Setelah gerombolan teman-temanku selesai menyalami diriku. Ada satu tokoh yang masih berjalan masuk kedalam rumah menghampiri diriku. Dia bersalaman ke angota keluargaku yang lain. Setelah itu, menyalami diriku dan duduk tepat disampingku.
"Tepat jam berapa tadi kejadiannya?" tanyanya.
"Kira-kira jam setengah 3." jawabku singkat.
Aku merasa dirinya sudah paham terkait yang diriku rasakan. "Udahlah Mawar, nggak ada makhluk hidup yang kekal. Semua pasti binasa, tinggal nungu waktunya aja,".
Lalu dia melanjutkan, "Tetap semangat dan  jangan putus asa, semua masih belum berakhir disini. Buktikan kalau kamu bisa seperti yang ibumu impikan!" nasihatnya.
"Makasih banyak semua nasihatnya. Semoga aku bisa ngelakuin apa yang kamu bilang tadi." kataku sedikit lebih bersemangat.
"Okay, No problem." jawabnya.
Tokoh itu adalah Bahrul. Satu tokoh yang benar-benat ikut menjaga kekuatan jiwaku. Bahrul selalu menopang diriku ketika aku terjatuh dan pasti mengingatkan kewajibanku. Tapi aku tidak memahami dasar dia melakukan itu semua. Sejak saat itu pula, aku merasa bahwa Difa semakin menjauh dariku. Dia tidak lagi bertanya atau meminta solusi terkait masalah yang diirinya hadapi.
***
Hari demi hari bergulir sesuai dengan iramanya. Sedikit demi sedit pula keadaanku pulih seperti sedia kala. "Hello nona Mawar!!. Wajahnya ceria banget sihh!" sapa Fitri yang baru tiba di kelas.
"Kebiasaan deh, kumat lebaynya. Baru beberapa hari telingaku diberi ketenangan, eh sekarang kembali lagi deh suara melengkingnya," jawabku sambil tertawa