"Hmmp.. Aku rasa sebagian besar masyarakat Indonesia itu ahistoris. Jarang membaca buku-buku sejarah. Kalaupun membaca buku sejarah, itu hampir pasti versi pemerintah yang diajarkan mulai dari bangku sekolah dasar hingga menengah atas. Indoktrinasi sejarah satu arah. Syukur-syukur bila mereka mau memperbandingkannya dengan versi yang lain. Kalau tidak ya jadinya mungkin seperti itu. Bertindak gegabah dan semaunya seakan-akan dia yang memiliki kebenaran sejarah yang tunggal. Seperti ormas tempo hari itu. Padahal kalau mau menelusuri siapa itu sebenarnya Tan Malaka, aku yakin mereka akan lebih sopan bersikap. Tan Malaka yang pertama kali menuangkan ide tentang bentuk Hindia-Belanda akan sepeti apa setelah nanti merdeka dalam bukunya Naar de Republiek (Menuju Republik) yang terbit tahun 1925. "
"Ketika yang lain dalam Sumpah Pemuda 1928 masih memikirkan tentang persatuan, Tan sudah jauh membayangkan lebih dari tentang persatuan itu. Dia orang yang tidak setuju terhadap pemberontakan PKI 1926/1927 terhadap pemerintahan kolonial. Dia pula orang yang berusaha mensintesa penyatuan perjuangan antara komunisme dan Pan-Islamisme di Hindia-Belanda. Buku Massa Actie(Aksi Massa) yang ditulisnya pada tahun 1926 turut memengaruhi Soekarno serta para pemuda ketika menggerakan massa untuk mengikuti Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada September 1945. Dia pula yang menuntut agar Indonesia 100% merdeka dari Belanda.Â
"Tak perlu bertemu dalam berbagai macam perundingan. 'Tuan rumah tidak akan berunding dengan maling di rumahnya sendiri', begitu katanya. Namun sayang, mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia itu sudah ahistoris, tak punya rasa terima kasih pula. Tan Malaka tewas ditembak oleh moncong senjata tentara republik yang bertahun-tahun dibelanya. Tanah di Gunung Wilis, Kediri tahun 1949 menjadi tempat persemayaman jasadnya. Namun seperti apa katanya sendiri bahwa 'Dari dalam kubur, suaraku akan jauh lebih keras terdengar daripada di atas bumi'. Sekarang, itu dibuktikan oleh pagelaran budaya Minangkabau ini. Yang ingin agar kita mengambil hikmah dan teladan dari perjuangan Ibrahim itu". Iwan merenungkan di dalam alam pikirannya.
Pagelaran budaya Minangkabau itu dimulai dari pukul 20.00 WIB sampai berakhir pada pukul 00.30 WIB. Iwan menikmati semua pertunjukan yang digelar. Karena dia pun sebenarnya memiliki darah Minang, dari ayahnya. Namun dia tak bisa berbahasa Minang seperti kawannya yang Arab Pekojan, Rizal, yang pada dinihari itu kosannya akan Iwan tumpangi untuk sekedar melepas penat setelah perjalanan dan pagelaran penuh renungan dan pelajaran dari Jatinangor menuju Dipati Ukur tersebut.
~SEKIAN~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H