"Bolehkah aku menangis, Yah."
Pecahlah tangis Friska. Ia tidak menyangka suaminya akan memperlakukannya seperti itu. Meninggalkannya tanpa bicara jauh-jauh hari tentang kepergiannya.
Diusapnya kepala sang istri, lalu Barly pun menghela nafas.
"Tenanglah, Cuma 2 minggu Ayah dirumah Ibu, kita akan selalu berkomunikasi lewat hp. Kita bisa vidio call nanti, jika kangen," kata Barly dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang.
Friska tidak sanggup menolak dan membantah kata-kata suaminya. Rasa yang berkecamuk didalam dadanya pun tidak mampu diungkapkannya. Hanya airmatanya yang terus mengalir membasahi pipi. Barly memeluk istrinya erat.
**
Keesokan pagi Barly berangakt ke Semarang. Friska mengantar sampai stasiun. Barly sengaja tidak membawa mobil sendiri, dirumah Ibunya sudah ada kendaraan jika ingin bepergian. Wajah Friska masih terlihat sendu, gejolak kesedihan menggunung dihatinya. Tetapi Ia berusaha sekuatnya untuk tidak mengekspresikannya dihadapan suaminya.
"Ayah hati-hati ya, setelah sampai di ibu kabari aku."
"iyaa.. kamu jaga sehat ya."Â
Dikecupnya kening sang istri lalu masuk kedalam stasiun.
Mereka berpisah dipintu peron. Friska lalu meninggalkan stasiun selanjutnya berangkat kekantor.