Bergegas Friska naik keruangan atas dan menyiapkan segala keperluannya untuk pulang ke Semarang . Â
Perjalanana ke Semarang bagi Friska seperti dalam ruangan pengap dalam mobilnya. Padahal mobil yang dibawa suaminya cukup nyaman, Barly diam seribu bahasa sepanjang perjalanan. Tidak ada kata sepatah atau senyum tersungging dibibirnya.
Delapan jam kemudian mereka sampai kediaman sang ibu. Â Barlypun masih tetap dingin dan datar. Friska mencoba bersabar dan berusaha bersikap wajar, agar tidak terbaca oleh keluarga bahwa mereka bermasalah. Walaupun padadasarnya hatinya menjerit, namun apalah daya Ia harus memendam semuanya agar tidak terjadi ledakan yang dahsyat.
Koper baju dibongkar, baju-bajunya dirapikan,  dimasukkan kedalam lemari yang ada didekat  dipan kamar. Suami Friska tiduran diatas dipan dengan terlentang. Friska sedikitpun tidak mengusiknya. Friska tidak ingin suasana malam ini tidak nyaman dirumah sang ibu. Tiba-tiba pintu kamar diketuk dari luar. Friska beranjak lalu membukakan pintu kamar. Tampak wajah Ratih didepannya dengan ketus dia mengutarakan maksudnya:
"Kalian disuruh kebawah ada yang ingin ibu kenalkan dan bicarakan sama kamu," sambil berlalu dari kamar Friska.
Sang suami bangun dan duduk bersila lalu berkata:
"Tidak usah keluar, biarkan ibu yang datang kekamar kita, jika beliau ingin membicarakan sesuatu."
Friska diam lalu duduk disofa. Barly tetap duduk diatas ranjang kamar sambil menegangi kepalanya entah apa yang dirasakannya. Sesaat kemudian ada suara langkah menuju  arah kamar. Pintu tidak terkunci, ternyata ibu yang datang dengan seluruh keluarga dan seorang wanita sebayanya yang dia tidak mengenalnya dan belum pernah melihatnya.
Barly terkejut, Ia tidak menyangka jika ibunya akan mendatangi kamarnya dengan keluarga besarnya dan juga Serly.
"Apa yang kalian lakukan dikamarku" suara Barly meninggi dan bergetar.
Friska terperangah, Ia tidak pernah melihat suaminya semarah itu.