Kami pun masuk ke mobil. Dan si lelaki seperti penyedia ponjen untuk Mesh menyusul masuk ke dalam mobil.
Di depan bandara. Si lelaki tinggi putih tegap mengeluarkan barang-barang Mesh.
Kakiku gontai mengantarkannya. Mesh yang melirikku tersenyum. Mesh pun berhenti dan menatapku tajam.
Dua mata itu menghujam mataku.
"Jangan sedih. Kelak kita pasti bertemu lagi".
Reflek tanganku memegang pundaknya. Tak ada reaksi dari Mesh. Ada keinginan untuk mencium jidatnya yang bening. Tiba-tiba jari telunjuknya menekan kedua bibirku.
"Aku pergi dulu. Â Bye," Â katanya sambil membalikkan badan.
"Eh, tunggui aku sampai terbang ya".
Lelaki tinggi putih tegap mengarahkanku ke ruang tunggu khusus pengantar yang ingin melihat orang yang diantarnya terbang. Si lelaki membayar karcis. Dan kami berdua menunggu pesawat Deraya terbang.
Dari kejauhan Prameshwari terlihat berjalan lurus dan menaiki pesawat. Jalannya yang bak peragawati itu menjadi satu ciri khasnya. Pintu pesawat ditutup dan pesawat bergerak.
Ketika pesawat bergerak dan ban terakhirnya meninggalkan landasan, aku merasa gundah. Kapan ketemu lagi dengan si jidat bening yang menggemaskan ini?