Inikah tipuan euforia dalam kesunyian?
Kudaki tikungan kerikil hujan
Yang dingin sedingin hatiku
Menerobos kabut putih tirai hujan
Adakah dirimu di dalam kabut itu
Haruskah kusibak helaian hujan untuk kuresapi sosokmu?
Dan biarlah hujan bercengkrama bersamaku
Menemani hatiku yang mulai roboh terkikis luka
Agar kau tahu keruhnya raga ini dalam penantian
Agar kau tahu hentakan rindu ini melumpuhkan pikiranku
Ketika tinggal satu puisi yang kubaca, namun Lara memergokiku. Ia memasang muka merah berkobar kepadaku. Tatapan matanya setajam tatapan mata elang. Dengan tangkas ia merebut origami di tanganku. Kini aku hanya bisa mematung. Lidahku serasa kaku. Untuk berpindah tempat pun rasanya sulit sekali. Â Rasanya tubuhku telah membatu. " Plaakkkk..." Ia memberi hadiah tamparan untuk pipi kananku.