Mohon tunggu...
Oky Nugraha Putra
Oky Nugraha Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang manusia yang terus belajar, belajar, belajar pada siapapun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari Jatinangor dan di Dipati Ukur

29 Oktober 2017   06:49 Diperbarui: 29 Oktober 2017   07:13 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ongkosnya A", kata kernet bus Damri pada Iwan.

"Ini pak, Rp. 8000,00 ya ?" jawab Iwan sambil bertanya.

"Iya A".

"Oke pak, hatur nuhun".

"Sami-sami".

Di dalam Damri yang membawanya dari Jatinangor menuju Dipati Ukur itu Iwan memerhatikan keadaan sekelilingnya. Maklum, karena dia berdiri. Iwan menyoroti berbagai tingkah penumpang bus Damri lainnya tanpa mereka sadari. Ada yang duduk dan khusyuk memainkan gawainya, ada yang membaca buku berjudul Musyawarah Buku karya Khaled Abou El-Fadl. Iwan familiar dengan buku itu. Karena dia pun sedang berusaha untuk mengkhatamkannya. 

Di buku tersebut Iwan teringat tentang keberadaan buku-buku yang selama ini telah membersamai jalannya peradaban manusia. Buku-buku menjadi medium perantara antara pembaca buku dan penulis buku tersebut. Buku bukan hanya merupakan tumpukan lembaran kertas yang diatasnya tercantum kumpulan kata sarat makna, lebih dari itu, buku merupakan harta ilmu pengetahuan dari masanya sekaligus sarana dialog psikologis dari penulisnya terhadap siapa saja yang membaca buku itu.

"Aku kagum pada Khaled. Dia sering menggelar 'musyawarah' dengan buku-buku koleksi pribadi di perpustakaannya. Malamnya begitu hidup. Seakan peradaban Islam yang dibicarakan buku-buku koleksinya hadir kembali menemani malam-malamnya", Iwan berbicara dalam hatinya.

Di bagian lain tempat duduk di bus Damri itu, Iwan pun memerhatikan seorang laki-laki yang asik dengan cemilan di tangannya. Perawakannya besar. Namun memiliki tinggi badan yang pendek. Jadi seperti kita melihat badut yang berperut buncit. Dengan tidak terlalu memerhatikan penumpang di sampingnya yang merupakan seorang ibu hamil, laki-laki itu memasukan cemilan berupa keripik singkong asin itu secara lahap ke mulutnya. Benar-benar suatu kontradiksi perut buncit. Yang satu buncit karena alami, hamil, yang satu buncit karena kelebihan konsumsi.

Iwan pun tak luput memerhatikan tiga orang laki-laki yang menurut prediksinya merupakan mahasiswa juga sama seperti dirinya yang berdiri di samping kirinya. Di bagian tengah dari formasi kursi duduk bus Damri memang terdapat ruang yang agak lebar. Memisahkan formasi kursi di bagian depan dan formasi kursi di bagian belakang. Sekaligus juga bagian tengah Damri itu tempat terdapatnya pintu masuk geser selain pintu masuk otomatis di bagian depan. 

Di bagian kanan dan kiri di ruang tengah dari formasi kursi duduk bus Damri itu terdapat tulisan "Jangan menginjak lantai ini", tepat di depan pintu masuk geser itu. Iwan yang sedari tadi membaca dan merenungkan tulisan itu dengan serta belum mengetahui apa maksud sebenarnya dari larangan yang terdapat dalam tulisan itu, memerhatikan dengan keheranan ketiga orang laki-laki yang sama berdiri sepertinya di sebelah kiri dirinya dengan menjejakan kaki di bagian lantai yang terdapat tulisan larangan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun