Bagi para aktivis dakwah di Jogja, Pak Nardi tidak hanya dianggap sebagai guru tetapi juga sosok bapak yang selalu setia mendampingi dan memberi dorongan semangat perjuangan dakwah. Rumah Pak Nardi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dakwah keummatan di DIY, menjadi tempat berkumpul aktivis dakwah dari berbagai ormas Islam.
Pak Nardi tercatat aktif di berbagai ormas dakwah; Ketua DDII DIY, Bendahara FUI DIY, Badan Wakaf UII, PDHI dan penasehat berbagai lembaga keislaman. Meninggal dalam usia 66 tahun, amal dakwah Pak Nardi terasa melampaui batas usia yang digariskan Allah Swt. Tulisan ini pun hanya mampu mengungkap sedikit jejak dakwah beliau. Selamat jalan Bapak Ummat. Selamat bertemu Rabb-Mu wahai jiwa yang tenang. Semoga kami bisa istiqomah melanjutkan jejak perjuangan dakwahmu.
Dr. H. Sukamta @drsukamta
Testimoni 12 :Â Semua Saya Jual
Lautan takkan dapat digambarkan hanya dengan seciduk air tentu saja. Langit tak bisa diwakili hanya oleh secercah sinar kejora. Demikianlah kemuliaan guru kami, KH Sunardi Syahuri, juga takkan habis dibabar hanya dengan kata-kata, seberapapun banyaknya.
Tapi, mari tetap menjadi saksi kebaikannya. Tapi, mari kisahkan satu dua permatanya, untuk diwariskan pada para pejuang selanjutnya.
Ke mana orang-orang yang hendak membangun Masjid harus pergi jika biaya masih jauh dari keperluan? Pada beliau, yang di mobilnya selalu ada beras, gula, pakaian, dan bahkan bersak-sak semen untuk dibawa berceramah dan dibagikannya.
Beliaulah andalan ummat kalau hendak membangun Masjid, atau Panti Asuhan, atau apapun 'amalut tahdhidh, mengajak-ajak menafkahkan harta. Inilah kalimat khasnya mengajak berinfaq, "Saya ini untuk nyumbang Masjid ini, apa-apa saya jual lho Pak, Bu.. Beras saya jual, sandal saya jual, baju saya jual, sampai celana dalampun saya jual! Maka monggo, saya ajak kita semua berinfak yang terbaik."
Tentu beliau bercanda, tapi tanpa dusta, soal jual-jualan itu. Ya, di tangan istrinya tercinta, Ibunda Hj. Noor Liesnani Pamela, jejaring minimarketnya berkembang melayani berbagai kebutuhan ummat. Di situlah beliau menjual beras, sandal, hingga pakaian dalam seperti diceritakannya. Dan sekali hadir mengajak berinfaq, jutaan hingga puluhan juta keluar dari kantongnya.
Bukan. Jangan salah sangka. Bukan dengan harta semata beliau berada di hati ummat. Bertahun-tahun menjadi Ketua Dewan Dakwah di Yogyakarta, membina puluhan yayasan pendidikan dan lembaga keuangan syari'ah, membina persaudaraan haji dan 'umrah hingga pelosok desa, membina Forum Ukhuwah Islamiyah, mengayomi para pemuda dan ormas Islam. Selalu lembut namun teguh. Selalu tegas namun teduh.
Saya selalu ingat kalimat beliau kalau memikat orang untuk memprioritaskan berhaji dan berumrah dibanding rumah atau mobil, "Saya itu Pak, Bu.. Saking terpesonanya, kalau pulang dari Haram nggak pernah bisa jalan dengan 'ngungkurke' (membelakangi) Ka'bah. Selalu jalan mundur. Berat sekali berpisah. Lha itu baru lihat Daleme (RumahNya) Gusti Allah, lha nanti bagaimana kita di surga, diberi kesempatan ningali langsung Gusti Allah."