Mohon tunggu...
Pann D. Ryuki
Pann D. Ryuki Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Mahasiswa Universitas Tribhuwana Tunggadewi, Malang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mereka yang Kau Sebut Hantu

3 September 2019   11:35 Diperbarui: 3 September 2019   11:38 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah itu, warga bergantian satu persatu meninggalkan pemakaman, namun tidak dengan Reina. Reina memintaku menemaninya untuk melihat makam kakak laki-lakinya yang sudah meninggal, tepat di ujung makam kami berhenti.

Reina mengeluarkan sebatang rokok dan sebuah korek api, entah punya siapa. Dan menyulutkan api pada ujung rokok. Reina kemudian meletakkan rokok itu tepat di atas batu nisan alm. Kakaknya.

Ada yang aneh, rokok itu sedikit demi sedikit memendek, seakan sedang di hisap. Tak sampai satu menit rokok itu habis. Jika di logikakan habis karena angin, mungkin akan memakan waktu yang lebih lama. Tapi sudahlah,aku tidak ingin memikirkan yang tidak-tidak.

Sudah tradisi disana, jika ada yang meninggal pemakaman itu harus di jaga sampai 3 hari ke depan. Ketika ku tanya, hal itu bertujuan agar tidak terjadi apa-apa dengan kuburan yang baru saja di buat. Karena pernah kejadian dimana salah satu makan terbongkar tanpa menyisakan sesuatu disana, bahkan sehelai benangpun tidak ada,yang menandakan mayat juga menghilang bersama terbongkarnya makam.

Malam itu aku sedikit takut untuk ikut ronda malam di pemakaman, namun aku memberanikan diri. Reina yang sedikit tomboy adalah salah satunya perempuan pada malam itu, dengan 3 temannya yang baru ku kenal namanya yaitu Dimas, Bayu dan Gilang.

Kami berlima berjaga di sebuah gubuk lumayan besar untuk 5 orang. Gubuk itu sedikit jauh dari pemakaman, namun setiap kuburan nampak jelas dari sana.

Waktu menunjukan pukul 23.00. Aku Reina,Dimas dan gilang masih tersadar, memainkan permainan kartu ditemani secangkir kopi pahit.

"Wahh, kamu jago banget Lang mainnya," kata Reina.

"Iya!!."

Sontak semuanya terdiam, suara itu bukan suara Gilang. Terdengar jelas bahwa itu adalah suara perempuan. Reina adalah satu-satunya perempuan disitu, lantas siapakah yang menjawab perkataan Reina barusan. Gilang yang hendak menjawab itupun ikut kaget, suara siapakah itu.

Mata kami saling bertatap-tatapan seolah mempertanyakan darimana asal suara itu. Sesaat kemudian Reina tampak terkejut, matanya tertuju pada serumpun bambu yang lumayan besar. Kami ikut menoleh, mencari objek yang di lihat oleh Reina. Tidak ada sesuatu disana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun