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan konten dan membangun komunitas pembaca.

Menjelajahi format baru seperti jurnalisme multimedia, video, dan podcast.

5. Kolaborasi dan Inovasi

Berkolaborasi dengan influencer, Youtuber, dan komunitas online untuk menjangkau khalayak yang lebih luas.

Mengembangkan model bisnis yang inovatif dan berkelanjutan di era digital.

Terus berinovasi dalam hal format, gaya bahasa, dan jenis konten untuk menarik minat pembaca.

Media cetak tidak perlu sombong dengan menampilkan penulis "hebat" atau "bergelar panjang". Saya pikir, mereka seharusnya berani menampilkan keragaman suara, termasuk penulis biasa yang mampu menyuarakan opini yang benar dan relevan dengan realitas sosiokultural bangsa. Dengan memahami kebutuhan pembaca, menjaga kualitas jurnalisme, memanfaatkan teknologi, berkolaborasi, dan berinovasi, media cetak dapat menemukan kembali relevansinya di era digital dan menjadi sumber informasi yang terpercaya dan bermanfaat bagi masyarakat.

Transformasi yang dimaksud disini jelas membutuhkan komitmen dan usaha yang berkelanjutan dari pihak media cetak. Dengan strategi yang tepat dan kemauan untuk beradaptasi, media cetak dapat tetap menjadi pilar penting dalam demokrasi dan masyarakat yang informatif.

Di sisi sebelah Media online yang meski terlihat berjalan baik, tapi masalah yang dihadapi adalah honor penulis. Katakanlah ada 10 Tim Redaksi internal mereka, lalu katakan lagilah ada 10 Tim redaksi luar yang tau cara meredaksi tulisan layak tayang atau tidak. Nyatanya itu tak ada, yang ada adalah artikel tayang hasil telisik redaksi dalam entah versi apa. Tapi tulisan yang jadi artikel utama, terasa tidak seperti artikel utama dst.

Menyoal Honor Penulis di era media online

Bagaimana kita melihat soal ini karena ada ribuan penulis yang sulit kebagian honor karena berdesak-desakan seperti ini dan tak mungkin terhonori semua. Ini memang kompleks dan perlu dicermati lebih dalam.

Beberapa poin penting yang dapat dikaji

1. Keseimbangan kualitas dan kuantitas

Media online dituntut untuk menghasilkan konten secara cepat dan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan pembaca dan meningkatkan traffic website.

Hal ini terkadang berbenturan dengan upaya untuk menjaga kualitas jurnalistik dan memberikan honor yang layak bagi penulis.

Media online perlu menemukan keseimbangan antara kuantitas dan kualitas konten agar tetap relevan dan menarik bagi pembaca, sekaligus memberikan penghargaan yang adil bagi para penulis.

2. Sistem redaksi dan seleksi konten

Keberadaan 10 Tim Redaksi internal dan 10 Tim Redaksi luar menunjukkan kompleksitas sistem seleksi konten di media online.

Kurangnya transparansi dan standar yang jelas dalam proses seleksi dapat menimbulkan kebingungan dan kekecewaan bagi para penulis.

Media online perlu membangun sistem redaksi yang lebih transparan dan akuntabel, dengan kriteria seleksi konten yang jelas dan terukur.

3. Prioritas artikel dan honor

Penentuan artikel utama dan artikel non-utama terkadang didasarkan pada faktor-faktor di luar kualitas jurnalistik, seperti clickbait, SEO, atau kepentingan sponsor.

Hal ini dapat memicu rasa frustrasi bagi penulis yang menghasilkan karya berkualitas tinggi namun tidak mendapatkan apresiasi yang sepadan.

Media online perlu menerapkan sistem penilaian yang lebih objektif dan adil dalam menentukan prioritas artikel dan honor penulis.

4. Persaingan dan efisiensi

Ribuan penulis yang bersaing untuk mendapatkan honor di media online menciptakan situasi yang kompetitif dan terkadang tidak menguntungkan bagi penulis.

Media online perlu mencari solusi untuk menyeimbangkan kebutuhan efisiensi dengan penghargaan yang layak bagi para penulis.

5. Model bisnis dan pendanaan

Keberlangsungan media online sangat bergantung pada pendapatan dari iklan, sponsor, dan langganan.

Model bisnis ini terkadang membatasi kemampuan media online untuk memberikan honor yang tinggi kepada penulis.

Media online perlu mengeksplorasi model bisnis yang inovatif dan berkelanjutan yang memungkinkan mereka untuk memberikan penghargaan yang lebih adil bagi para penulis.

Solusi potensial yang tidak bisa tidak antara lain meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem redaksi dan seleksi konten; menerapkan sistem penilaian yang objektif dan adil dalam menentukan prioritas artikel dan honor penulis; mengembangkan model bisnis yang inovatif dan berkelanjutan yang memungkinkan media online untuk memberikan penghargaan yang lebih adil bagi para penulis; mendorong kolaborasi antar media online untuk membangun standar dan praktik terbaik dalam pengelolaan tim penulis dan honorarium; meningkatkan edukasi bagi penulis tentang hak-hak mereka dan strategi untuk mendapatkan honor yang layak.

Dengan meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam sistem redaksi dan seleksi konten, serta mengembangkan model bisnis yang inovatif dan berkelanjutan, media online dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi para penulis dan menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas tinggi.

Menyelesaikan permasalahan ini membutuhkan komitmen dan usaha dari berbagai pihak, termasuk media online, penulis, dan masyarakat. Dengan kerjasama dan dialog yang konstruktif, diharapkan terciptanya ekosistem media online yang sehat dan berkelanjutan, di mana penulis mendapatkan penghargaan yang layak atas karya mereka dan masyarakat dapat menikmati informasi yang berkualitas.

Joyogrand, Malang, Sat', June 08, 2024,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun