Mohon tunggu...
Oktaviani Aulia Rahma
Oktaviani Aulia Rahma Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswi

Busy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Antara Kasih dan Semangat

23 Desember 2021   09:00 Diperbarui: 23 Desember 2021   09:13 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan respon baik yang ku terima. Justru sejak itu pula aku merasakan keanehan yang terjadi pada sikap pengurus OSIS laki-laki pada diriku. Aku merasa bahwa keberadaanku disana tidak dihargai oleh mereka. 

"Apa yang terjadi padaku sekarang ya Allah?" kataku lirih.

Aku takut mimpi burukku akan terjadi di dunia nyata. Kejadian dan perasaan itu terus terngiang dan terbawa hingga raga dan jiwaku sampai di rumah. Sebenarnya aku memiliki pikiran negatif terhadap Difa. Aku menyangka Difa sebagai tokoh yang telah menghasut seluruh teman laki-lakinya agar mereka mau membenci diriku. Tapi tidak, aku masih sedikit memahami ilmu fiqih. Kita tidak diperbolehkan untuk berpikiran buruk khususnya kepada saudara kita sesama muslim. Untuk itu, akhir-akhir ini diriku mendadak menjadi pendiam, menahan emosi yang akan keluar dari diriku lewat apapun itu.

***

Rapat demi rapat telah kulalui. Aku masih mengumpulkan keberanian untuk bertanya kepada Difa perihal pikiran negatif diriku kepadanya. Sebelum aku menanyakan hal tersebut, Difa terlebih dulu menghampiri mejaku dan mengatakan seluruh fakta yang cukup membuat diriku terkejut. Entah mengapa ?. Aku tergerak untuk memusatkan konsentrasi dalam memahami setiap kata yang Difa ucapkan. Otomatisnya, aku luluh dengan semua perkataannya. Inti dari ucapan Difa adalah tentang seluruh pengurus OSIS yang banyak memandang rendah diriku, karena mereka menilai nada bicaraku sombong dan sok..

Dalam suasana hening itu aku menimpali, "Aku ragu harus percaya dirimu atau tidak, Dif ?"

***

Setelah kejadian itu, sikapku menjadi sedikit berubah, gaya bicara dan gerak tingkah diriku menjadi lebih halus dan tekesan sangat terjaga. Sebenarnya bukan itu saja yang membuat diriku berubah. Aku bingung, khawatir, dan dihantui oleh rasa takut terkait keadaan sebenarnya yang terjadi pada ibuku. Ibuku yang memiliki tugas harian mengantar dan menjemput diriku ke sekolah mendadak berhenti. Suatu hari ketika pulang sekolah aku melihat kakak laki-lakiku yang datang menjemputku.

"Loh kak, ibu dimana?. Tumben kok kakak mau jemput," tanyaku.

"Udahlah, naik aja dulu. Ibu nyuruh kakak buat nganterin kamu ke rumah sakit. Alasannya nanti kamu disuruh tanya langsung ke ibu," jawab kakak.

Mendadak pikiranku pecah dan praduga negatif memutari seluruh isi kepalaku. Benar adanya, di suatu ruangan Rumah Sakit aku melihat selang infus mendampingi nadi ibuku. Terlihat selang lain menancap di bagian pinggang ibuku sembari mengeluarkan cairan cokelat kental yang tidak ku ketahui apa cairan itu. Mendadak wajahku pucat dan pikiranku berhenti menatap kaku keadaan seseorang itu yang ternyata adalah ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun