Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jidat Bening

22 Desember 2017   11:45 Diperbarui: 22 Desember 2017   11:58 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mesh... I Foto OtnasusidE

Pagi-pagi aku sudah menunggu di depan perpustakaan. Ini menjadi kali pertama aku ke perpustakaan apalagi untuk mencari buku suatu hal yang sangat-sangat aneh bila hal ini diketahui oleh teman-temanku.

Aku dikenal sebagai mahasiswa yang malas membaca buku teks. Lebih senang membaca buku yang memperkaya pengetahuan umum. Kalaupun harus ujian tertulis untuk mata kuliah, aku lebih memilih untuk memfoto kopi catatan teman-teman mahasiswi yang rajin mencatat. He he he. Aku memilih meminjam catatan mahasiswi yang indeks prestasinya tiga  lah  sebagai barometer.

Pukul 08.00 pintu perpustakaan dibuka dan aku menjadi orang pertama yang hilir mudik di rak bagian budaya. Mataku  jelalatan  mencari buku mengenai sejarah Palembang dan juga mengenai Kebudayaan Palembang.

Tidak ada buku dan tulisan yang membuatku puas yang secara total membahas mengenai Kebudayaan Palembang. Apalagi mengenai sejarah dan akulturasi budaya masyarakat lain yang tinggal di Palembang.

Akupun lemas.  Ah,  masih ada satu lagi ke Perpustakaan Daerah di Demang Lebar Daun. Akupun berjalan kaki menelusuri Sungai Sahang. Sekitar 1,5 km aku berjalan kaki.

Pencarianku kembali ke rak-rak buku. Hasilnya jauh dari harapan.

Dalam kegundahan dan bau khas buku-buku aku berusaha untuk konsentrasi mencari. Satu bau terlintas membuatku renjana. Satu bau yang membuatku kemarin terpaku terdiam sesaat.

Instingku langsung berputar dan mencari sumber bau. Hidung menjadi liar. Bola mataku bergerak lincah. Demikian pula dengan leherku.

Bau khas itu membimbingku hingga pada seorang perempuan yang terlihat membaca tetapi lebih terlihat seperti menutupi muka. Bukunya terlihat terbalik.

Akupun menghampirinya. Duduk tepat di hadapannya. Perempuan ini bergeming.

Kutatap jidatnya yang bening. Ingin rasanya mencium jidatnya yang bening itu. "Emang film," batinku.

"Mesh satu hal yang membuatmu teridentifikasi adalah gayamu. Bajumu sederhana. Pakai jeans. Berjepit rambut lucu. Bau asapmu itu yang  nggak  nahan,"  kataku sambil terus menatap ke arah mukanya yang tertutup buku.

"Lemak  bae!!!  BVLGARI ini  ni," katanya dengan mukanya memerah sambil menurunkan bukunya.

"Serius, ini  cak bau asap. Malah agak  sengak".

"Hidungmu itu yang perlu diobati.  Bawak  ke THT," kembali dengan suara meninggi.

"Sudah mengapa ke sini? Kangen  ya? Jangan berisik ini perpustakaan," godaku.

Kemarin, Prameshwari dengan gagahnya mengungkapkan kalau dirinya bisa menebak kehadiranku di haluan kapal karena bau keringatku.  Nah,  sekarang aku bisa menebak dirinya dengan bau minyak wanginya.

"Cari buku untuk buat laporan  public health,"  katanya ketus.

"Katanya hari ini mau berangkat?".

"Nanti sore, naik Deraya".

Kupegang tangannya dan kubilang. "Kalem sajalah. Malu ketemu denganku".

Kutatap tajam matanya. Dan nafasnya tersengal.

Kutepuk punggung tangannya dan kubilang,  "ambil nafas".

"Tenanglah. Senyumlah."

Prameshwari akan naik pesawat jelang sore. Sedangkan teman-temannya sudah berangkat lebih dulu dengan kapal cepat tadi pagi dari BoomBaru ke Muntok Bangka. Dari Muntok teman-temannya masih harus naik mobil lagi untuk sampai ke Pangkal Pinang.

"Bentar lagi aku dijemput. Apakah dirimu mau ikut mengantarkanku ke Talang Betutu?".

"Boleh, pulangnya naik apa?".

"Ya,  ikut lagi mobil".

Kembali laki-laki, kemarin yang membayar di kasir dan membukakan pintu mobil di restaurant apung terlihat. Dia membukakan pintu untuk Prameshwari. Sedangkan aku masih terdiam terpaku.

Tiba-tiba si lelaki berputar dan membukakan pintu sebelah kanan. Akupun reflek masuk dari pintu sebelah kanan. Di dalam mobil kami semua diam. Hanya ada Mesh, aku dan sopir dan seseorang yang selalu bergerak untuk Mesh.

Menjelang sampai ke Bandara Talang Betutu, Mesh meminta agar ke tempat bakso di tikungan ke arah Talang Jambe. Mobil pun tak jadi masuk ke bandara dan berbelok ke tempat bakso.

"Belum dapatkan bukunya. Itulah kelemahan kita. Semua masih memakai budaya tutur. Budaya dituturkan dari orangtua ke anak. Kalau orangtuanya malas bertutur pada anak,  nah  habis lah. Tokoh-tokoh masyarakat juga pasti akan dimakan umur. Harus ada yang mulai untuk membuat buku".

"Kontroversi pasti ada dalam setiap tulisan. Tetapi itu lebih baik dan terus diperbaiki agar menjadi lebih baik lagi ke depannya daripada hanya dalam bentuk memori para tokoh-tokoh masyarakat. Kalau tokoh masyarakat itu meninggal habislah tata budaya dan sejarah kita," tutur Prameshwari.

"Hore tiga SKS, antropologi budaya lokal," kataku.

"Aku serius," katanya sambil menahan tanganku yang akan memasukkan bakso ke mulutku.

Tatapan matanya itu langsung menembus mataku turun ke jantung.  Woooo.  Tadi aku menang tapi kini aku yang kalah tatap.

Apa yang diucapkan oleh Prameshwari ada benarnya. Budaya akan hilang bila tidak terdokumentasi dengan baik. Kontroversi dipastikan akan ada. Setiap kelompok dipastikan punya adat istiadat dan penutur dan tokoh masyarakat. Satu hal yang patut diambil adalah garis besar budaya itu. Perbedaan dipastikan ada dan itu dihormati dengan toleransi.

"Buku apa yang membuatmu tertarik untuk terus dan terus membaca dan mempengaruhimu?" Tanya Prameshwari.

"The  Protestant  Ethic  and  The  Spirit  of  Capitalism,  Weber.  Future  Shock,  Toffler.  Clifford Geertz yang banyak nulis tentang Islam, Budaya Jawa, dan juga tradisi masyarakat," jawabku.

"Ha ha ha ha," Prameshwari tergelak.

"Aku mau terbang".

"Ada yang salah dengan itu."

"Tidak ada yang salah. Coba kau renungkan," ujarnya sambil berjalan ke mobil.

Dan lelaki tinggi putih tegap itu masuk ke warung membayar dua bakso dan dua teh botol.

Kami pun masuk ke mobil. Dan si lelaki seperti penyedia ponjen untuk Mesh menyusul masuk ke dalam mobil.

Di depan bandara. Si lelaki tinggi putih tegap mengeluarkan barang-barang Mesh.

Kakiku gontai mengantarkannya. Mesh yang melirikku tersenyum. Mesh pun berhenti dan menatapku tajam.

Dua mata itu menghujam mataku.

"Jangan sedih. Kelak kita pasti bertemu lagi".

Reflek tanganku memegang pundaknya. Tak ada reaksi dari Mesh. Ada keinginan untuk mencium jidatnya yang bening. Tiba-tiba jari telunjuknya menekan kedua bibirku.

"Aku pergi dulu.  Bye,"  katanya sambil membalikkan badan.

"Eh, tunggui aku sampai terbang ya".

Lelaki tinggi putih tegap mengarahkanku ke ruang tunggu khusus pengantar yang ingin melihat orang yang diantarnya terbang. Si lelaki membayar karcis. Dan kami berdua menunggu pesawat Deraya terbang.

Dari kejauhan Prameshwari terlihat berjalan lurus dan menaiki pesawat. Jalannya yang bak peragawati itu menjadi satu ciri khasnya. Pintu pesawat ditutup dan pesawat bergerak.

Ketika pesawat bergerak dan ban terakhirnya meninggalkan landasan, aku merasa gundah. Kapan ketemu lagi dengan si jidat bening yang menggemaskan ini?

"Pulangnya diantar ke mana?" tanya si lelaki tinggi putih tegap.

"Ke perpustakaan tadi saja. Biarlah aku pulang ke kosan jalan kaki menyusuri sungai".

Malamnya aku duduk di depan kosan. Suara jangkrik terdengar. Beberapa teman ada yang main gaplek dan catur diterangi lampu pijar.

Di kepalaku berkecamuk potongan pembicaraan dengan Mesh tadi siang dan cara tertawanya ketika mengetahui buku-buku yang mempengaruhi diriku. "Jangkrik. Memang tidak ada orang Indonesia yang mempengaruhi pikiranku. Ya, karena memang aku belum baca bukunya".

Akupun masuk ke kamar kos dan mencari buku karangan SH Alatas terbitan LP3ES. Setelah ditilik ternyata yang mengarang adalah akademisi Malaysia.

Mesh kau pandai memainkan pikiranku. "Awas kau jidat bening".

Dok.pribadi
Dok.pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun