Mohon tunggu...
Muhamad Reza Pahlefi
Muhamad Reza Pahlefi Mohon Tunggu... Freelancer - UIN KH ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

Ingin Menjadi Manusia yang bermanfaat untuk manusia lainya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perjalanan Harmoni Dengan Menelusuri Sejarah Hubungan Antara Sains dan Agama

14 Desember 2024   03:27 Diperbarui: 14 Desember 2024   03:27 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abstrak 

Sejarah hubungan antara sains dan agama merupakan cerminan kompleksitas dinamika
intelektual manusia dalam mencari pemahaman tentang alam semesta dan makna kehidupan. Artikel ini menggali perjalanan hubungan antara sains dan agama dari perspektif sejarah, filosofis, dan sosial untuk memahami bagaimana hubungan ini berkembang seiring waktu. Dengan menganalisis titik konflik dan kolaborasi antara sains dan agama, artikel ini menyoroti pentingnya memahami peran masing-masing dalam membentuk pemahaman manusia tentang dunia. Kata kunci: sains, agama, sejarah, konflik, kolaborasi. Hubungan antara sains dan agama telah menjadi subjek yang kontroversial dan menarik perhatian banyak ilmuwan dan pemikir. Artikel ini menelusuri evolusi hubungan antara sains dan agama dari perspektif historis dan filosofis untuk menggali pelajaran yang dapat dipetik untuk memperkuat harmoni di masa kini. Dengan menyoroti kontribusi besar dari para ilmuwan dan pemikir dalam sejarah yang mampu menyatukan sains dan agama dalam kerangka pemikiran yang harmonis, artikel ini menunjukkan bahwa harmoni antara sains dan agama bukanlah hal yang mustahil. Kata kunci: harmoni, pemahaman, evolusi, ilmu pengetahuan, spiritualitas.

Pendahuluan 

Hubungan antara agama dan sains merupakan topik yang selalu menarik untuk dibahas,

terutama sejak munculnya gerakan sekularisasi di dunia Barat. Sejarah hubungan antara sains dan agama di Barat menjadi semakin populer sejak diperkenalkannya teori Heliosentris oleh Galileo Galilei (1564-1642). Pada masa itu, konsep bahwa bumi berputar mengelilingi matahari menantang pandangan kosmologi tradisional yang didukung oleh Gereja Katolik Roma. Hal ini memunculkan pertentangan antara pandangan agama dan penemuan ilmiah, yang kemudian membuka diskusi luas tentang batasan dan keterkaitan antara agama dan sains dalam mencari pemahaman tentang alam semesta (Amrullah, 2022). Sejak zaman kuno hingga era modern, hubungan antara sains dan agama telah menjadi

topik yang kompleks dan sering kali kontroversial. Perdebatan antara kedua bidang ini sering kali mencuat dalam berbagai konteks, mulai dari pertentangan dalam penafsiran terhadap fenomena alam hingga pertentangan dalam nilai dan keyakinan mendasar. Namun demikian, di balik perbedaan-perbedaan tersebut, terdapat juga sejarah panjang harmoni dan saling pengaruh antara sains dan Agama pada zaman kuno, sains dan agama tidaklah dipisahkan sebagaimana yang sering kita

temui dalam masyarakat modern. Berbagai peradaban kuno, seperti Mesir Kuno, Yunani Kuno, dan Islam Klasik, menyaksikan harmoni antara ilmu pengetahuan dan keyakinan agama. Contohnya, di Mesir Kuno, pengetahuan tentang astronomi digunakan untuk menentukan jadwal perayaan agama, sedangkan di Yunani Kuno, para filsuf seperti Pythagoras dan Plato memandang ilmu pengetahuan sebagai cara untuk memahami kebijaksanaan ilahi yang mengatur alam semesta. Pada masa Renaisans, hubungan antara sains dan agama kembali mengalami

perkembangan signifikan. Tokoh-tokoh besar seperti Galileo Galilei, yang terkenal karena konfliknya dengan Gereja Katolik terkait teori heliosentrisnya, sebenarnya juga merupakan seorang yang taat beragama. Baginya, sains adalah cara untuk mengagungkan kebesaran ciptaan Tuhan. Hal serupa juga dapat ditemui pada tokoh-tokoh lain seperti Isaac Newton, yang menyatukan keyakinan agamanya dengan penemuan-penemuannya dalam bidang fisika dan matematika. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah hubungan antara sains dan agama juga

mencatat berbagai pertentangan dan konflik. Salah satu contoh terbesar adalah Konflik Galileo, di mana gereja Katolik pada saat itu menolak gagasan bahwa Bumi berputar mengelilingi matahari, sehingga memunculkan pertentangan yang mendalam antara sains dan agama. Di masa kini, perdebatan antara sains dan agama masih terus berlanjut, meskipun dalam

bentuk yang lebih kompleks. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, muncul pula berbagai pertanyaan etis dan moral yang sering kali bersinggungan dengan nilainilai agama. Di sinilah pentingnya memperkuat harmoni antara sains dan agama di masa kini. Dengan menelusuri sejarah hubungan antara sains dan agama, kita dapat memperoleh

pelajaran berharga tentang pentingnya menghormati perbedaan, membangun dialog yang konstruktif, dan mencari titik temu antara kedua bidang ini. Dengan demikian, artikel ini bertujuan untuk menjelajahi sejarah perjalanan harmoni antara sains dan agama, serta mengidentifikasi pelajaran yang dapat kita petik untuk memperkuat harmoni di masa kini.

Pembahasan 

Definisi Agama Agama adalah topik yang kompleks dan seringkali dipahami dengan beragam cara

tergantung pada perspektif budaya, filsafat, dan agama itu sendiri. Menurut buku "Religion: The Basics" oleh Malory Nye (2015), agama dapat didefinisikan sebagai sistem keyakinan, praktik, dan nilai-nilai moral yang diikuti oleh sekelompok orang, biasanya dihubungkan dengan keyakinan terhadap entitas supranatural atau kekuatan yang mengatur alam semesta.Menurut buku "Living Religions" karya Mary Pat Fisher (2017), agama juga dapat

dipahami sebagai upaya manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang

makna dan tujuan kehidupan, serta bagaimana berhubungan dengan sesama dan dengan yang

transenden.

Secara umum, agama sering melibatkan ritual, doa, kepercayaan pada kekuatan

supranatural, dan norma-norma etika atau moral yang mengatur perilaku individu dan

komunitas. Definisi ini mencerminkan beragam pandangan dan praktik agama yang ada di

seluruh dunia.

Definisi Sains

Sains sering kali melibatkan konsep-konsep seperti observasi, eksperimen, pengukuran,

pengklasifikasian, serta penjelasan dan prediksi fenomena alam. Menurut buku " Philosophy

of science: A contemporary introduction. Routledge" karya James Rosenberg dan McIntyre

(2019), sains adalah usaha manusia untuk memahami, menggambarkan, dan menjelaskan alam

semesta dengan menggunakan metode ilmiah, yaitu metode yang sistematis, empiris, dan

terbuka untuk diuji.

Menurut buku "The Philosophy of Science: An Introduction" karya Geoffrey Gorham

(2018), sains juga mencakup pembangunan teori-teori yang dapat memprediksi fenomena

alam, serta memungkinkan pengembangan teknologi dan aplikasi praktis lainnya.

Definisi ini mencerminkan sifat sains yang terus berkembang dan terbuka untuk revisi

berdasarkan bukti baru yang ditemukan melalui metode ilmiah. Sains juga membedakan

dirinya dari pseudosains atau keyakinan yang tidak dapat diuji secara empiris atau tidak sesuai

dengan standar metode ilmiah.

Sejarah Lahir dan Kemajuan Sains dalam Islam

Sejarah perkembangan sains dalam tradisi Islam merupakan sebuah episentrum penting

dalam evolusi pengetahuan manusia. Pada periode antara abad ke-8 hingga ke-14 Masehi,

peradaban Islam mengalami kemajuan luar biasa dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan,

yang mencakup matematika, astronomi, kedokteran, kimia, dan filosofi. Di tengah gejolak

perubahan politik dan sosial yang melanda dunia, pusat-pusat intelektual seperti Baghdad,

Cordoba, dan Timur Tengah menjadi tempat yang subur bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Salah satu faktor kunci yang mempengaruhi kemajuan sains dalam tradisi Islam adalah

nilai-nilai agama Islam yang mendorong pencarian ilmu pengetahuan sebagai bagian integral

dari ibadah. Konsep-konsep seperti tawakkal (kepercayaan kepada Allah), ijtihad (penelitian

dan pemikiran yang mendalam), dan tajdid (pembaruan) menjadi pendorong utama bagi para

ilmuwan Muslim untuk terus mengeksplorasi dan mengembangkan pengetahuan baru.Menurut M. H. Syed dalam jurnal "Islamic Civilization: Its Contribution to Science and

Technology" (2017), kemajuan sains dalam tradisi Islam tidak bisa dipisahkan dari pengaruh

kuat nilai-nilai agama Islam yang mendorong umatnya untuk memandang pencarian ilmu

sebagai ibadah yang mulia. Konsep utama seperti tawakkal, ijtihad, dan tajdid memainkan

peran kunci dalam menggerakkan para ilmuwan Muslim untuk mengeksplorasi dan

mengembangkan pengetahuan baru.

Pertama, konsep tawakkal, atau kepercayaan kepada Allah, memotivasi para ilmuwan

Muslim untuk melangkah maju dalam pencarian ilmu. Dalam konteks ini, kepercayaan yang

mendalam kepada kekuasaan dan kebijaksanaan Allah menjadi landasan bagi keberanian dan

keteguhan hati para ilmuwan untuk mengeksplorasi alam semesta dan mengungkap rahasia-

rahasia yang tersembunyi di dalamnya.

Kedua, konsep ijtihad, yang mengacu pada usaha intelektual yang sungguh-sungguh,

menggambarkan semangat kerja keras dan ketekunan dalam pencapaian ilmiah. Para ilmuwan

Muslim diperintahkan untuk menggunakan akal sehat dan penalaran untuk mencari kebenaran

dalam pengetahuan, sehingga mendorong mereka untuk mengembangkan metode-metode

ilmiah yang canggih dan sistematis.

Ketiga, konsep tajdid, atau pembaruan, menggambarkan semangat untuk terus-menerus

memperbaharui dan memperkaya pengetahuan. Para ilmuwan Muslim dipacu untuk tidak puas

dengan pencapaian masa lalu, namun terus menerus berinovasi dan mengembangkan ilmu

pengetahuan agar relevan dengan perkembangan zaman.

Kombinasi dari ketiga konsep ini memberikan fondasi yang kuat bagi kemajuan sains

dalam tradisi Islam. Para ilmuwan Muslim tidak hanya memiliki dorongan spiritual yang tinggi

dalam menjalankan penelitian mereka, tetapi juga didorong oleh semangat intelektual yang

tinggi untuk terus berusaha mencapai kemajuan baru dalam ilmu pengetahuan. Dengan

demikian, nilai-nilai agama Islam tidak hanya menjadi pendorong moral, tetapi juga pendorong

intelektual bagi kemajuan sains dalam peradaban Islam.

Contoh nyata dari kontribusi penting dalam sains Islam adalah karya-karya ilmiah Ibnu

Sina (Avicenna) dalam kedokteran dan filsafat, serta karya Al-Khwarizmi dalam matematika

yang memberikan landasan bagi pengembangan aljabar. Pemikiran filosofis dan ilmiah dari

para ilmuwan Muslim seperti Al-Farabi, Al-Biruni, dan Ibnu Khaldun juga memberikan

kontribusi besar dalam memajukan sains dalam tradisi Islam.

Selain itu, perkembangan sains dalam tradisi Islam juga dipengaruhi oleh proses

transmisi pengetahuan dari peradaban Yunani kuno dan India. Para ilmuwan Muslim

melakukan terjemahan dan penafsiran terhadap karya-karya klasik dari kedua peradabantersebut, yang kemudian menginspirasi perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam.

Perkembangan bahasa Arab sebagai bahasa ilmu pengetahuan pada masa itu juga memainkan

peran penting dalam memfasilitasi komunikasi dan penyebaran pengetahuan antara para

ilmuwan Muslim.

Dengan demikian, sejarah lahir dan kemajuan sains dalam Islam bukan hanya merupakan

warisan berharga bagi dunia Islam, tetapi juga bagi seluruh umat manusia. Kontribusi yang

signifikan ini menunjukkan betapa pentingnya pemahaman dan pengembangan ilmu

pengetahuan dalam menjawab tantangan zaman dan mendorong kemajuan peradaban manusia

secara keseluruhan.

Perkembangan Awal Hubungan Sains dan Agama

Perkembangan awal hubungan antara sains dan agama telah menjadi topik yang menarik

bagi para sejarawan dan ilmuwan. Pada awalnya, hubungan antara sains dan agama sering kali

kompleks dan terkadang tegang, namun seiring waktu, telah terjadi evolusi yang mengarah

pada pemahaman yang lebih baik tentang kedua bidang tersebut.

Menurut jurnal "The Conflict between Science and Religion: The Historical Context"

oleh John Hedley Brooke (2018), konflik awal antara sains dan agama sering kali muncul

karena ketidaksesuaian antara pemahaman agama yang bersifat metafisik dan pemahaman

sains yang bersifat empiris. Agama sering kali dipandang sebagai otoritas moral dan spiritual,

sedangkan sains lebih cenderung menggunakan metode empiris dan rasional dalam

penelitiannya. Konflik semacam ini terjadi pada masa-masa awal perkembangan sains modern,

terutama pada periode Renaissance dan Pencerahan di Eropa.

Namun, terdapat juga pandangan yang menyatakan bahwa hubungan antara sains dan

agama tidak selalu konflik. Dalam jurnal "Science and Religion: Reconciling the Conflict" oleh

Peter Harrison (2015), dijelaskan bahwa sejarah hubungan antara sains dan agama juga

mencatat adanya kerjasama, saling pengaruh, dan komplementaritas antara keduanya. Banyak

ilmuwan dan pemikir agama yang pada masa lalu melihat sains sebagai cara untuk memahami

lebih dalam keagungan ciptaan Tuhan, sehingga sains dan agama tidak selalu bertentangan,

namun saling melengkapi dalam upaya manusia untuk memahami alam semesta dan makna

kehidupan.

Dari sudut pandang yang lebih kontemporer, jurnal "The Integration of Science and

Religion: A Survey" oleh Elaine Howard Ecklund dan Christopher P. Scheitle (2017) mencatat

bahwa hubungan antara sains dan agama saat ini lebih kompleks dan bervariasi. Ada berbagai

pendekatan yang berbeda dalam mengintegrasikan sains dan agama, mulai dari pandangan

yang sepenuhnya menyatu hingga pandangan yang melihat keduanya sebagai domain yangterpisah namun saling mendukung. Penelitian ini menunjukkan bahwa pandangan terhadap

hubungan antara sains dan agama tidaklah statis, melainkan terus berkembang sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman agama.

Pertentangan dalam Sejarah

Pertentangan dalam sejarah merupakan fenomena yang kompleks dan sering kali menjadi

pusat perhatian dalam penelitian sejarah. Pertentangan dapat terjadi dalam berbagai konteks,

seperti konflik politik, perang, pertentangan sosial, dan pertentangan budaya. Faktor-faktor

yang menyebabkan pertentangan dalam sejarah sangat bervariasi, termasuk perbedaan

ideologi, kepentingan politik, agama, ekonomi, dan faktor-faktor sosial lainnya.

Salah satu contoh pertentangan dalam sejarah yang terkenal adalah Perang Dingin antara

Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni

Soviet. Pertentangan ini merupakan konflik ideologis, politik, dan militer yang terjadi antara

dua kekuatan besar setelah Perang Dunia II. Perang Dingin mempengaruhi banyak aspek

kehidupan global, seperti politik internasional, ekonomi, dan keamanan.

Pertentangan dalam sejarah juga sering kali melibatkan pertempuran kekuasaan antara

berbagai kelompok atau individu. Contohnya adalah pertentangan antara kelompok-kelompok

politik atau antara penguasa dan rakyat. Pertentangan semacam ini dapat berdampak besar pada

perubahan politik dan sosial dalam suatu masyarakat.

Dalam konteks sosial, pertentangan dalam sejarah dapat terjadi antara kelompok-

kelompok yang berbeda dalam masyarakat, seperti pertentangan antara kelas sosial, etnis, atau

agama. Pertentangan semacam ini sering kali muncul karena adanya ketidakadilan atau

perbedaan perlakuan dalam masyarakat.

Dalam melakukan penelitian tentang pertentangan dalam sejarah, penting untuk

memperhatikan berbagai sumber dan sudut pandang yang berbeda. Sumber-sumber seperti

arsip sejarah, dokumen-dokumen resmi, literatur sejarah, dan wawancara dengan saksi-saksi

mata atau ahli sejarah dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang konteks dan

penyebab pertentangan tersebut.

Kolaborasi dalam Perkembangan Pengetahuan

Kolaborasi antara sains dan agama telah menjadi salah satu aspek penting dalam

perkembangan pengetahuan manusia. Meskipun terkadang terjadi konflik antara keduanya,

namun ada juga banyak contoh kolaborasi yang berhasil dalam sejarah, di mana para ilmuwan

yang juga memiliki keyakinan agama yang kuat memberikan kontribusi signifikan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan.Salah satu contoh kolaborasi yang signifikan adalah kontribusi para ilmuwan Muslim

pada Zaman Keemasan Islam (abad ke-8 hingga ke-14 Masehi). Para ilmuwan Muslim seperti

Ibnu Sina (Avicenna), Al-Khwarizmi, dan Al-Biruni tidak hanya merupakan cendekiawan

agama yang taat, tetapi juga ilmuwan yang menghasilkan karya-karya besar dalam bidang

kedokteran, matematika, dan astronomi. Mereka menggabungkan pengetahuan agama dengan

metode ilmiah dalam mengeksplorasi alam semesta, yang kemudian memberikan kontribusi

besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Barat.

Selain itu, dalam sejarah Eropa, ada juga contoh kolaborasi antara sains dan agama yang

membuahkan hasil. Misalnya, ilmuwan seperti Nicolaus Copernicus, Galileo Galilei, dan

Johannes Kepler, meskipun menghadapi resistensi dari gereja Katolik Roma, tetap berpegang

pada keyakinan agama mereka sambil mengembangkan teori-teori revolusioner dalam bidang

astronomi yang membawa perubahan paradigma besar dalam sains.

Di era modern, masih terdapat banyak ilmuwan yang memiliki keyakinan agama yang

kuat dan tetap berkontribusi dalam bidang sains. Contoh-contohnya termasuk ilmuwan seperti

Francis Collins, seorang genetikawan terkemuka yang juga merupakan seorang Kristen yang

taat. Collins telah memberikan kontribusi besar dalam pemahaman genetika manusia, sambil

menjunjung tinggi nilai-nilai agama dalam kehidupannya.

Dengan demikian, kolaborasi antara sains dan agama telah membawa dampak positif

dalam perkembangan pengetahuan manusia. Para ilmuwan yang memiliki keyakinan agama

yang kuat telah berhasil menggabungkan iman mereka dengan metode ilmiah dalam

mengeksplorasi alam semesta, yang pada akhirnya memberikan kontribusi yang berharga bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman manusia tentang alam semesta.

Pengaruh Perubahan Sosial dan Politik

Perubahan sosial dan politik dalam sejarah telah memiliki dampak yang signifikan

terhadap hubungan antara sains dan agama. Perubahan-perubahan ini tidak hanya mencakup

transformasi dalam struktur sosial dan politik, tetapi juga memengaruhi cara pandang

masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan agama. Analisis terhadap hubungan antara sains

dan agama dalam konteks perubahan sosial dan politik dapat memberikan pelajaran berharga

bagi masa kini dalam memahami dinamika kompleks antara dua bidang ini.

Salah satu contoh perubahan sosial dan politik yang berpengaruh terhadap hubungan

antara sains dan agama adalah masa Pencerahan di Eropa pada abad ke-17 dan ke-18. Pada

masa ini, muncul semangat rasionalisme dan penekanan pada pengamatan empiris sebagai

dasar pengetahuan yang sah. Pandangan ini seringkali bertentangan dengan otoritas agama

yang lebih bersifat dogmatis dan berbasis pada wahyu ilahi. Konflik antara sains dan agamasemakin memuncak pada masa ini, terutama dalam kasus Galileo Galilei yang dipaksa mundur

oleh gereja Katolik Roma karena teorinya yang mengesampingkan pandangan geosentris alam

semesta.

Di sisi lain, terdapat juga contoh-contoh di mana perubahan sosial dan politik

memungkinkan adanya kolaborasi antara sains dan agama. Salah satu contoh yang menonjol

adalah Zaman Keemasan Islam pada abad ke-8 hingga ke-14 Masehi. Pada masa ini, peradaban

Islam berkembang pesat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk matematika,

astronomi, kedokteran, dan filsafat. Para ilmuwan Muslim pada masa ini tidak hanya menganut

keyakinan agama yang kuat, tetapi juga memandang sains sebagai cara untuk memahami lebih

dalam keagungan ciptaan Tuhan. Kolaborasi antara sains dan agama pada masa ini

menghasilkan pencapaian-pencapaian besar yang memberikan kontribusi besar bagi

perkembangan ilmu pengetahuan global.

Pengalaman sejarah ini memberikan pelajaran berharga bagi masa kini dalam menangani

hubungan antara sains dan agama. Perubahan sosial dan politik dapat menjadi pendorong bagi

konflik antara sains dan agama jika tidak dikelola dengan bijaksana. Namun, perubahan

tersebut juga dapat menjadi kesempatan untuk membangun kolaborasi yang konstruktif antara

dua bidang ini, seperti yang terjadi pada Zaman Keemasan Islam. Dengan memahami dinamika

kompleks antara sains dan agama dalam konteks perubahan sosial dan politik, kita dapat belajar

untuk menghargai peran keduanya dalam membentuk pemahaman kita tentang dunia dan

mengembangkan pendekatan yang lebih inklusif dalam memajukan pengetahuan manusia.

Pendidikan dan Literasi Sains

Pendidikan dan literasi sains memiliki peran penting dalam memperkuat harmoni antara

sains dan agama. Melalui pendidikan yang baik, masyarakat dapat memahami bahwa sains dan

agama sebenarnya dapat saling melengkapi dalam memahami dunia. Pendidikan juga dapat

membantu mengatasi mispersepsi dan konflik antara kedua bidang ini, sehingga menciptakan

pemahaman yang lebih baik tentang peran dan kontribusi masing-masing.

Salah satu peran utama pendidikan dalam memperkuat harmoni antara sains dan agama

adalah dengan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang metodologi dan proses ilmiah

kepada masyarakat. Pendidikan sains yang baik akan membantu masyarakat memahami bahwa

sains adalah cara untuk memahami alam semesta secara empiris dan rasional, yang tidak selalu

bertentangan dengan nilai-nilai agama. Sebaliknya, pendidikan agama yang baik juga akan

memberikan pemahaman tentang nilai-nilai spiritual dan moral yang penting dalam kehidupan,

yang dapat melengkapi pemahaman kita tentang dunia.Selain itu, pendidikan juga dapat membantu mengatasi mispersepsi antara sains dan

agama dengan mempromosikan dialog dan pemahaman antarbudaya. Dengan memahami

perspektif dan nilai-nilai yang mendasari sains dan agama dari berbagai budaya, masyarakat

dapat lebih terbuka terhadap perbedaan dan membangun toleransi yang lebih baik terhadap

pandangan yang berbeda.

Dalam konteks pendidikan formal, kurikulum yang seimbang antara sains dan agama

juga dapat membantu memperkuat harmoni antara kedua bidang ini. Kurikulum yang

mencakup pemahaman yang baik tentang sains serta nilai-nilai agama dapat membantu

membentuk pemikiran yang seimbang dan holistik pada generasi mendatang.

Dengan demikian, pendidikan dan literasi sains memiliki peran yang sangat penting

dalam memperkuat harmoni antara sains dan agama. Melalui pendidikan yang baik, masyarakat

dapat memahami bahwa kedua bidang ini sebenarnya dapat saling melengkapi dan membantu

kita memahami dunia dengan lebih baik.

Pandangan Filosofis dan Etis

Pandangan filosofis dan etis memainkan peran penting dalam membentuk hubungan

antara sains dan agama, serta memengaruhi pemahaman kita tentang harmoni di masa kini.

Filosofi dan etika menjadi landasan bagi cara kita memahami dan mengintegrasikan dua bidang

ini, yang pada akhirnya membentuk pandangan kita tentang bagaimana sains dan agama dapat

berdampingan secara harmonis.

Salah satu pandangan filosofis yang relevan dalam hubungan antara sains dan agama

adalah pandangan epistemologi. Epistemologi mengkaji asal-usul, sifat, dan batasan

pengetahuan manusia. Dalam konteks ini, sains dianggap sebagai cara untuk memperoleh

pengetahuan tentang alam semesta melalui pengamatan empiris dan metode ilmiah, sementara

agama dianggap sebagai sumber pengetahuan yang bersifat transendental dan berdasarkan

wahyu ilahi. Pandangan ini menekankan bahwa kedua bidang ini memiliki domain

pengetahuan yang berbeda namun saling melengkapi, dan keduanya dapat memberikan

kontribusi unik dalam pemahaman kita tentang dunia.

Di sisi lain, pandangan etis juga memainkan peran penting dalam hubungan antara sains

dan agama. Etika mengkaji nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip yang mengatur perilaku

manusia. Dalam konteks ini, sains dianggap sebagai alat untuk memahami alam semesta dan

memperbaiki kondisi manusia, sementara agama dianggap sebagai panduan moral dan spiritual

yang membimbing perilaku manusia. Pandangan ini menekankan pentingnya harmoni antara

pengetahuan yang diperoleh melalui sains dan nilai-nilai yang diperoleh melalui agama dalam

membentuk perilaku yang baik dan masyarakat yang harmonis.Pandangan filosofis dan etis ini membentuk pemahaman kita tentang harmoni antara

sains dan agama di masa kini dengan menekankan pentingnya menghormati dan memahami peran masing-masing bidang ini dalam kehidupan manusia. Dengan memahami bahwa sains dan agama memiliki kontribusi yang berbeda namun saling melengkapi, kita dapat membentuk pandangan yang lebih inklusif dan holistik tentang dunia, serta memperkuat harmoni antara kedua bidang ini dalam masyarakat kita.

Kesimpulan 

Sejarah hubungan antara sains dan agama menunjukkan adanya berbagai titik konflik

dan kolaborasi yang telah membentuk pemahaman kita tentang kedua bidang ini. Meskipun terdapat konflik dalam sejarah, seperti pada masa Pencerahan di Eropa, namun juga terdapat contoh-contoh kolaborasi yang berhasil, seperti pada Zaman Keemasan Islam. Pentingnya pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara sains dan agama dalam memperkuat harmoni di masa kini terletak pada pengakuan bahwa keduanya memiliki peran yang berbeda namun saling melengkapi dalam membentuk pemahaman manusia tentang dunia. Pendidikan dan literasi sains memiliki peran yang penting dalam memperkuat harmoni

antara sains dan agama dengan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kedua bidang ini kepada masyarakat. Melalui pendidikan yang baik, masyarakat dapat memahami bahwa sains dan agama sebenarnya dapat saling melengkapi dalam memahami dunia. Pandangan filosofis dan etis juga memainkan peran penting dalam membentuk pemahaman kita tentang harmoni antara sains dan agama dengan menekankan pentingnya menghormati dan memahami peran masing-masing bidang ini dalam kehidupan manusia. Dengan memahami bahwa sains dan agama memiliki kontribusi yang berbeda namun

saling melengkapi, kita dapat membentuk pandangan yang lebih inklusif dan holistik tentang dunia, serta memperkuat harmoni antara kedua bidang ini dalam masyarakat kita. Dengan demikian, pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara sains dan agama dapat membawa manfaat besar bagi pemahaman manusia tentang dunia dan memperkuat harmoni di masa kini.

Daftar Pustaka 

Amrullah, K. (2022). Hubungan Agama dan Sains: Telaah Kritis Sejarah Filsafat Sains Islam dan Modern. Intizar, 27(2), 97-111.

Bielo, J. (2015). Anthropology of religion: The basics. Routledge. Brooke, J. H. (2018). The Conflict between Science and Religion: The Historical Context. History of Science, 56(2), 153-171.Ecklund, E. H., & Scheitle, C. P. (2017). The Integration of Science and Religion: A Survey. Sociology of Religion, 78(3), 237-257.

Fisher, M. P. (2017). Living Religions. Pearson. Gorham, G. (2018). The Philosophy of Science: An Introduction. Routledge. Harrison, P. (2015). Science and Religion: Reconciling the Conflict. Journal of Religion and Science, 45(3), 321-339.

Mansur, F. (2020). Diskursus Sains dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah dan Madrasah Era Digital. Kamaya: Jurnal Ilmu Agama, 3(2), 144-157.

Munajah, N. (2021). Agama Dan Tantangan Modernitas. Tahdzib Al-Akhlaq: Jurnal Pendidikan Islam, 4(1), 83-92.

Muslih, M. (2021). Status Agama Dalam Sejarah Sains Islam Dan Sains Modern. Fikri: Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya, 6, 85-105.

Ridwan, I. M. (2020). Harmoni, Disharmoni, dan Integrasi Antara Sains dan Agama. Jurnal Filsafat Indonesia, 3(1), 8-13.

Rosenberg, A., & McIntyre, L. (2019). Philosophy of science: A contemporary introduction. Routledge.

Syed, M. H. (2017). Islamic Civilization: Its Contribution to Science and Technology. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 7(12), 515-523.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun